Sejarah Sosial Pendidikan Islam


BAB I
PENDAHULUAN

Pusat-pusat Pendidikan Islam masih terus mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan dunia islam.
Pusat-pusat pendidikan Islam adalah merupakan hasil pemikiran setempat yang dicetuskan oleh kebutuhan-kebutuhan suatu masyarakat Islam dan perkembangan yang digerakkan oleh jiwa Islam dan berpedoman kepada ajaran-ajarannya. Secara keseluruhan, pusat-pusat pendidikan Islam itu bukanlah yang datang dari luar atau terambil dari kebudayaan-kebudayaan lama, akan tetapi ia dalam pertumbuhan dan perkembangannya mempunyai hubungan erat dengan Islam secara umum, dan di dalamnya kelihatan tujuan-tujuan dan sikap-sikap kehidupan tersebut.
Pusat pendidikan yang bermacam-macam itu telah tumbuh dalam jarak yang jauh, dibawah pengaruh situasi-situasi yang tertentu dan untuk melahirkan tujuan-tujuan yang tertentu pula yang diinginkan oleh kebutuhan-kebutuhan kehidupan islam yang terus tumbuh dan berkembang.
Islam mengenal lembaga pendidikan atau pusat pendidikan semenjak detik-detik awal turunnya wahyu kepada Nabi SAW. Rumah al-arqam bin Abi al-arqam merupakan lembaga pendidikan pertama. Guru agung yang pertama, yaitu Nabi Muhammad SAW. Mengumpulkan sekumpulan kecil pengikut-pengikutnya yang percaya kepadanya secara diam-diam. Di rumah inilah beliau mengajar kumpulan kecil ini, ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan melalui malaikat jibril, dan membentuk idiologinya. Sesuai dengan ajaran-ajaran Islam yang mulia.
Pusat pendidikan Islam itu bukanlah lembaga beku, tetapi fleksibel, berkembang, dan menurut kehendak waktu dan tempat. Ketika orang-orang Islam berpindah dari mekkah ke madinah sesudah hijrah, rumah Al-Qur’an dan rumah-rumah lain sudah tidak dapat memuat bilangan kaum muslimin yang begitu besar, sesudah mereka mendirikan Negara di kota madinah. Tetapi sekarang masjid-lah yang memuat bilangan kaum muslimin yang besar ini, terutama karena masjid itulah yang menjadi pusat kehidupan masyarakat Islam semenjak didirikannya.
Masjid sebagai lembaga atau pusat pendidikan pokok pada zaman nabi SAW. Dan juga pada zaman Khulafa al-Rasyiddin[1] ketika ilmu-ilmu memasuki masyarakat Islam, ia juga memasuki masjid dan harus dipelajari bersama-sama dengan ilmu-ilmu agama. Lembaga pendidikan Islam yang ketiga dalam Islam hanya muncul setelah kerajaan Umayyah sudah lama memerintah di mana masjid dijadikan tempat belajar. Tetapi ini menghendaki adanya pelajaran diberikan sebelum mereka memasuki masjid, terutama bagi kanak-kanak. Inilah permulaan timbulnya kuttab.
Ilmu perkembangan abad mutakhir, tepatnya dalam millinium baru, peran globalisasi terasa sangat mendominasi aktivitas masyarakat. Kebuutuhan akan format satu system pendidikan yang komprehensif-kondusif dirasa sangat perlu diupayakan. Kondisi ini lebih disebabkan karena sangat urgennya pendidikan dalam pembinaan anak didik. Keberadaannya harus dilaksanakan secara komprehensif dan simultan antara nilai dan sikap, pengetahuan, kecerdasan, dan ketrampilan, serta kemampuan komunikasi dan kesadaran akan kesadaran lingkungan.
Format pendidikan yang lebih baik sudah menjadi keharusan di abad ini, sebab mereka yang menempati posisi penting adalah para educated person. Masyarakat yang berpengetahuan sudah menjadi keniscayaan, tak terkecuali masyarakat islam.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pendidik di Era Klasik
Periode klasik pada abad ke-13 H/7-9 M, semasa Rasul dan sesudahnya terutama pada masa Malik Ibn Anas (wafat th. 179 H/795 M), Abu hanifah (wafat  150/767), al-Syafi’i (wafat 204/820), dan Ahmad ibn Hanbal (wafat th. 241/855). Sejak abad ini secara intensif islam diformulasikan, digeneralisasikan, dan dibuat hubungan antara satu sisi dengan yang lainnya. Yang muncul kemudian adalah Islam yang abstrak dan transenden, Islam yang sudah ditarik dari dunia nyata.
Sejarah menjelaskan kepada kita bahwa pendidik khususnya pada Rasulallah, dan para sahabat bukan merupakan profesi atau pekerjaan untuk menghasilkan uang atau sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupannya, melainkan ia mengajar karena panggilan agama, yaitu sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mengharapkan keridhoanNya, menghidupkan agama, mengembangkan seruannya, dan menggantikan peranan Rasulallah SAW.
Umat manusia dalam sejarahnya telah memperlihatkan tentang pentingnya pendidikan. Hal ini bisa ditelusuri mulai sejak dari masa rasul hingga masa sekarang ini. Usaha pendidikan ini kemudian ditindaklanjuti oleh generasi berikutnya, pendidikan dan pengajaran terus tumbuh dan berkembang pada masa Khulafa al-Rasyidin, masa Bani Umayyah, dan masa Bani Abbasiyah.
Daulah abbasiyah didirikan oleh keturunan Abbas paman Rasulallah, yaitu: Abdullah Al-saffah, ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah al-Abbas. Daulah abbasiyah mencapai puncak keemasan dan kejayaannaya pada periode 1. Para Khalifah pada masa periode 1 dikenal sebagai tokoh yang kuat, pusat kekuasaan politik, dan agama sekaligus.

B.       Pusat-pusat Kegiatan Belajar Mengajar Pada Awal Kebangkitan Islam
Dalam sejarah islam dikenal banyak sekali tempat dan pusat pendidikan dengan jenis, tingkatan dan sifatnya yang khas. Dalam buku at-Tarbiyah al-Islamiyah, Nuzumuha, Falsafatuha, Tarikhuha, Ahmad Shalabi menyebutkan tempat-tempat itu sebagai berikut: Kuttab, Al-Qushur, Hawamit al-Waraqiin, mandzil al-Ulama, al-Badiyah, dan al-Madrasah[2]. Ia membagi institusi-institusi pendidikan islam tersebut menjadi dua kelompok, yaitu kelompok sebelum madrasah, dan sesudah madrasah, dengan demikian madrasah dianggap tonggak baru dalam pendidikan Islam. Sedangkan Hasan Abd ‘Al dalam penelitiannya mengenai institusi-institusi pendidikan pada abad ke-14 Hijriyah berpendapat sama seperti Ahmad Shalabi.
Para penulis lain menyebut tempat-tempat pendidikan seperti al-Muntadiyah, al-Hawanit, al-Zawaya, al-Ribat, halaqat al-Dzikr. Hasan Muhammad Hasan dan Nadiyat Jamaluddin menyebutkan institusi-institusi itu dan dikaitkan dengan pendidikan-pendidikan yang ada dalam islam.[3] Semua itu menunjukkan bahwa tempat pendidikan di dalam islam sangat variatif.
Penjelasan di antara pusat-pusat kegiatan belajar mengajar yang penting adalah:
1.    Kuttab
Dalam dunia islam sebelum muncul lembaga pendidikan formal (sekolah dan universitas) sebenarnya telah berkembang lembaga pendidikan Islam yang nonformal. Salah satu diantaranaya adalah kuttab atau maktab. Kuttab dan maktab berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis, jadi Kuttab adalah tempat belajar menulis.
Kuttab dalam bentuk awalnya hanya berupa ruangan di rumah seorang guru. Sejalan dengan meluasnya wilayah kekuasaan kaum muslimin, bertambah pulalah jumlah penduduk yang memeluk islam. Kondisi ang demikian ini mendorong  para guru dan orang tua mencari tempat lain yang lebih lapang, yaitu sudut-sudut masjid (bilik-bilik yang berhubungan dengan masjud). Selain dari kuttab-kuttab yang di adakan di dalam masjid terdapat pula kuttab-kuttab umum dalam bentuk madrasah yang mempunyai gedung sendiri dan dapat menampung ribuan murid.[4] Pada akhir abad pertama hijriyah mulai timbul jenis kuttab yang disamping memberikan pelajaran menulis dan membaca, juga mengajarkan yang lain, yakni meliputi:
a)    Membaca al-Qur’an dan menghafalnya
b)   Pokok-pokok agama islam seperti: Wudhu, sholat dan puasa
c)    Menulis
d)   Kisah (riwayat) orang-orang besar
e)    Membaca dan menghafal sya’ir-sya’ir atau natsar-natsar (prosa)
f)    Berhitung dan
g)   Pokok-pokok ilmu Nahwu dn ilmu Sharaf ala kadarnya
Kuttab merupakan pusat pendidikan islam yang terlama. Tampaknya kuttab ini didirikan oleh orang Arab pada masa Abu Bakar dan Umar, yaitu sesudah mereka melakukan penaklukan-penaklukan dan sesudah mereka mempunyai hubungan dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Diseluruh negeri Islam, Kuttab itu merupakan tempat yang utama untuk mengajarkan Al-Qur’an untuk anak-anak.[5] Selain itu Kuttab juga merupakan tempat mengajarkan membaca, menulis dan agama untuk semua orang, baik anak-anak orang kaya maupun orang miskin dan para guru yang mengajar pada Kuttab dilarang membeda-bedakan antara anak-anak orang kaya dan anak-anak otang miskin.
Pada masa dinasti abbasiyah metode pendidikan `tau pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam:
a.    Metode Lisan, dalam bentuk dikte (imla), ceramah, qiro’ah dan diskusi.
b.    Metode menghafal, yang merupakan cirri umum pada system pendidikan pada masa daulah Abbasiyah.
c.    Metode tulisan, merupakan metode yang paling penting dalam proses belajar mengajar pada masa ini, karena meode ini merupakan pengkopian karya-karya ulama.
Sedangkan materi pendidikan dasar terbagi menjadi dua bagian:
a.    Bersifat wajib/ijbari meliputi materi pelajaran: Al-Qur’an, Sholat, do’a, sedikit nahwu, dan bahasa arab serta membaca dan menulis.
b.    Bersifat pilihan/ikhtiari meliputi: berhitung, syair-syair, Khat atau tulisan indah dan semua nahwu dan sharaf.
Pelajaran-pelajarn ini tetap dibebaskan/merupakan pilihan, selama ahli atau keluarganya tidak mensyaratkannya.
Materi pendidikan dasar di atas selaras dengan falsafah masyarakat yang hidup di dalamnya dan brtujuan untuk mewujudkan:
a)    Persiapan untuk kehidupan di akhirat, dengan cara mendidik anak-anak menaati perintah Allah SWT. Dan menjauhi segala laranganNya, serta senantiasa bersyukur kepadaNya.
b)   Memungkinkan anak untuk mengetahui kelompok-kelompok ilmu dan keahlian-keahlian yang akan membantu mereka mencapai keberhasilan dalam hidup dan bermanfaat bagi masyarakat.
Pada jenjang pendidikan dasar kuttab, metode pengajaran yang digunakan adalah: metode pengulangan dan hafalan, maksudnya guru mengulang bacaan Al-Qur’an/Hadits dan ilmu lainnya di depan murid dan murid mengikutinya sampai hafal.
Waktu belajar di kuttab dilakukan pada pagi hari hingga waktu sholat ashar mulai hari sabtu sampai dengan hari kamis. Sedangkan hari Jum’at, tanggal 1 syawal dan tiga hari pada hari raya Idul Adha adalah hari libur.
2.    Masjid dan Jami’
Masjid dapat dianggap sebagai lembaga ilmu pengetahuan tertua dalam islam, pembangunannya dimulai semenjak zaman Nabi dan ia tersebar sampai kenegeri arab. Disamping tugasnya yang utama sebagai tempat menunaikan sholat dan beribadah Dalam masjid inilah mulai mengajarkan al-Qur’an dan dasar-dasar agama islam pada masa Rasulallah, Masjid dan Jami’ berfungsi sebagai sekolah menengah dan perguruan tinggi dalam waktu yang sama. Sebenarnya, masjid pada pertama kalinya merupakan tempat untuk pendidikan dasar, akan tetapi orang-orang islam berpendapat lebih baik memisahkan pendidikan anak-anak pada tempat yang tertentu, demi menjaga kehormatan masjid dari keributan anak-anak dank arena mereka belu mampu menjaga kebersihan.
Di antara masjid-masjid dan Jami’ yang terkenal sebagai pusat kegiatan belajar mengajar adalah:
a)        Jami’ Umar bin Ash. Ia digunakan sebagai tempat belajar mulai tahun 36 Hijriyah dan pada tahun ini pula para ulama dan Fuqaha mulai mengajar, kemudian pendidikan disitu terus berkembang, sehingga melengkapi pelajaran Fikih, Hadits, dan Ilmu Kedokteran.
b)        Jami’ Ahmad bin Thulun. Masjid ini sempurna di dirikan pada tahun 256 Hijriyah.
c)        Masjid Al-Azhar. Masjid ini dianggap sebagai lembaga ilmu pengetahuan islam yang termasyhur, dan kemasyhurannya ini masih tetap sampai pada masa kita sekarang. Pada waktu sekarang ini Universitas Al-Azhar bukan lagi merupakan lembaga pendidikan tinggi agam, akan tetapi disana telah terdapat berbagai fakultas untuk pendidikan umum.

3.    Dawarul Hikmah dan Dawarul Ilmu
Dawarul Hikamah ini muncul pada waktu berccmpurnya bermacam-macam bangsa dan peradaban pada masa kerajaan abbasiyah dan pada masa bangkitnya gerakan intelek yang hebat yang telah mendorong orang-orang islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan zaman kuno. Menurut pendapat yang lebih kuat lahir lembaga-lembaga ini adalah pada masa Al-Rasyid. Tujuan utama daripada mendirikan lembaga-lembaga itu ialah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan asing, terutama ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan orang Griek dan Falsafah mereka kedalam bahasa arab untuk dipelajari. Pada waktu itulah telah diterjemahkan kitab-kitab berbahasa asing kedalam bahasa arab dan telah menghasilkan ulama-ulama yang terkenal, diantaranya Khawarizmi sebagai ilmu falak yang terkenal dan Ja’far Muhammad sebagai ahli dalam ilmu ukur dan mantiq.
4.    Madrasah
Madrasah (Tempat belajar, dari akar kata darasa: belajar) adalah satu jenis yang lain dari lembaga pendidikan tinggi, dan ia mulai muncul pada akhir abad IV Hijriyah.
Madrasah merupakan nama atau sebutan bagi sekolah islam, tempat proes belajar mengajar ajaran islam secara formal yang mempunyai kelas (dengan sarana antara lain meja, bangku, dan papan tulis) dan kurikulum dalam bentuk klasikal.[6] Persamaan kata madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah.[7]
Madrasah itu tidak ada bedanya dari masjid atau jami’, baik dari segi bangunan, tugas maupun tujuannya. Hanya madrasah itu lebih lengkap persiapannya untuk study dan untuk tempat tinggal bagi para pelajar-pelajar yang belajar secara Full Timer.[8]madrasahpun telah digunakan pula untuk melaksanakan tujuan-tujuan masjid, seperti digunakan untuk melakukan shalat sebagaiman dilakukan di masjid-masjid, kemudian madrasah juga digunakan sebagai pengadilan. Namun demikian madrasah mempunyai tugas pokok yang tersendiri yaitu untuk mengajar fikih yang sejalan dengan satu atau lebih dari mazhab ahlu sunnah yang empat itu, dengan cara menarik para pelajar-pelajar untuk menggunakan waktu mereka sepenuhnya dalam belajar, dan memberikan gaji tetap bagi para guru, sehingga mereka tidak usah mencari pekerjaan lain untuk mencari penghidupan mereka.
5.    Al-Khawanik, Azzawara, dan Arrabath
Ditinjau dari banyak segi, lembaga-lembaga ini lebih banyak menyerupai Monastry dan hermitage, karena pelajar-pelajar mengasingkan diri mereka untuk belajar dan beribadat di lembaga-lembaga ini, sebagaimana biasanaya disediakan untuk orang mystics dan tasawuf. Tampaknya Al-Khawanik ini lebih tersebar luas dan lebih berperan dari Az-zawaya dan ar-rabth. Di Al-Khawanik telah diatur beberapa mata pelajaran, diantaranya adalah empat mata pelajaran untuk fuqoha empat mazhab, beberapa mata pelajaran Hadits Nabi. Beberapa mata pelajaran untuk membaca al-Qur’an dalam tujuh buah riwayat.[9] Pada sebagian Al-Khawanik diperlengkapi dengan semua kebutuahn para pelajar di dalam Khanqah masing-masing agar mereka terfokus untuk belajar dan beribadat serta tidak perlu berhubungan dengan dunia luar.[10]
Adapun Zawiyah menyerupai Khanqah dari segi tujuan, akan tetapi Zawiyah ini lebih kecil dari Khanqah dan di bangun untuk orang-orang tasawuf yang fakir supaya mereka dapat belajar dan beribadat.[11]
Menurut pengertian yang diberikan al-Maqrizi yang dimaksud dengan Ar-Rabath ialah rumah-rumah yang sufi dan tempat tinggal mereka yang di diami oleh sejumlah yang terbatas dari Fuqara’ yang mengasingkan diri yang tidak mempunyai keluarga dan mempersiapkan diri mereka untuk belajar dan beribadat semata-mata.
6.    Al-Bimaristan
Orang-orang islam mendirikan al-Bimaristan untuk pengobatan orang-orang islam dengan cara gratis dan untuk mempelajari ilmu kedokteran secara praktis. Menurut keterangan dari al-Maqrizi, orang yang mula-mula membangun al-Bimaristan dan Rumah sakit adalah Al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 88 H.
7.    Halaqotud Dars dan Al-Ijtima’at Al-Ilmiyah
Salah satu cirri dari pendidikan islam ialah mudah dan elatis, dan sebagai bukti untuk itu ialah terdapatnya Halaqotud Dars dan Al-Ijtima’at Al-Ilmiyah yang bertujuan untuk menyebarkan ilmu. Halaqot ini merupakan satu cara yang penting menyebarkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dengan cara yang mudah dan terikat dengan tempat yang tertentu. Sistem ini telah membantu pembahasan ilmu secara merata yang dilakukan oleh perorangan, berhubungan dengan guru dan berdiskusi. Halaqotud Darsdi adakan di rumah-rumah para ulama, di istana raja-raja dan pembesar-pembesar.
8.    Duwarul Kutub (Perpustakaan-perpustakaan)
Duwarul Kutub (Perpustakaan-perpustakaan) yang besar yang memegang peranan penting dalam menyukseskan tugas-tugas lembaga-lembaga pendidikan tersebut dalam bentuk yang lebih sempurna, dan juga membantu berlangsungnya terus pelajaran, prestasi, penelitian perorangan, serta memudahkan cara-cara memperoleh pendidikan bagi orang banyak. Perpustakaan-perpustakaan itu telah tersebar dalam bentuk yang belum pernah dikenal sebelum itu, dan lagi ia merupakan satu keistimewaan khusus bagi lembaga-lembaga pendidikan islam. Kebanyakan madrasah-madrasah, masjid-masjid, Duwaru Ilmi da Duwarul Hikmah telah diisi dengan perpustakaan-perpustakaan besar.



BAB 1II
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari kesekian pusat kegaiatn belajar mengajar yang ada pada awal kebangkitan islam tampaknya madrasah yang menjadi alternatif pengembangan sampai saat ini. Walaupun  pada dasarnyamadrasah merupakan transformasi dari masjid.
Madrasah mencerminkan transformasi dalam bidang administrasi dan manajemen. Berbeda dengan masjid, madrasah telah mengarah pada system pengelolaan pendidikan yang lebih professional. Madrasah memilik aturan-aturan tertentu menyangkut hamper seluruh komponen pendidikan.











DAFTAR PUSTAKA

Yunus, Mahmud, 1992. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hidakarya Agung.
Syalabi, Ahmad. 1973. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Hasan Fahmi, Asma. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Alih Bahasa  Ibrahim Husein. Jakarta: Bulan Bintang, t.th.
Hasbullah. 1996. Sejarah pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dewan Redaksi Ensklopedi Islam. 1994. Ensklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Zuhairini, dkk.,1997, Sejarah pendidikan Islam, Jakarta: Dirjen Bagais Depag. Penerbit Bumi Aksara.



[1] Hasan Langgulung, Asas-asas pendidikan Islam, Jakarta: PT Al-Husna Baru, 2000, h. 205.
[2] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, dari Zaman Nabi SAW., Khalifah Rasyidin, Bani Umayyah dan Abbasiyah sampai zaman mamluks dan umayah turki, Jakarta: Mutiara, 1996/1386 H, Cetakan Pertama, hlm. 6.
[3] Ahmad Shalabi, al-Tarbiyah al-Islamiyah, Nuzumuha, Faalsafatuha, Tarikhuha, hlm. 16.
[4] Ensklopedia Islam 3, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hlm. 870.
[5] Asma Hasan Fahmi, Mabaadiu al-tarbiyahal-Islamiyah, (Terjemahan), Jakarta: Bulan Bintang, t.t, hlm. 97.
[6] Dewan Redaksi Ensklopedi Islam, Ensklopedi Islam, Jakarta: ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. Ke-1, 1993, hlm. 105.
[7] Madrasah merupakan isim makan dari “darasa” yang berarti “tempat duduk untuk belajar”. Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan tinngi (terutama perguruan tinggi islam). Hasbullah, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 160
[8] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, hlm, 42.
[9] Asma Hasan Fahmi, Mabaadiu al-tarbiyahal-Islamiyah, (Terjemahan), Jakarta: Bulan Bintang, t.t, hlm. 46
[10] Ibid.
[11] Ibid,. hlm. 16

Komentar

  1. Titanium Guitar chords - The Guitar Math Wiki
    This page describes the Guitar Math by TITNACON. titanium exhaust wrap and to titanium septum jewelry the Guitar Math Guitar titanium 170 welder Calculator. titanium hair and titanium network surf freely to the Guitar Math by TITNACON, which includes

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Landasan Religius Pendidikan

PARADIGMA PENDIDIKAN

Teknik-teknik supervisi pendidikan