Universitas Al-Azhar
B
A B I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejarah
Pendidikan Islam pada hakikatnya tidak terlepas dari sejarah Islam, dalam
bahasa Arab disebut Tarikh yang berarti keterangan yang telah terjadi
dikalangan pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada.[1]
Sejarah Pendidikan Islam memberikan arah kemajuan yang pernah dialami dan
dinamismenya, sehingga pembangunan dan pengembangan itu tetap berada dalam
kerangka pandangan yang utuh dan mendasar.
Sejarah
timbulnya sekolah dan Universitas yang kemudian dikenal sebagai lembaga
pendidikan formal. Pada zaman permulaan Islam berdiri, sistem pembelajaran
disampaikan dirumah-rumah, dimulai dari rumah Rasulullah SAW itu sendiri dan
berlanjut kerumah para sahabat yang dekat dengan Nabi, yang kemudian dikenal dengan
sebutan Dar al-Arqam.[2]
Selanjutnya sistem pendidikan Islam berkemb`ng pesat, dan penyebarannya melalui
kuttab [3](tempat
tinggal) dan masjid dengan sistem kelompok belajar yang disebut halaqah. Halaqah inilah yang dikatakan
sebagai pendidikan tinggi (Higher
Learning), sedangkan lembaga (masjid) nya disebut Mosque college.
Salah
satu sentra Pendidikan Islam itu berada di Karo, Mesir. Universtas Al Azhar ini
adaah perguruan tinggi tertua dan terkemuka di dunia. Selain itu Al Azhar sudah
meluluskan banyak ulama terkemuka di dunia Islam yang banyak jumlahnya. Sebut
saja nama sepert DR. Yusuf Qardlawi, Saikh Sayyid Sabiq, Syaikh Taqiyuddin An
Nahani, Muhammad Al-Ghazali dan masih banyak lagi. Termasuk banyak juga
sarjana-sarjananya adalah putra-putri Indonesia .
B
A B II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perkembangan Studi Islam di Dunia Muslim
Studi Islam di dunia Islam
sama dengan menyebut studi Islam di dunia muslim. Dalam sejarah muslim dicatat
sejumlah lembaga kajian Islam di sejumlah kota .
Maka uraian berikut adalah sejarah perkembangan studi Islam di dunia muslim.
Akhir periode Madinah
sampai dengan 4 H, fase pertama pendidikan Islam sekolah masih di masjid-masjid
dan rumah-rumah dengan ciri hafalan namun sudah dikenalkan logika. Selama abad
ke 5 H, selama periode khalifah ‘Abbasiyah sekolah-sekolah didirikan di
kota-kota dan mulai menempati gedung-gedung besar dan mulai bergeser dari
matakuliah yang bersifat spiritual ke matakuliah yang bersifat intelektual,
ilmu alam dan ilmu sosial.
Berdirinya sistem madrasah
justru menjadi titik balik kejayaan. Sebab madrasah dibiayai dan diprakarsai
negara. Kemudian madrasah menjadi alat penguasa untuk mempertahankan
doktrin-doktrin terutama oleh kerajaan Fatimah di Kairo.
Pengaruh al-Ghazali
(1085-1111 M) disebut sebagai awal terjadi pemisahan ilmu agama dengan ilmu
umum. Ada beberapa kota
yang menjadi pusat kajian Islam di zamannya, yakni Nisyapur, Baghdad , Kairo, Damaskus, dan Jerussalem. Ada empat perguruan
tinggi tertua di dunia Muslim yakni: (1) Nizhamiyah di Baghdad, (2) al-Azhar di
Kairo Mesir, (3) Cordova, dan (4) Kairwan Amir Nizam al-Muluk di Maroko.[4]
B. Pengertian Universitas Al-Azhar
Universitas Al-Azhar (diucapkan
"AZ-har", bahasa Arab: جامعة الأزهر الشريف; Al-Azhar al-Šyarīf , Al-Azhar Mulia), adalah salah
satu pusat utama pendidikan sastra
Arab dan pengkajian Islam Sunni
di dunia
dan merupakan universitas pemberi gelar tertua kedua di dunia. Universitas ini
berhubungan dengan masjid Al-Azhar di wilayah Kairo
Kuno.
Mulanya universitas ini dibangun oleh Bani Fatimiyah yang menganut mazhab Syi'ah Ismailiyah, dan sebutan Al-Azhar mengambil dari nama
Sayyidah Fatimah az-Zahra,
putri Nabi Muhammad. Masjid ini dibangun sekitar tahun
970~972. Pelajaran dimulai di Al-Azhar pada Ramadan Oktober 975,
ketika ketua Mahkamah Agung Abul Hasan Ali bin Al-Nu'man mulai mengajar dari
buku "Al-Ikhtisar" mengenai topik yurisprudensi Syi'ah. Madrasah, tempat pendidikan agama, yang
terhubung dengan masjid ini dibangun pada tahun 988.
Belakangan, tempat ini menjadi sekolah bagi kaum Sunni
menjelang abad pertengahan,
dan terus terpelihara hingga saat ini.
Pada abad berikutnya dimulai dengan
pemerintahan Muhammad Ali Pasya ketika Napoleon mendarat di Mesir, kemudian
digantikan Said Pasya kemudian sepupunya yang bernama Ismail Pasya. Inggris
campur tangan dalam pemerintahan Mesir tahun 1882, namun tetap tunduk pada
Otsman hingga 1914. Baru pada 1922 Mesir merdeka dari Inggris, silih berganti
kepemimpinan sejak revolusi 23 Juli 1952 sejak Raja Farouk diturunkan panglima
perang Muhammad Naguib yang kemudian disingkirkan Gamal Abdul Nasser,
digantikan Anwar Sadat yang terbunuh dan digantikan wakilnya Hosni Mubarak
hingga sekarang.
Saat ini, misi universitas antara lain adalah penyebaran agama
dan budaya Islam.
Untuk tujuan ini, para sarjana Islam (ulama)
mengeluarkan maklumat (fatwa) untuk menjawab berbagai
permasalahan yang ditanyakan kepada mereka dari seluruh dunia Islam Sunni,
mengenai perilaku individu atau masyarakat muslim yang tepat (contohnya
baru-baru ini adalah fatwa mengenai klarifikasi dan dan pelarangan terhadap pemotongan alat kelamin perempuan). Al-Azhar
juga melatih pedakwah yang ditunjuk oleh pemerintah Mesir.
C. Sejarah Universitas Al-Azhar
Awal berdirinya :
24 Jumadil Awal tahun 359 H. (970 M.)
Pendiri : Juhar ash-Siqilli
Peresmian  : : 7 Ramadhan 361 H
Penggagas Waqaf : Al-Hakim bin Amrillah
Pengajar pertama : Qadhil Qudhah Abul Hasan Ali bin Nu’man al-Qairawani
Direktur Pertama : Bahadir at-Thawasyi
Syeikh al-Azhar Pertama : Syeikh Muhammad al-Khuraasyi
Pengubah orientasi dari Syiah Ke Sunni : Shalahuddin al-Ayubi
Pendiri : Juhar ash-Siqilli
Peresmian  : : 7 Ramadhan 361 H
Penggagas Waqaf : Al-Hakim bin Amrillah
Pengajar pertama : Qadhil Qudhah Abul Hasan Ali bin Nu’man al-Qairawani
Direktur Pertama : Bahadir at-Thawasyi
Syeikh al-Azhar Pertama : Syeikh Muhammad al-Khuraasyi
Pengubah orientasi dari Syiah Ke Sunni : Shalahuddin al-Ayubi
Menurut catatan sejarah, Al Azhar adalah mesjid pertama yang di bangun di
Kairo dan yang keempat di Mesir. Awalnya mesjid itu dibangun untuk menyebarkan
doktrin Syiah yang memang waktu itu tengah berkuasa di Mesir, yakni dinasti
Fathimiyyah. Kairo sendiri adalah kota ke empat yang dibangun di Mesir setelah
Al Fustat oleh Amr bin Al Ash pada tahun 20 H (641 M), Al Azhar oleh Saleh bin
Ali pada tahun 133 H (751 M) dan Al Qataie oleh Ahmad bin Toulloun pada tahun
256 H (870 M).
Dalam perjalanannya, mesjid Al Azhar mengalami perubahan bangunan
utamanya oleh Gohar As Siqili masih dari dinasti Fathimiyyah. Pada mesjid
tersebut dibentuk gaya
Fathimiyyah yang unik, bagian ini terdiri dari 76 kolom batu pualam berwarna
putih. Di belakang mihrab, kemudian dinasti Utsmaniyyah menambah 50 buah kolom
batu marmer yang berkilau. Setelah itu Sultan Mameluk juga melakukan renovasi
dan penambahan lagi pada Mesjid Al Azhar.
Pada abad ke-14 M, barulah ditambahkan sebuah sentra pendidikan Islam
yang bernama Madrasah At Taibarsi atas perintah Pangeran Alauddin At Taibarsi.
Sekolah itu sendiri mendapat perhatian serius dan diperlakukan isitmewa bak
harta karun pada masa kekuasaan An Nasser bin Qalawoon. Madrasah lain yang
bernama Al Aqbaghawi juga dibangun di komplek Mesjid Al Azhar. Baik At Taibarsi
maupun yang Al Aqbaghawi sama-sama mengajarkan hukum-hukum Islam. Setelah itu
madrasah ketiga yang juga dibangun oleh Jawhar al-Qanqabai.
Pada masa kekuasaan Sultan Mameluk, dilakukan proyek renovasi
besar-besaran pada komplek Mesjid Al Azhar, di antaranya untuk membangun
paviliun sebagai tempat penginapan bagi para pelajar. Penginapan itu sendiri
diberikan untuk jangka waktu empat bulan bagi para pelajar. Setiap distrik di
negeri Mesir dan negeri-negeri Islam lainnya mendapat jatah penginapan di
paviliun tersebut.
Proyek renovasi mencakup penambahan area seluas 3.300 meter persegi,
sehingga total area komplek Mesjid Al Azhar menjadi 7.800 meter persegi, yang
dapat menampung sekitar 20 ribu orang jemaah shalat. Nggak diragukan lagi kalau
proyek renovasi yang besar-besaran ini telah mengubah status Al Azhar menjadi
sebuah sentra Islam yang terkenal dan menjadikan Mesir sebagai negeri yang
terkemuka di seantero dunia Islam.
Ketika dinasti Utsmaniyyah yang berpusat di Turki memegang tampuk
kekhilafahan, renovasi besar-besaran kembali dilakukan. Renovasi yang paling
penting dilakukan oleh Amir Abdurrahman Katkhuda. Ia memperluas area mesjid di
belakang mihrab bangunan yang asli dan menambahkan sebuah sebuah bagian muka
mesjid yang baru yang sampai sekarang. Amir Abdurrahman Katkhuda juga
menambahkan tiga menara baru, dua di antaranya masih berdiri di sebelah selatan
dan barat. Selain itu, ia juga menambahkan sebuah portal di sebelah selatan
bagian muka mesjid, juga membangun kembali bagian depan madrasah Taybarsiyya
dan mendirikan sebuah kubah di pojok tenggara perluasan mesjid. Bangunan lain
yang ditambahkan pada mesjid adalah dapur tempat makanan disajikan yang berasal
dari sumbangan para dermawan, serta kemudian dibangun juga sebuah ruangan
tempat tinggal bagi para pelajar dan pengunjung dari kalangan tidak mampu.
Berganti memainkan peranannya di lembaga tertua
ini. Pada mulanya faham Syi’ah mendominasi lembaga ini hingga tempuk
pemerintahan Mesir dipegang Oleh Shalahuddin Al-Ayyubi pada tahun 1171 M.
semenjak itulah dilakukan orientasi besar-besaran dari Mazhab Syi’ah ke Mazhab
Sunni, Meski tidak di pungkiri, faham Syi’ah dari sudut akademis masih terus di
pelajari.
Masa keemasan Al-Azhar terjadi pada abad ke 9
H. (15 M ) banyak ilmuan dan ulama islam level internasional bermunculan di
Azhar saat itu, seperti Ibnu Khaldum, Al-Farisi, As-Suyuthi, Abdul Latif
Al-Baghdadi, Al- Magrizi dan lain-lain yang telah mewariskan ensiklolopedi
islam dan arab
Pada pertengahan abad ke
XX, di Azhar mulai mempelajari system penelitian yang di lakukan universitas di
barat, dengan mengirim alumni-alumni terbaiknya belajar di Eropa dan America .
Tujuanya adalah untuk mengikuti perkembangan ilmiah di tingkat Internasional
sekaligus upaya perbandingan dan pengukuhan islam yang benar. Pembenahan ini
tidak lepas dari jasa Syekh Muhammad Abduh ( 1849 – 1905 ) yang mengusulkan
perbaikan system pendidikan Al-Azhar dengan memasukan Ilmu-ilmu moderen ke
dalam kurikulumnya. Seperti fisika, Ilmu Pasti, Filsafat, Sosiologi,
dan Sejarah.
Sudah menjadi suatu kaidah tak tertulis bahwa
peradaban Islam di suatu daerah selalu dikaitkan dengan peran masjid jami’ di
kawasan tersebut. Hal ini mungkin diilhami dari kerja nyata Rasulullah saw.
ketika hijrah ke Madinah. Tugas pertama yang beliau lakukan adalah membangun
masjid Nabawi. Ini menandakan peran masjid yang tidak hanya terbatas pada
kegiatan ritual semata. Tapi lebih dari itu, masjid adalah sentral pemerintah
Islam, sarana pendidikan, mahkamah, tempat mengeluarkan fatwa dan sebagainya.
Perjalanan panjang al-Azhar yang kini menjelang
usia 1037 tahun perhitungan masehi atau 1069 tahun penanggalan hijriyah memang
menarik untuk disimak.. “Masjid sekaligus institusi pendidikan tertua”, itulah
penghargaan sejarah buatnya.
D. Kondisi Umum Universitas Al-Azhar
Awalnya, Al-azhar adalah lembaga independem
terpisah dari ikatan birokrasi pemerintahan mesir hingga rezim Gamal Abdul
Nasser berkuasa. Pada saat itulah peran Al- Azhar yang di nahkodai Syekh Mahmud
Syaltout. ( 5 / 5 1961 ) selaku sykeh di al-Azhar diciutkan menjadi jabatan
simbolis sehingga kurang mempunyai pengaruh langsung terhadap lembaga
pendidikan yang berada di bawah pimpinannya. Upauya ini di backup oleh
Undang-Undang Revolusi Mesir No 103 tahun 1961. Namun demikian., perubahan
tersebut membolehkan lulusan SD ke SMP atau SMU milik pemerintah. Demikian pula
sebaliknya. Dalam ruang lingkup pendidikan tinggi, disamping fakultas-fakultas
ke Islaman, ditambahkan pula berbagai fakultas / Jurusan baru, seperti :
Tarbiyah , Kedokteran, Perdagangan / Ekonomi, Sains, Pertanian, Tekhnik,
Farmasi dan sebagainya. Juga dibangun Fakultas khusus putri ( kulliyatul banat
) dengan berbagai jurusan.
Al-Azhar memiliki 3 rumah sakit universitas dan
satu rumah sakit yang di buka khusus melayani orang asing yang berada di
samping Universitas Al-Azhar. Lembaga resmi lain yang dimilki Al-Azhar adalah :
Dewan Tinggi Ulama ( hai-ah Kibar Al-‘Ulama ), Biro Kebudayaan dan misi Islam (
Idarah Ats-Tsaqafah wal Bu’uts Al-Islamiyah ), Lembaga Riset Islam ( Majma’
Al-Buhuts Al-Islamiyah ) dan Majlis Tinggi Al-Azhar ( Majlis Al-A’la Lil Azhar
).
Di sana dibentuk Majlis Ilmu tempat berkumpulnya
sejumlah ilmuwan besar Mesir yang pemikirannya berpengaruh di seluruh dunia
Islam saat ini. Melalui Universitas al Azhar, Mesir bermaksud mengembangkan
ilmu dan mengembalikan kejayaan masyarakat Islam. Ribuan mahasiswa dikirim ke
berbagai pusat peradaban ilmu untuk mengembangkan di dalam negeri sehingga ilmu
akan menyebar di masyarakat muslim dari berbagai penjuru dunia.
Pasang surut terjadi di dunia Islam, demikian halnya dengan Universitas
al Azhar. Setelah kemajuan pesat sejak Dinasti Fatimiah, mengalami kemunduran
di zaman Kerajaan Otsman. Sampai munculnya kaum pembaharu yang dipelopori
Muhammad Abduh yang wafat tahun 1905, bersama kawan-kawan dan murid yang
meneruskannya, genderang gagasan-gagasannya menggetarkan dunia Islam. Beliau
mengembangkan Universitas al Azhar baik dari segi fisik maupun pemikirannya.
Sumbangan besar yang dapat disaksikan hari ini antara lain bidang
arsitektur baik bangunan istana, masjid dan benteng pertahanan lengkap dengan
ornamen di dalamnya. Al Qashr al Garb (istana barat) al Qashr asy Syarq (istana
timur), Universitas al Azhar dan Masjid al Azhar. Tembok tinggi yang
mengelilingi istana lengkap dengan pintu-pintunya, Bab an Nasr (pintu
kemenangan), Bab al Fath (pintu pembuka) dan sejumlah masjid yang lain dengan
kekhasannya masing-masing.
Pada tahun 567 H/1171 M daulat Fathimiah ditumbangkan oleh Sultan
Salahuddin al-Ayyubi yang mendirikan Daulat al-Ayyubiah (1171-1269 M) dan
menyatakan tunduk kembali kepada Daulat Abbasiyah di Baghdad. Kurikulum pada
Pergutuan Tinggi al-Azhar lantas mengalami perombakan total, dari aliran Syiah
kepada aliran Sunni. Ternyata Perguruan Tinggi al-Azhar ini mampu hidup terus
sampai sekarang, yakni sejak abad ke-10 M sampai abad ke-20 dan tampaknya akan
tetap selama hidupnya.
Universitas al-Azhar dapat dibedakan menjadi dua periode: pertama, periode sebelum tahun 1961 dan kedua, periode setelah tahun 1961. Pada periode pertama, fakultas-fakultas yang ada sama dengan fakultas-fakultas di IAIN, sedangkan setelah tahun 1961, di universitas ini diselenggarakan fakultas-fakultas umum disamping fakultas agama.
Universitas al-Azhar dapat dibedakan menjadi dua periode: pertama, periode sebelum tahun 1961 dan kedua, periode setelah tahun 1961. Pada periode pertama, fakultas-fakultas yang ada sama dengan fakultas-fakultas di IAIN, sedangkan setelah tahun 1961, di universitas ini diselenggarakan fakultas-fakultas umum disamping fakultas agama.
E. Aktivitas Pendidikan di Universitas Al-Azhar
Tiga setengah tahun setelah berdiri, Al Azhar mulai menjadi pusat
pendidikan masyarakat. Pada bulan Ramadlan 365 H, bertepatan dengan bulan
Oktober 975 M, pada masa kekuasaan Al Muiz, seorang ulama Syiah yang bernama
Abu Al Hasan Ali bin An Nu’man El Kairawany, yang juga menjadi Kepala
Pengadilan di Kairo, membahas kitab Al Ikhtisar sebuah buku karya ayah Abu
Hanifa An Nu’man, seorang ahli fikih Syiah. Kegiatan ini diikuti oleh banyak
orang dari berbagai lapisan masyarakat. Kegiatan ini kemudian diikuti dengan
berbagai berbagai kegiatan-kegiatan pendidikan lainnya dari berbagai kalangan
ulama, khususnya Syiah.
Pada masa dinasti Fathimiyyah, Al Azhar menjadi bagian dari kehidupan
intelektual. Selain acara kajian-kajian rutin, pendidikan akhlak bagi kaum
wanita juga diadakan di sana .
Al Azhar juga menjadi kantor resmi para hakim dan para akuntan pemerintah
selama hampir 2 abad. Kejayaan Al Azhar bertambah terutama setelah menurunnya
prestasi sentra pendidikan Islam di Baghdad dan Andalusia .
Pada tahun 1160-an kekuasaan dinasti Syiah Fathimiyyah kolaps digantikan
kekuasaan kaum Sunni di bawah pemerintahan Saladdin. Waktu itu subsidi bagi
pembangunan mesjid Syiah dan pendidikan mereka seketika terhenti. Untungnya
pemerintah cepat tanggap. Ketika kesultanan Mamluk berkuasa berbagai
pembangunan dan beasiswa kembali mengalir.
Ketika pasukan Mongol menyerang Asia Tengah dan menghancurkan kekuatan
kaum muslimin di Andalusia , Al Azhar mernjadi
satu-satunya pusat pendidikan bagi para ulama dan intelektual muslim yang
terusir dari negeri asal mereka. Para pelajar
inilah yang kemudian berjasa mengharumkan nama Al Azhar sepanjang abad ke-8 dan
9 H (14 dan 15 M). Selain mengembangkan ilmu agama, para ulama dan intelektual
juga mengembangkan pengetahuan di bidang kedokteran, matematika, astronomi,
geografi dan sejarah.
Pada masa dinasti Utsmaniyyah, Al Azhar mampu mandiri, lepas dari subsidi
negara. Hal ini dimungkinkan karena besarnya dana waqaf dan shadakah dari
masyarakat. Para pelajar juga dapat
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dan mendapatkan buku-buku pengetahuan
secara cuma-cuma. Hal ini semakin menarik perhatian para ulama dan pelajar
untuk bergabung di Al Azhar. Demikian istimewanya Al Azhar sampai-sampai
dinasti Utsmaniyyah memberikan kebebasan bagi rakyat Mesir untuk memilih
sendiri Imam Besar bagi Al Azhar, tanpa campur tangan khalifah.
Kegiatan pendidikan di Al Azhar sempat terhenti ketika pasukan Prancis di
bawah Napoleon Bonaparte mengalahkan Mesir pada tahun 1213 H/1789 M. Napoleon
sendiri menghormati Al Azhar para ulamanya. Bahkan ia membentuk semacam dewan
yang terdiri dari sembilan syaikh untuk memerintah Mesir. Namun hal itu tidak
menghentikan perang antara kaum muslimin di bawah pimpinan Syaikh Muhamad Al
Sadat melawan imperialis Prancis. Melihat situasi waktu itu akhirnya Imam Agung
Al Azhar dan para ulama sepakat untuk menutup kegiatan belajar di Al Azhar
karena aktivitas jihad fi sabilillah.
Tiga tahun setelah pasukan Prancis keluar dari Mesir, barulah Al Azhar
kembali dibuka. Namun kelihatannya para penguasa muslim telah kehilangan
kejayaannya. Sampai-sampai ketika Muhammad Ali menguasai Mesir pada tahun 1220
H/1805 M, ia malah mengirim para pelajar Al Azhar untuk belajar ke Eropa untuk
keperluan modernisasi dunia Islam. Meski begitu, tetap saja Al Azhar menjadi
pusat pendidikan yang terbilang luar biasa bagi dunia Islam.
F. Fakultas-fakultas di Universitas Al-Azhar
Saat
ini Al Azhar mempunyai 41 fakultas. 19 fakultas berada di Kairo, dan selebihnya
tersebar di berbagai propinsi. Ada
sedikit perbedaan antara fakultas Al Azhar putra dan fakultas Al Azhar putri.
Fakultas Al Azhar putra terdiri dari:
o Fakultas
Ushuluddin, dengan 4 jurusan; tafsir dan ilmu-ilmu Al Quran, hadits dan
ilmu-ilmu hadits, aqidah dan filsafat, dan dakwah dan peradaban Islam.
o Fakultas
Syari’ah. Pada program S1, fakultas ini mempunyai 2 jurusan; syari’ah
Islamiyah, dan syari’ah dan hukum umum. Sedang pada program S2 terdapat 4
jurusan; ushul fiqh, perbandingan mazdhab, politik perundang-undangan dan fiqih
umum.
o Fakultas
Dakwah. Pada fakultas ini, jurusan baru ada pada program S2, yaitu menjadi
2 jurusan; perbandingan agama, dan kebudayaan Islam.
o Fakultas
Bahasa Arab dengan 3 jurusan; bahasa dan sastra Arab, sejarah dan
kebudayaan, dan juranalistik.
o Fakultas
Bahasa dan Terjemah
o Fakultas
Perdagangan dan Ekonomi
o Fakultas
Pendidikan
o Fakultas
Kedokteran
o Fakultas
Farmasi
o Fakultas
Teknik
o Fakultas
Ilmu Pasti Alam
o Fakultas
Pertanian.
Sedang fakultas-fakultas Al Azhar Putri terdiri dari:
o Fakultas
Ushulidin
o Fakultas
Syari’ah
o Fakultas
Bahasa Arab
o Fakulatas
Studi Sosial
o Fakultas
Kedokteran
o Fakultas
Ilmu Pasti Alam
o Fakultas
Perdagangan
Program
Akademi
Pada
setiap fakultas di Al Azhar terdapat 3 program; program S1, S2, dan S3. Program
S1 dengan masa kuliah 4 tahun, kecuali pada fakultas Syari’ah dan Hukum Umum
yang mempunyai masa kuliah 5 tahun. Lulusan program ini mendapat gelar Licence
(Lc). Ketentuan-ketentuan lain pada program ini, untuk bisa naik ke tingkat
selanjutnya mahasiswa harus lulus pada setiap mata kuliah atau maksimal dua
mata kuliah yang tertinggal.
Di
samping itu, bagi mahasiswa asing (selain negara-negara Arab) diwajibkan
menghafal 2 juz Al Quran, dan 7,5 juz bagi mahasiswa yang berasal dari
negara-negara Arab untuk setiap tingkat. Jadi sampai tingkat empat mahasiswa
non Arab harus menguasai 8 juz, dan 30 juz bagi mahasiswa asal Arab. Ujian
dilaksanakan 2 kali setahun (sistim semester). Setengah dari jumlah mata kuliah
pada semester pertama, dan sisanya pada semester ke dua. Jika ada satu yang
gagal pada semester pertama maka akan diulang pada semester ke dua. Kesempatan
mengulang dalam satu tingkat hanya diberikan maksimal 3 tahun. Kalau masih
gagal juga terpaksa akan dikeluarkan.
Program
Master (S2)
Masa
kuliah pada program ini hanya dua tahun, ditambah dua tahun lagi untuk menulis
risalah (thesis) untuk meraih gelar MA (Master of Art). Persyaratan untuk masuk
program ini harus hafal 8 juz Al Quran bagi mahasiswa non Arab, dan 30 juz bagi
mahasiswa asal Arab.
Untuk
bisa naik ke tingkat dua, harus lulus semua mata kuliah.Ujian diadakan dalam
dua gelombang. Jika ada satu yang gagal dalam gelombang pertama maka akan
diulang pada gelombang ke dua. Sama dengan program licence (S1), pada program
S2 ini kesempatan mengulang dalam satu tingkat diberikan maksimal 3 tahun.
Penulisan risalah baru bisa dilaksanakan setelah kerangka risalah diajukan ke
dosen pembimbing dan dinyatakan diterima.
Program
Doktor (S3)
Pada
program ini tidak ada masa kuliah lagi. Jadi langsung menulis disertasi untuk
meraih gelar doktor. Tema disertasi juga harus mendapatkan persetujuan dari
dosen pembimbing.
Di Mesir ada beberapa lembaga yang menyediakan
beasiswa untuk mahasiswa asing, baik itu lembaga pemerintah maupun lembaga
swasta. Namun, perlu diingat, semua itu tidak bisa diharapkan sepenuhnya,
mengingat kesempatan perolehannya sangat bersifat spekulatif.
Lembaga-lembaga itu di antaranya adalah:
1.
Majlis A`la Lis Syu-un
Al-Islamiyah (Dewan Tinggi Urusan Islam) menyediakan beasiswa sebesar 165
pound Mesir (sekitar 45 dollar AS) per bulan.
2.
Bait Zakat Kuwait ; 120
pound Mesir (sekitar 35 dollar AS)
3.
Rabithah Alam Islami.
Kantor pusatnya berada di Mekkah dan pengurusannya melalui surat.Jumlah
beasiswa sekitar 50 dollar AS per bulan
4.
Beasiswa Al Azhar,
sebanyak 165 pound Mesir (sekitar 45 dollar AS) per bulan
Dari empat sumber di atas, hanya diperbolehkan memperoleh
salah satunya saja dan tidak bisa ganda. Ada
pula lembaga beasiswa yang insidensiil, seperti Jam`iyah Tarbiyah, Jami`
Shalahuddin, Hai-ah Ighatsah (lembaga pertolongan) dan Internasional Islamic
Federation of Student Organizations (IIFSO) yang berpusat di Khartoum ,
Sudan , dan punya cabang di Cairo .[6]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pengaruh al-Ghazali (1085-1111 M) disebut sebagai awal terjadi pemisahan
ilmu agama dengan ilmu umum. Ada beberapa kota yang menjadi pusat kajian Islam di zamannya, yakni
Nisyapur, Baghdad ,
Kairo, Damaskus, dan Jerussalem. Ada
empat perguruan tinggi tertua di dunia Muslim yakni: (1) Nizhamiyah di Baghdad,
(2) al-Azhar di Kairo Mesir, (3) Cordova, dan (4) Kairwan Amir Nizam al-Muluk
di Maroko
2.
Universitas
Al-Azhar (diucapkan "AZ-har", bahasa Arab: جامعة الأزهر الشريف; Al-Azhar al-Šyarīf , Al-Azhar Mulia), adalah salah
satu pusat utama pendidikan sastra
Arab dan pengkajian Islam Sunni
di dunia
dan merupakan universitas pemberi gelar tertua kedua di dunia.
3.
Pada mulanya Universitas Al Azhar sebuah mesjid, seorang
komandan pasukan perang dinasti Fathimiyyah yang tengah berkuasa di Mesir, yang
bernama Juhar As Siqilli yang pertama kali menggagas berdirinya masjid Al
Azhar. Mesjid itu dibangun selama dua tahun dimulai pada tahun 358 Hijriyyah.
Selesai pada bulan Ramadlan 361 H, atau bertepatan pada tahun 972 Masehi. Pada
tanggal 7 Ramadlan 361 H
4.
Pasang surut terjadi di dunia Islam, demikian halnya
dengan Universitas al Azhar. Setelah kemajuan pesat sejak Dinasti Fatimiah,
mengalami kemunduran di zaman Kerajaan Otsman. Sampai munculnya kaum pembaharu
yang dipelopori Muhammad Abduh yang wafat tahun 1905, Beliau mengembangkan
Universitas al Azhar baik dari segi fisik maupun pemikirannya.
5.
Tiga setengah tahun setelah berdiri, Al Azhar mulai
menjadi pusat pendidikan masyarakat. Pada bulan Ramadlan 365 H, bertepatan
dengan bulan Oktober 975 M, pada masa kekuasaan Al Muiz.
6.
Pada setiap fakultas di Al Azhar terdapat 3 program;
program S1, S2, dan S3. Program S1 dengan masa kuliah 4 tahun, kecuali pada
fakultas Syari’ah dan Hukum Umum yang mempunyai masa kuliah 5 tahun. Lulusan
program ini mendapat gelar Licence (Lc). Ketentuan-ketentuan lain pada program
ini, untuk bisa naik ke tingkat selanjutnya mahasiswa harus lulus pada setiap
mata kuliah atau maksimal dua mata kuliah yang tertinggal
DAFTAR PUSTAKA
-
Abd.
Hakim, Atang, dkk, Metodologi Studi Islam,
Bandung : PT
Remaja Rosdakarya Offset. 2008.
-
Abdullah
Idi dan Toto Suhartono, Revitalisasi
Pendidikan Islam, Yogyakarta : Tiara Wacana,
2006. Hlm 7
-
Hasan
Langgulung, Pendidikan Islam Menghadap Abad ke 21, Jakarta : Pustaka
Al-Husna, 1988. Hlm 14
-
Munawar
Cholil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad
SAW, Jakarta
: Bulan Bintang, 1969. Hlm 15
-
Nasution,
Khoruddin, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta :
ACAdeMIA + TAZZAFA. 2004.
-
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2006.
-
Suparno
“Dari masjid jadi Universitas” dalam http://Suparno.geoge.com// Dari Masjid jadi
Universitas Diakses 26 Nopember 2010
[1]
Munawar Cholil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad
SAW, Jakarta
: Bulan Bintang, 1969. Hlm 15
[2]
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadap Abad ke 21, Jakarta : Pustaka
Al-Husna, 1988. Hlm 14
[3]
Abdullah Idi dan Toto Suhartono, Revitalisasi
Pendidikan Islam, Yogyakarta : Tiara
Wacana, 2006. Hlm 7
[4]
Suparno “Dari masjid jadi Universitas” dalam http://Suparno.geoge.com// Dari
Masjid jadi Universitas Diakses 26 Nopember 2010
[5]
Abd. Hakim, Atang, dkk, Metodologi Studi
Islam, Bandung :
PT Remaja Rosdakarya Offset. 2008.
Komentar
Posting Komentar