Metode Pembelajaran Fiqih
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fiqih
sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu Islam yang lain mempunyai andil besar
dalam proses pembentukan karakter seorang muslim. Karena ia mengatur dan mengarahkan gerak dan
tingkah laku manusia sesuai syariat Islam. Sebagai contoh masalah warist yang
terdapat dalam ilmu fiqih, mempunyai dampak yang sangat besar bagi peradaban
manusia, dan umat islam khususnya.
Ilmu mawarist mengatur tata laku bagaimana
membagi harta warisan. Dengan kaidah-kaidah yang telah ditentukan oleh Zat Maha
Penghitung (Al Muhsiy), yang niscaya pembagian itu akan adil. Serta
mampu menghilangkan persengketaan antar keluarga, yang berdampak pada hancurnya
tali silaturrahmi.
Sebagai orang yang bergelut di dunia
pendidikan, khususnya pendidikan Islam tentulah kita harus paham dengan benar
tentang masalah warist. Karena menyampaikan ilmu secara sempurna adalah tugas
kita sebagai pendidik, dan tugas kita sebagai hamba Allah Swt.
Paham tentang masalah warist, syarat dan
rukunnya saja tentulah tidak cukup. Seorang guru juga harus mampu menggunakan
metode yang tepat dalam mentransfer ilmu mawarist tersebut. Karena jika kita
menggunakan metode yang kurang tepat, tentulah tujuan pembelajaran tidak akan
berjalan efektif dan efisien.
Metode yang cocok akan meningkatkan daya
serap siswa dan menjadikan proses belajar mengajar menjadi menarik. Semoga
makalah yang sederhana ini, menjadi sarana penyegar ingatan kita memahami
kembali tentang ilmu mawarist. Dan menjadi media diskusi, dalam menemukan
metode yang tepat bagi pembelajaran ilmu Mawarist.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang penulis angkat pada makalah
ini adalah :
- Apa pengertian Mata
Pelajaran fiqih, fungsi, tujuan, ruang lingkup, dan pendekatan dalam
pengajaran fiqih?
- Apa itu warist,
syarat dan rukunnya ?
- Apa arti metodologi ?
- Metode-metode apa
saja yang dapat dipakai dalam pembelajaran ilmu mawarist ?
C. Tujuan
Pembahasan
- Untuk mengetahui apa pengertian fiqih, fungsi, tujuan, ruang lingkup, dan pendekatan dalam pengajaran fiqih.
- Untuk mengetahui
apa itu warist, syarat dan rukunnya.
- Untuk mengetahui apa arti metodologi.
- Untuk mengetahui metode-metode apa saja yang dapat dipakai dalam pembelajaran ilmu mawarist.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mata Pelajaran Fiqih
Pengertian Mata
Pelajaran figih dalam kurikulum madrasah adalah: bimbingan untuk mengetahui
ketentuan-ketentuan syariat islam. Materi yang sifatnya memberikan bimbingan terhadap
siswa agar dapat memahami, menghayati dan mengamalkan pelaksanaan syari’at
tersebut, yang kemudian menjadi dasar pandangan dalam kehidupannya, keluarga
dan masyarakatnya. Bentuk bimbingan tersebut tidak terbatas pada pemberian
pengetahuan, tetapi lebih jauh seorang guru dapat menjadi contoh teladan bagi
siswa dan masyarakat lingkungannya. Dengan keteladanan guru ini, diharapkan
para orang tua dan masyarakat membantu secara aktif pelaksanaan mata pelajaran
fiqih di rumah tangga dan masyarakat lingkungannya.
1.
Fungsi
Mata Pelajaran Fiqih
Fungsi Mata Pelajaran
fiqih di Madrasah :
a. Mendorong
tumbuhnya kesadaran beribadah kepada Allah SWT
b. Membentuk
kebiasaan melaksanakan syariat dengan ikhlas.
c. Membentuk
kebiasaan melaksanakan tuntunan akhlak yang mulia.
d. Mendorong
tumbuhnya kesadaran mensyukuri nikmat Allah dengan mengolah dan memanfaatkan
alam untuk kesejahteraan hidup.
e.
Membentuk kebiasaan menerapkan disiplin dan tanggung jawab sosial di madrasah dan
di masyarakat.
f. Membentuk
kebiasaan berbuat/berperilaku yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di
madrasah dan masyarakat.
g.
Mumpulan pelaksanaan ketentuan-ketentuan syariat yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
2.
Tujuan
Pengajaran Materi Fiqih
Tujuan
Pengajaran Fiqih di Madrasah
a. Agar siswa dapat
mengetahui dan memahami pokok-pokok syari’at Islam secara terperinci dan
menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan aqli. Pengetahuan dan pemahaman yang
diharapkan menjadi pedoman hidup dalam kehidupan beragama dan sosialnya.
b. Agar siswa dapat
melaksanakan/mengamalkan ketentuan syariat dengan benar. Pengalaman yang
diharapkan menumbuhkan ketaatan menjalankan syariat, disiplin dan tanggung
jawab sosial yang tinggi dalam kehidupannya.
3.
Ruang
Lingkup
Mata pelajaran Fiqih
dalam kurikulum Madrasah berisi pokok-pokok materi:
a.
Hubungan
manusia dengan Allah SWT
Siswa dibimbing untuk meyakini bahwa hubungan vertikal kepada Allah
merupakan ibadah yang utama dan pertama. Materinya meliputi: Thoharoh, Sholat,
Puasa, Zakat, Haji dan Umroh, Qurban, Aqiqoh, Shadaqah, Infaq, Hadiah dan
Wakaf.
b.
Hubungan
manusia dan manusia
Siswa dibimbing dan dididik menjadi anggota masyarakat sosial dengan
berakhlak mulia dan berusaha menjadi teladan masyarakat. Materinya meliputi:
Muamalat (jual-beli, hutang-piutang, sewa menyewa, pinjam meminjam dll),
munakahat (nikah, mahroh, talak, idah dan rujuk), penyelenggaraan Janazah dan
Ta’ziyah, Warisan, Jinayat, Hubbul Watan dan kependudukan.
c.
Hubungan
manusia dengan alam
Siswa dididik dan dibimbing untuk peka dan cinta terhadap lingkungan
hidup. Materinya meliputi: memelihara kelestarian alam dan lingkungan, dampak
kerusakan lingkungan alam terhadap kehidupan, makanan dan minuman yang
dihalalkan dan yang diharamkan. Binatang yang dihalalkan dan diharamkan, binatang
sembelihan dan tetentuannya.
4.
Pendekaatan
Pembelajaran Fiqih
Dalam pengajaran Mata
pelajaran Fiqih, digunakan beberapa pendekatan, antara lain:
a. Pendekatan rasional
adalah suatu pendekatan dalam proses belajar mengajar yang lebih menekankan
kepada aspek berfikir (penalaran). Pendekatan ini dapat berbentuk proses
berfikir induktif yang dapat dimulai dengan memperkenalkan konsep, informasi,
atau contoh-contoh dan kemudian ditarik suatu generalisasi (kesimpulan) yang
bersifat menyeluruh (umum) atau proses berfikir deduktif yang dimulai dari
kesimpulan umum dan keludian dijelaskan secara rinci melalui contoh-contoh dan
bagian-bagiannya.
b. Pendekatan
Emosional adalah pendekatan yang dilakukan untuk menggugah perasaan dan hati
nurani dengan contoh pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.
B. Waris, Syarat dan Rukunnya.
Dalam Al Qur’an telah dijelaskan jenis
harta yang dilarang mengambilnya dan jenis harta yang boleh diambil dengan
jalan yang baik, di antara harta yang halal (boleh) diambil ialah harta pusaka
(warist). Di dalam Al Qur’an dan Hadist telah diatur cara pembagian harta
pusaka dengan seadil-adilnya, agar harta itu menjadi halal dan berfaedah.
Firman Allah Swt :
وﻻﺗﺄ ﻛﻠوااﻤواﻠﻛﻢ ﺑﻴﻨﻛﻢ ﺒﺎﻠﺑﺎﻂﻞ
“Dan
janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang bathil.” ( QS.
Al Baqarah : 188)
Warist berasal dari kata “mirats”
yang artinya, harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia.
Sedangkan menurut Istilah ialah :
ﻋﻠﻢ ﻴﻌﺮﻒ ﺒﻪ ﻤﻥ
ﻳﺮﺚ ﻮﻤﻥﻻﻳﺮﺚ ﻮﻤﻘﺪﺍﺮﻛﻞ ﻮﺍﺮﺚ ﻮﻛﻴﻔﻳﺔ ﺍﻠﺘﻮﺯﻳﻊ
Artinya :
“Ilmu untuk mengetahui orang-orang yang
berhak menerima warisan dan orang-orang yang tidak berhak menerimanya, bagian
masing-msing ahli waris dan cara pembagiannya.”
Atau juga didefinisikan :
“Pengetahuan yang berkaitan dengan harta
warisan dan perhitungan untuk mengetahui kadar harta pusaka yang wajib
diberikan kepada tiap orang yang berhak.”
Ilmu Mawarist disebut pula ““ ﻔﺮﺍﺋﺾ “, bentuk jamak dari “ﻔﺮﻳﻀﺔ “
yang artinya “bagian tertentu”, atau “ketentuan”.(Sayyid Sabiq,
1983 : 245)
Disebut dengan ilmu mawarist karena dalam
ilmu ini dibicarakan hal-hal yang berkenaan dengan harta yang ditinggalkan oleh
orang yang meninggal dunia. Dinamakan ilmu faraidh, karena dalam
ilmu ini dibicarakan bagian-bagian tertentu yang telah ditetapkan besarnya bagi
masing-masing ahli warist. Akan tetapi kedua istilah tersebut prinsipnya sama
yaitu ilmu yang akan membicarakan tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan tirkah
(Harta peninggalan orang yang meninggal).
- Tujuan Ilmu
Mawarist
Secara umum tujuan mempelajari ilmu
mawarist adalah agar dapat melaksanakan pembagian harta warisan kepada ahli
warist yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan syari’at Islam. Agar diketahui
secara jelas siapa orang yang berhak menerima harta warisan dan beberapa bagian
masing-masing.
Menentukan pembagian harta warisan secara
adil dan benar sehingga tidak terjadi perselisihan di antara manusia
dikarenakan harta yang ditinggalkan orang yang meninggal.
- Sumber Hukum
Ilmu Mawarist
a.
Al
Qur’an
Ketentuan-ketentuan tentang ilmu mawarist,
khususnya yang berkaitan dengan pembagian harta warisan, pokok-pokoknya telah
ditentukan oleh Al Qur’an. Al Qur’an telah menjelaskannya dengan jelas dan
tegas. Bahkan tidak ada hukum-hukum yang dijelaskan secara terperinci kecuali
warist. Antara lain dijelaskan dalam surat An Nisa’ ayat 7-12, 176 dan dalam
surat-surat lainnya.
b.
Al
Hadist
Al Hadist adalah sumber hukum yang kedua setelah
Al Qur’an. Sesuai dengan kedudukannya, Al Hadist memberikan penegasan,
penjelasan apa yang belum ada dalam Al Qur’an. Juga Al Hadist memberikan
dorongan dan motivasi mengenai pelaksanaan mawarist.
Rasulullah Saw bersabda :
“Bagilah harta pusaka antara-antara ahli waris
menurut (ketentuan) kitab Allah Swt.” (HR. Muslim dan Abu Daud)
c.
Ijma’
dan Ijtihad
Ijma dan ijtihad para ulama banyak berperan dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan mawarits, terutama
menyangkut masalah teknis.
- Kedudukan Ilmu
Mawarist
Ilmu mawarits adalah ilmu yang sangat
penting dalam Islam karena dengan ilmu mawarits harta peninggalan seseorang
dapat disalurkan kepada yang berhak, sekaligus dapat mencegah adanya
perselisihan karena memperebutkan bagian dari harta peninggalan tersebut.
Dengan ilmu mawarits ini, maka tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Karena pembagian harta warisan ini adalah cara yang terbaik dalam pandangan
Allah dan manusia.
Ilmu mawarist ini harus benar-benar
dipahami, agar dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Sebagaimana makna
hadist yang berbunyi, “Pelajarilah faraidh dan ajarkanlah kepada orang lain,
karena masalah itu adalah separuh ilmu, dan mudah dilupakan, serta ilmu itu
yang pertama-tama akan dicabut dari umatku.” (HR. Ibnu Majah dan
Daruquthni)
- Hukum Mempelajari
Ilmu Mawarist
Kalau melihat hadist Nabi Saw yang
memerintahkan mempelajari ilmu mawarist, maka hukum mempelajari ilmu mawarist
adalah wajib.
“Asal hukum perintah itu adalah wajib”
Akan tetapi wajib di sini adalah wajib
kifayah. Jika di suatu tempat tertentu ada yang mempelajarinya, maka sudah
terpenuhi tuntunan Rasul. Tapi jika tidak ada orang yang mempelajarinya, maka
semua orang berdosa.
- Syarat, Sebab dan
Halangan Waris-Mewarisi :
Syarat yang menjadi sebab bisa dilaksanakannya
hukum waris adalah :
a.
Karena
hubungan keluarga.
b.
Karena
hubungan perkawinan.
c.
Karena
hubungan wala’ (hubungan yang timbul karena memerdekan hamba sahaya)
d.
Karena
hubungan agama
Sedangkan syarat yang menjadi halangan
waris-mewarisi, adalah :
a.
Hamba
sahaya.
b.
Pembunuh.
c.
Murtad
d.
Berlainan
Agama.(Sulaiman Rasyid, 2006 : 348)
- Rukun Warist secara umum ada (3
tiga), yaitu :
a.
Orang
yang mewariskan (telah meninggal)
b.
Ahli
waris.
c.
Tirkah
(harta yang diwariskan).(Ibid)
C. Pengertian Metodologi
Metode berasal dari dua suku kata, yaitu
yaitu Meta yang berarti “jalan” dan Hodos
yang berarti “melalui”. Jadi metode berarti jalan yang harus
dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan logos berarti
“ilmu”. (Arifin, 1991 : 61)
Istilah metode dalam kamus besar bahasa
Indonesia (1996) diartikan metode adalah cara yang teratur dan terpikir
baik-baik untuk mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan) atau cara kerja
tersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guru mencapai tujuan yang
disesuaikan.
Menurut Djamarah dan Zain (2002)
mendefinisikan bahwa metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Sementara itu Ahmad Tafsir (1998) mendefinisikan
bahwa metode adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.
D`ri paparan makna di atas bisa ditarik
suatu kesimpulan bahwa metodologi adalah suatu disiplin ilmu yang dipelajari
untuk mencapai suatu tujuan.
Jika kita kaitkan dengan pembelajaran
fiqih, maka metodologi pembelajaran fiqih adalah suatu ilmu atau yang
dipelajari untuk menyampaikan pelajaran fiqh kepada peserta didik.
D. Metode Penyampaian Pembelajaran Fiqih
(Warist)
Pelajaran fiqih adalah pelajaran yang
mempunyai nilai lebih di antara disiplin ilmu-ilmu Islam. Karena ia mempunyai
dimensi kognitif, afektif, dan psykomotor yang harus dicapai. Sulaiman
Rasyid (2006) dalam bukunya yang berjudul “Fiqih Islam”,
membagi beberapa bagian cabang (furu’) dalam ilmu fiqih, yaitu :
- Kitab Taharah
- Kitab Salat
- Kitab Jenazah
- Kitab Zakat
- Kitab Puasa
- Kitab Haji dan Umrah
- Kitab Muamalat
- Kitab Faraid
- Kitab Nikah
- Kitab Jinayat
- Kitab Hudud
- Kitab Jihad
- Kitab Makanan dan Penyembelihan
- Kitab Aqdiyah
- Kitab Al Khilafah
Pada
kitab faraid, yang dibahas adalah masalah waris, syarat dan rukunnya. Ada beberapa metode umum
yang digunakan dalam rangka melaksanakan proses pembelajaran waris, yaitu :
- Metode Ceramah
Metode ini adalah metode tertua yang dipraktekkan
sejak zaman dahulu kala. Pada ilmu mawarist, metode ini paling cocok dalam
menyampaikan hal-hal yang bersifat uraian. Sebagai contoh, pengertian warist,
ahli warist, sebab-sebab tidak menjadi ahli waris, ashabah, furudul muqaddarah,
serta wasiat.
- Metode Drill
Drill artinya latihan, yang dilakukan secara
berulang-ulang. Metode ini dapat dipakai untuk menyampaikan kaidah berhitung
pembagian harta waris. Tetapi hendaknya metode ini digunakan setelah guru
menjelaskan materi inti dengan menggunakan metode ceramah.
- Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu proses belajar
mengajar yang menempuh cara adanya kegiatan Tanya jawab antara guru dan murid.
Secara sekilas mungkin nampak kesamaan metode ini dengan metode diskusi, yaitu
:
a. Pada metode diskusi biasanya digunakan
untuk problem solving, mencari jalan
keluar bersama-sama. Sedangkan metode tanya jawab bagi peserta didik digunakan
untuk mengetahui suatu jawaban dari permasalahan, dan bagi guru untuk
mengetahui kedalaman pemahaman materi seorang siswa.
b. Diskusi lazimnya dilaksanakan pada suatu
forum, sedang Tanya jawab tidak perlu membentuk suatu forum.
Pada ilmu warist metode ini bisa kita gunakan
sebagai selingan pada saat kita tengah menyampaikan materi. Hal ini berguna
untuk mengukur kemampuan siswa dan sekaligus bisa untuk memusatkan perhatian
siswa.
- Metode Studi Kasus
Ialah suatu metode mengajar yang melatih siswa
untuk peka dan mampu dalam menyelesaikan suatu kasus, melalui ilmu yang telah
ia pelajari. Sebagai contoh, dalam ilmu mawarist siswa diberikan tugas
menghitung pembagian harta suatu keluarga, yang di dalamnya ada ahli waris, ada
hijab dan ada ashabah, dengan nilai harta waris yang telah ditentukan oleh
guru.
- Metode Pemberian
Tugas
Metode ini layak kita gunakan setelah penyampaian
materi telah usai dilaksanakan. Hakikat dari metode ini adalah, agar setelah
siswa pulang dari sekolah tanpa disadari ia telah mengulang pelajaran yang
diberikan melalui tugas yang diberikan oleh guru.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari paparan di atas dapat ditarik beberapa
kesimpulan, yaitu :
1.
Syarat
yang menjadi sebab bisa dilaksanakannya hukum waris adalah : Karena hubungan
keluarga, karena hubungan perkawinan, karena hubungan wala’ (hubungan yang timbul
karena memerdekakan hamba sahaya), karena hubungan agama. Sedangkan syarat yang
menjadi halangan waris-mewarisi, adalah : Hamba sahaya, pembunuh, murtad,
berlainan agama. Adapun rukun warist antara lain adalah, orang yang mewariskan,
ahli waris, tikah (harta yang diwariskan)
2.
Metodologi
adalah suatu disiplin ilmu yang dipelajari untuk mencapai suatu tujuan
3.
Adapun
metode-metode yang bisa digunakan untuk mengajarkan mata pelajaran warist
adalah : Ceramah, drill, studi kasus, pemberian tugas dan lain-lain.
B.
Saran
Hendaknya para guru dalam menyampaikan
ilmu warist lebih menekankan aspek pemahaman dan pelatihan dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Karena dalam ilmu mawarist konsentrasinya lebih banyak
pada ilmu perhitungan pembagian harta warist.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, 1998. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Arifin, 1981. Kapita
Selekta Pendidikan Islam. Semarang : Toha Putra
Azhar, Syamsul, 2001. Sains Teknologi Membuka Tabir Al Qur’an. Jakarta : Kalam Mulia
Ahmad, Zainal Abidin, 1975. Ushul Fiqh.
Jakarta : Bulan Bintang
Balai Pustaka, 1984. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: PN
Balai Pustaka
Bahreisj, Hussein, 1987. Himpunan Hadist
Shahih Muslim. Surabaya :
Al Ikhlas
Chairunniswah, 2000.
Ta’dib : Metode Pendidikan dalam Al Qur’an. Palembang : FT Tarbiyah IAIN Raden Fatah
Depdikbud, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1996.
Keputusan Menteri Agama RI Nomer: 372 Thn 1993. Tentang Kurikulum Pendidikan Dasar Berciri
Khas Agama Islam. Departemen Agama RI
Rasyid,
Sulaiman, 2006. Fiqih Islam. Jakarta: Sinar Baru Al Gesindo
Rosidi, 2000. Ta’dib : Penerapan Beberapa
Metode dalam Pengajaran Agama Islam. Palembang : FT Tarbiyah IAIN Raden
Fatah
Sabiq, Sayid, Beirut. Fiqih
Sunnah. Beirut : Darl Al Fikr
Saiful Bahri Djamarah dan Aswan
Zain, (2002) Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Team BSNP, 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta : BSNP
Zuhairini, 1983. Metodik Khusus
Pendidikan Agama.Surabaya : Usaha Nasional
Zaenuddin, Ahmad, 1986. Terjemah Hadist Shahih Bukhari. Semarang
: Toha Putra.
makasih . . .
BalasHapus