Landasan Sosial Budaya


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri, kepribadian kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (UU Sisdiknas No.20 tahun 2003). Pendidikan adalah asas, dasar atau fondasi yang memperkuat dan memperkokoh dunia pendidikan dalam rangka untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas dan bermutu. Pendidikan juga merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan taraf hidup suatu bangsa agar tidak sampai menjadi bangsa yang terbelakang dan tertinggal dengan bangsa lain.
Pendidikan saat ini telah direduksikan sebagai pembentukan intelektual semata, sehingga menyebabkan terjadinya kedangkalan budaya dan hilangnya identitas lokal dan nasional (Tilaar, 2004). Perubahan yang global dengan liberalisasi pendidikan sehingga menuntut lembaga pendidikan untuk mampu menghasilkan kualitas peserta didik yang dapat bersaing secara kompetitif agar dapat diterima pasar. Tuntutan untuk memenuhi kebutuhan pasar ini pada akhirnya akan mendorong lembaga pendidikan kita menjadi lebih bercirikan knowledge based economy institution. Pendidikan yang hanya berorientasi untuk mencetak generasi yang bisa diterima pasar secara ekonomis hanya akan mampu mencetak peserta didik yang berpikir dan bertindak global sehingga mereka tidak memiliki kecerdasan emosional yang akhirnya bermuara pada terjadinya krisis moral dari peserta didik.
Krisis multidimensi yang belum mampu teratasi saat ini merupakan bentuk dari shock culture atau keterkejutan budaya yang dialami karena selama ini tidak disiapkan untuk menghadapi perubahan jaman yang merupakan sebuah keniscayaan. Pendidikan selama ini hanya berorientasi pada usaha untuk mewariskan budaya lokal dan nasional atau hanya melihat fungsi pendidikan sebagai lembaga pentransmisi kebudayaan, bukan sebagai lembaga yang berusaha mempersiapkan peserta didik untuk mengkonstruksi kebudayaan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan jaman.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai. Pendidikan membuat orang berbudaya, pendidikan dan budaya bersama dan memajukan. Makin banyak orang menerima pendidikan makin berbudaya orang itu dan makin tinggi kebudayaan makin tinggi pula pendidikan atau cara mendidiknya.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang disengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan manusia agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya. Secara sosiologi pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi kegenerasi, agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur sosial budaya. Memasuki abad ke-21 dan menyongsong milenium ketiga tentu akan terjadi banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari era globalisasi. Dan pada kenyataannya masyarakat mengalami perubahan sosial yang begitu cepat, maju dan memperlihatkan gejala desintegratif yang meliputi berbagai sendi kehidupan dan menjadi masalah, salah satunya dirasakan oleh dunia pendidikan. Tak hanya perubahan sosial, budaya pun berpengaruh besar dalam dunia pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara hidup, berkomunikasi, berpikir, dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan mengetahui begitu pesatnya arus perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat merespon hal-hal tersebut secara baik dan bijak.


B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.      Apa konsep sosial budaya pendidikan?
2.      Apa fungsi sosial budaya terhadap pendidikan?
3.      Bagaimana hubungan sosial budaya dengan pendidikan?
4.      Bagaimana dampak konsep pendidikan?


C.      Metode Pemecahan Masalah
Langkah-langkah yang ditempuh menjawab permasalahan yang dituangkan dalam makalah ini adalah dengan menggunakan Metode Library Research (kepustakaan) yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahasa dalam makalah ini.











BAB II
PEMBAHASAN

A.      Konsep Sosial Budaya Pendidikan
Landasan sosial budaya pendidikan mencakup kekuatan sosial masyarakat yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Kekuatan tersebut dapat berupa kekuatan nyata dan potensial yang berpengaruh dalam perkembangan pendidikan dan sosial budaya seiring dengan dinamika masyarakat. Sehingga kondisi sosial budaya diasumsikan mempengaruhi terhadap program pendidikan yang tercermin dalam kurikulum.
Jadi, kajian mengenai dasar sosial dan budaya dari pendidikan bertujuan untuk membekali guru dengan pengetahuan yang mendalam tentang masyarakat dan kebudayaan di mana mereka hidup dan untuk membantu para guru untuk mengetahui bahwa pengertian mengenai masyarakat dan kebudayaan sangat penting artinya guna memahami tentang masalah pendidikan.
Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan. Pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berprilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Sekolah sebagai salah satu dari tempat enkulturasi suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan bagi anak dalam mengembangkan dirinya.
Pendidikan sebagai proses transformasi budaya merupakan kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain (Tirtarahardja dan Sulo, 2005:33). Pendidikan merupakan proses pemanusiaan untuk menjadikan manusia memiliki rasa kemanusiaan, menjadi manusia dewasa, dan manusia seutuhnya agar mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi secara penuh dan mengembangkan budaya. Koentjaraningrat (1974) mengemukakan bahwa kebudayaan dalam arti luas dapat berwujud (1) ideal, seperti ide, gagasan, dan nilai, (2) kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakatnya, dan (3) fisik, yakni benda hasil karya manusia.
Kebudayaan adalah keseluruhan dari hasil manusia hidup bermasyarakat yang berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama anggota manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, dan adat istiadat. Salah satu fungsi dari sekolah mencakup fungsi sosial. Sekolah dalam menjalankan fungsi sosial harus mampu mensosialisasikan peserta didik, sehingga mereka nantinya bisa merubah diri mereka dan merubah masyarakatnya. Masyarakat merupakan sebuah tempat yang menjadi tempat hidup, tumbuh, berkembang dan berubah bagi manusia. Sehingga sekolah tidak bisa dipisahkan dengan manusia, karena manusia merupakan anggota masyarakat dan menjadi pendukung dari kebudayaan yang ada di dalamnya.
Kebudayaan dan pendidikan memiliki hubungan timbal balik sebab kebudayaan dapat dilestarikan dan dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara formal, nonformal, dan informal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri, dan pelaksanaan pendidikan ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana proses pendidikan itu berlangsung (Tirtarahardja dan Sulo, 2005). Pendidikan jika diabaikan dapat diasumsikan sosial budaya suatu bangsa akan mengalami kepunahan karena tidak ada proses transfer budaya sehingga tidak ada yang melestarikan dan mengembangkan budaya.
Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa pendidikan merupakan proses penyampaian kebudayaan (process of transmiting culture) mencakup segi keterampilan, pengetahuan, sikap, dan pola perilaku yang terencana dalam suatu program pembelajaran yang berfungsi membentuk pengalaman belajar peserta didik.


B.       Fungsi Sosial Budaya terhadap Pendidikan
Dalam perkembangan landasan sosial budaya memiliki fungsi yang amat penting dalam dunia pendidikan yaitu :
1.    Mewujudkan masyarakat yang cerdas,
yaitu masyarakat yang pancasilais yang memiliki cita-cita dan harapan dapat demokratis dan beradab, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan bertanggung jawab dan berakhlak mulia tertib dan sadar hukum, kooperatif dan kompetitif serta memiliki kesadaran dan solidaritas antar generasi dan antara bangsa.
2.    Transmisi budaya
Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah sebagai pusat penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada perguruan tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan tinggi.
3.    Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial berfungsi memberantas atau memperbaiki suatu perilaku menyimpang dan menyimpang terjadinya perilaku menyimpang. Pengendalian sosial juga berfungsi melindungi kesejahteraan masyarakat seperti lembaga pemasyarakatan dan lembaga pendidikan.
4.    Meningkatkan Iman dan Taqwa kepada Tuhan YME
Pendidikan sebagai budaya haruslah dapat membuat anak-anak mengembangkan kata hati dan perasaannya taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya.
5.    Analisis Kedudukan Pendidikan dalam Masyarakat
Hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat dapat dianalogikan sebagai selembar kain batik. Dalam hal ini motif-motif atau pola-pola gambarnya adalah lembaga pendidikan dan kain latarnya adalah masyarakat. Antara lembaga pendidikan dengan masyarakat terjadi hubungan timbal balik simbiosis mutualisme. Pendidikan atau sekolah memberi manfaat untuk meningkatkan peranan mereka sebagai warga masyarakat.

C.      Hubungan Sosial Budaya dengan Pendidikan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan zaman. Sehingga di dalam penentuan tujuan dan proses pelaksanaannya, pendidikan di Indonesia harus selalu berakar pada budaya atau karakter nasional dan disisi lain pendidikan juga harus mampu memenuhi tuntutan jaman, apalagi di era globalisasi yang menuntut high skilled labor (tenaga berketerampilan tinggi) yang bisa diterima oleh pasar global. Oleh karena itu orientasi pendidikan harus selalu merujuk pada dua hal penting yaitu melestarikan karakter nasional dan menciptakan lulusan yang dapat bersaing secara kompetitif di pasar global atau mencetak manusia yang bertindak lokal dan berpikir global.
Peran sekolah adalah sebagai pewaris, pemelihara, dan pembaharu kebudayaan. Kartono (1977) menyatakan bahwa sekolah hendaknya dapat dijadikan sebagai (1) sentrum budaya untuk mengoperkan nilai dan benda budaya sendiri agar budaya nasional tidak hilang ditelan masa, (2) arena untuk mengumpulkan ilmu pengetahuan modern, teknik dan pengalaman, dan (3) bengkel latihan untuk mempraktikkan hak asasi manusia selaku warga negara yang bebas ditengah iklim demokrasi. Sekolah memiliki tugas mewariskan, memelihara, dan mengembangkan budaya yang tercermin dalam kurikulum. Archie (2008) berpendapat:
Teachers working with students need increased awareness that different cultures interpret important concepts differently. The teacher trained on concepts of cultural centers is more prepared to stimulate learning among her students; she is aware of another reality and armed with a tool to employ a more multicultural approach to learning. The multicultural movement affirms a need for more culturally consistent models of education.

Guru bekerja sama dengan peserta didik meningkat kesadaran dengan menterjemahkan konsep budaya dengan cara berbeda. Guru mengarahkan ke konsep pusat kebudayaan dengan mempersiapkan dan motivasi belajar diantara peserta didik untuk sadar akan kenyataan dan berbekal belajar sebagai alat mendekati dunia kerja. Pergerakan multikultural meyakinkan bidang pendidikan sebagai suatu kebutuhan dengan model budaya yang konsisten.
Mangungwijaya dalam Tilaar (2004) menyatakan bahwa proses pendidikan memiliki dua aspek yang saling mengisi, yaitu sebagai proses hominisasi dan proses humanisasi. Pendidikan harus memiliki paradigma baru yang dapat menyajikan model dan strategi pembelajaran sehingga diharapkan dapat menyeimbangkan proses hominisasi dan humanisasi. Proses hominisasi melihat manusia sebagai makhluk hidup dalam konteks lingkungan ekologinya yang memerlukan terasahnya kemampuan intelektual untuk menghadapi tantangan globalisasi. Proses humanisasi menekankan manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai otonomi moral dan sensitivitas (kedaulatan budaya).
Kebudayaan dan pendidikan memiliki hubungan timbal balik sebab kebudayaan dapat dilestarikan dan dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun formal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri, dan pelaksanaan pendidikan ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana proses pendidikan itu berlangsung (Tirtarahardja dan Sulo, 2005). Salah satu fungsi dari sekolah mencakup fungsi sosial. Sekolah dalam menjalankan fungsi sosial harus mampu mensosialisasikan peserta didik, sehingga mereka nantinya bisa merubah diri mereka dan merubah masyarakatnya. Masyarakat merupakan sebuah tempat yang menjadi tempat hidup, tumbuh, berkembang dan berubah bagi manusia. Sehingga sekolah tidak bisa dipisahkan dengan manusia, karena manusia merupakan anggota masyarakat dan menjadi pendukung dari kebudayaan yang ada di dalamnya.
Sekolah dalam menjalankan perannya sebagai agen pembaharuan dalam budaya globalisasi, pendidikan dihadapkan pada dua fungsi yaitu mempersiapkan sumber daya manusia yang bisa bersaing secara global dan berusaha tetap melindungi budaya-budaya yang telah menjadi karakter nasional. Oleh sebab itu menurut Pidarta (1997) berpendapat pendidikan perlu (1) memasukkan materi pelajaran yang diambil dari keadaan nyata di masyarakat atau keluarga, (2) metode belajar yang mengaktifkan peserta didik, (3) mengadakan survey di masyarakat tentang berbagai kebudayaan, (4) ikut memecahkan masalah masyarakat, dan (5) memberi kesempatan berinovasi atau kreatif menciptakan sesuatu yang baru yang lebih baik tentang hidup dan kehidupan. Akibat dari kebudayaan masa kini terdapat kemungkinan pergeseran paradigma pendidikan yaitu dari sekolah ke masyarakat luas dengan berbagai pengalaman luas. Sehingga sekolah tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sekitarnya, keduanya saling menunjang. Sekolah merupakan agen pembangunan dan perubahan ke arah yang lebih baik bagi masyarakat.
D.      Dampak Konsep Pendidikan
Konsep pendidikan mengangkat derajat manusia sebagai makhluk budaya yaitu makhluk yang diberkati kemampuan untuk menciptakan nilai kebudayaan dan fungsi budaya dan pendidikan adalah kegiatan melontarkan nilai-nilai kebudayaan dari generasi ke generasi. Kebudayaan masyarakat jika dikaitkan dengan pendidikan maka ditemukan sejumlah konsep pendidikan, yaitu:
a.    Keberadaan sekolah tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sekitarnya
b.    Perlu dibentuk badan kerjasama antara sekolah dengan tokoh-tokoh masyarakat termasuk wakil orang tua siswa untuk ikut memajukan pendidikan
c.    Proses sosialisasi anak-anak perlu ditingkatkan
d.   Dinamika kelompok dimanfaatkan untuk belajar
e.    Kebudayaan menyangkut seluruh cara hidup dan kehidupan manusia yang diciptakan oleh manusia ikut mempengaruhi pendidikan atau perkembangan anak. Sebaliknya pendidikan juga dapat mengubah kebudayaan anak. (Made Pidarta, 1997:191-192).

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan-pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1.      Landasan sosial budaya pendidikan mencakup kekuatan sosial masyarakat yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Kekuatan tersebut dapat berupa kekuatan nyata dan potensial yang berpengaruh dalam perkembangan pendidikan dan sosial budaya seiring dengan dinamika masyarakat.
2.      Fungsi dari landasan social budaya dalam dunia pendidikan adalah: mewujudkan masyarakat yang cerdas; transmisi budaya; pengendalian social; meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan YME; dan sebagai analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat.
3.      Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan. Hubungan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat dapat dianalogikan sebagai selembar kain batik. Dalam hal ini motif-motif atau pola-pola gambarnya adalah lembaga pendidikan dan kain latarnya adalah masyarakat. Antara lembaga pendidikan dengan masyarakat terjadi hubungan timbal balik simbiosis mutualisme. Pendidikan atau sekolah memberi manfaat untuk meningkatkan peranan mereka sebagai warga masyarakat





DAFTAR PUSTAKA

Archie, M. 2008. Theories of Cultural Centeredness: Multiculturalism and Realities (online). (http://www.carleton.ca, diakses tanggal 10 Januari 2011).

Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Kartono, K. 1977. Tinjauan Holistik Mengenai Tujuan Pendidikan Nasional. Jakarta: Pradnya Paramita

Pidarta, M. 2000. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Sutikno Sobry, M. Landasan Pendidikan. Bandung: Prospect, 2008.

Tilaar, A. R. 2004. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

Tirtarahardja, U., dan Sulo, S. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Bandung: Citra Umbara.

Zubaedi. 2005. Pendidikan Berbasis Sekolah Upaya Menawarkan Solusi terhadap Berbagai Problem Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Landasan Religius Pendidikan

PARADIGMA PENDIDIKAN

Teknik-teknik supervisi pendidikan