Hakekat Pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah

Kita sepakat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita, terlebih lagi bagi kita yang bergerak dibidang pendidikan. Kitapun juga masih sepakat jika pendidikan diperlukan oleh semua  orang dan semua golongan. Mulai dari yang kaya hingga yang miskin, semua membutuhkan yang  namanya pendidikan. Tidak pernah sekalipun aktifitas manusia dan semua mahluk hidup ini keluar dari yang namamnya pendidikan. Jika pendidikan di kaitkan dengan aktifitas manusia, pendidikan akan menjadi menarik untuk terus diperbincangkan. Bahkan tak lelah juga yang namanya pendidikan ini senantiasa menjadi kajian menarik dalam setiap seminar hingga symposium.
Lantas, apakah makna dari pendidikan itu sendiri. Apakah pendidikan itu hanya berupa transfer of knowledge atau sekedar melatih saja. Hal ini lah yang akan kita bahas dalam makalah ini. Membahas tentang pendidikan mahluk hidup sebenarnya membahas juga yang namanya pendidikan, begitu pula sebaliknya, membahas pendidikan berarti juga membahas pelaku dari pendidikan itu sendiri.
Dalam sebuah adagium dinyakan bahwa kulitas suatu masyarakat dapat dilihat dari sisi pendidikannya. Adagium ini mensyaratkan bahwa jika ingin mendapatkan sebuah masyarakat yang berkualitas maka hal yang di perlukan pertama kali adalah, bagaimana pendidikannya. Jika pendidikan dalam sebuah masyarakat tersebut jelek, maka dipastikan jika masyarakat tersebut juga demikian adanya. Dalam hal ini tentunya semua orang akan sepakat, pendidikan adalah salah satu kunci dalam membangun sebuah peradaban. Bukankah wahyu Rosulallah yang pertama kali sudah jelas memberikan pengertian tentang pendidikan. Dengan turunya wahyu yang pertama kali diterima oleh Nabi Muhammad itu jelas memberikan isyarat jika peradaban yang luhur di mulai dari Pendidikan.
Akan tetapi seringkali kita dihadapakan pada pertanyaan, Pendidikan yang bagaimanakah yang diperlukan itu dalam membangun sebuah peradaban itu. Pertanyaan tersebut sudah barang tentu muncul dalam memaknai pendidikan. Terlebih wahyu tersebut berbunyi Bacalah, bukan hafallah atau tulislah. Hal inilah yang menjadi penting untuk kita kaji bersama. Akan tetapi sebelum membahas bagaimana pendidikan itu yang pertama-tama kita tentukan adalah memaknai hakekat pendidikan itu sendiri. Tanpa adanya pembahasan tentang hakekat dari pendidikan. Maka rumusan dan orientasi dari pendidikan akan melenceng dari kenyataan sebenarnya tentang pengertian dari pendidikan. Mengetahui hakekat dari pendidikan berarti mengetahui landasan filosif mengapa pendidikan itu diperlukan. Dan bagaimana pendidikan di terapkan.
Oleh karena kami dari kelompok satu, dalam pembahasan makalah landasan pendidikan, akan mencoba mengetengahkan hakekat dari pendidikan dengan harapan agar dalam menjalankan misi ataupun visi pendidikan itu tercapai, selain memang makalah ini merupakan tugas kelompok dari mahasiswa pascasarjana Manajamen Pendidikan Agama Islam STAI Diponegoro Tulungagung 2011

B.  Rumusan Masalah

1.      Apa arti hakekat
2.      Apa arti pendidikan baik secara etimologis ataupun terminologis
3.      Apa hakikat Pendidikan itu?

C.  Tujuan Pembahasan

1.      Untuk mengetahui pengertian dari hakekat
2.      Untuk mengetahui pendidikan baik secara etimologis ataupun terminologis
3.      Untuk mengetahui hakikat Pendidikan


















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Hakekat
Hakekat adalah intisari atau kenyataan yang sesungguhnya.[1] Dalam banyak pengertian hakekat sering kali di samakan dengan pengertian esensi. Dalam pengertian ini sebenernya tidak salah. Karena esensi ataupun hakekat memiliki arti yang sama. Bedanya, jika esensi adalah kalimat serapan yang berasal dari dunia barat sedangkan hakekat adalah serapan dari bahasa timur tengah (Arab). Memaknai kalimat dari hakekat berari juga memaknai secara mendalam tentang suatu pengertian. Dengan menggunakan hakekat sebagai kalimat awal, maka pengertian selanjutnya bergantung juga pada kalimat yang menyertai kalimat tersebut (hakekat).

B.  Pengertian Pendidikan
Makna pendidik`n secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya.
Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik yaitu ilmu menuntun anak, orang Romawi memandang pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erzichung yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak. Dalam bahasa Jawa pendidikan berarti penggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah, kejiwaan, mematangkan perasaan,  pikiran  dan  watak,  mengubah  kepribadian  sang  anak.  Sedangkan menurut Herbart pendidikan merupakan pembentukan peserta didik kepada yang diinginkan sipendidik yang diistilahkan dengan Educere.[2]
Sementara dalam wacana keislaman pengertian pendidikan lebih populer dengan istilah tarbiyah yang berarti pendidikan, ta’lim yang berarti pengajaran, ta’dib yang berarti pendidikan peradaban dan kebudayaan(penanaman budi pekerti), riyadhah yang berarti pengajaran dan pelatihan, irsyad yang berarti bimbingan dan tadris yang berarti belajar.[3]
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik” (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian proses pengubahan dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perluasan, dan cara mendidik.[4]
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.[5]

C.  Tinjauan Etimologis
1.      Istilah pendidikan, menurut Carter V. Good dalam Dictionary of Education” dijelaskan sebagai berikut:
a.
Pedagogy

:
1.
The  art,  practice  of  profession  of  teaching  
seni, praktik atau profesi sebagai pengajar (pengajaran)



2.
The sistematized learning or instruction concerning principles and methods of teaching and of student control and guidance; lagerly replaced by the term of education.
ilmu  yang  sistematiatau  pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan metode-metode mengajar pengawasan dan bimbingan murid dalam arti luas diartikan dengan istilah pendidikan
b.
Education
:
1.
2.
3.
4.
proses perkembangan pribadi;
proses sosial;
profesional cources;
seni untuk membuat    dan memahami ilmu pengetahuan yang tersusun yang diwarisi/dikembangkan generasi bangsa.[6]
2.      Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang popular digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term al-tarbiyah.
a.       Istilah al-Tarbiyah
Penggunaan sitilah al-Tarbiyah berasal dari kata rabb, dasarnya menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.
Al-Tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu : Pertama, rabba-yarbu yang berarti bertambah, tumbuh, dan berkembang. Kedua, rabiya-yarba berarti menjadi besar. Ketiga, rabba-yarubbu berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, dan memelihara.
Secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses pendidikan Islam adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan Allah sebagai “pendidik” seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia. Pengertian pendidikan Islam yang dikandung dalam term al-tarbiyah terdiri atas empat unsur pendekatan, yaitu : (1) memelihara dan mejaga fitrah anak didik menjelang dewasa (baligh). (2) mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan. (3) mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan. (4) melaksanakan pendidikan secara bertahap.[7]
b.      Istilah al-Ta’lim
Istilah al-Ta’lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih bersifat universal dibanding dengan al-Tarbiyah maupun al-Ta’dib, seperti yang dikemukakan oleh Rasyid Ridha. Rasyid Ridha mengartikan al-Ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Makna al’ta’lim tidak hanya terbatas pada pengetahuan lahiriyah, akan tetapi mencakup pengetahuan teoritis, mengulang secara lisan, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan, perintah untuk melaksanakan pengetahuan dan pedoman untuk berperilaku. [8]
c.       Istilah al-Ta’dib
Menurut al-Attas, istilah yang paling tepat untuk menunjukkan pendidikan Islam adalah al-ta’dib. Konsep ini didasarkan pada hadist Nabi yang artinya : “Tuhan telah mendidikku, maka Ia sempurnakan pendidikanku.” (H.R. al-‘Askary dari ‘Ali r.a). Kata addaba dalam hadis tersebut dimaknai al-Attas sebagai “mendidik”. [9]
Lebih lanjut ia ungkapkan bahwa, penggunaan istilah al-Tarbiyah terlalu luas untuk mengungkap hakikat dan operasional pendidikan Islam. Sebab kata al-Tarbiyah yang memiliki arti pengasuhan, pemeliharaan, dan kasih sayang tidak hanya digunakan untuk manusia, akan tetapi juga digunkan untuk melatih dan memelihara binatang atau makhlu Allah lainnya. Oleh karenanya, penggunaan istilah al-Tarbiyah tidak memiliki akar yang kuat dalam khazanah bahasa Arab. Timbulnya istilah ini dalam dunia Islam merupakan terjemahan dari bahasa Latin educatio atau bahasa Inggris education. Kedua kata tersebut dalam batasan pendidikan Barat lebih banyak menekankan pada aspek pisik dan material. Sementara pendidikan Islam, penekanannya tidak hanya aspek tersebut, akan tetapi juga pada aspek psikis dan immaterial. Dengan demikian, istilah al-Ta’dib merupakan terma paling tepat dalam khazanah bahasa Arab karena mengandung arti ilmu, kearigan, keadilan, kebijaksanaan, pengajaran, dan pengasuhan yang baik sehingga makna al-Tarbiyah dan al-Ta’lim sudah tercakup dalam terma al-Ta’dib.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam.
D.  Tinjauan Terminologis
a.       Ki Hajar Dewantara
Mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak  yang  selaras dengan alam dan masyarakatnya. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter),pikiran (intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.
Lebih  lanjut  mejelaskan  bahwa  pendidikan  harus  mengtamakaaspek- aspek berikut:
1.    Segala alat, usaha dan cara pedidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan.
2.    Kodratnya keadaan itu tersimpan dalam adat-istiadat setiap rakyat, yang oleh karenanya bergolong-golong merupakan kesatuan dengan sifat prikehidupan sendiri-sendiri, sifat-sifat mana terjadi dari bercampurnya semua usaha dan daya upaya untuk mencapai hidup tertib damai.
3.    Adat istiadat, sebagai sifat peri kehidupan atau sifat percampuran usaha dan daya upaya akan hidup tertib damai itu tiada terluput dari pengaruh zaman dan tempat; oleh karena itu tidak tetap senantiasa berubah.
4.    Akan mengetahui garis-hidup yang tetap dari sesuatu bangsa perlulah kita mempelajari zaman yang telah lalu.
5.    Pengaruh baru diperoleh karena bercampur gaulnya bangsa yang satu dengan yang lain,percampuran mana sekarang ini mudah sekali terjadi disebabkan adanya hubungan modern. Haruslah waspada dalam memilih mana yang baik untuk menambah kemuliaan hidup kita dan mana yang akan merugikan. Itulah diantara pikiran- pikiran beliau yang sangat sarat dengan nilai.[10]
b.      Menurut Prof. Richy dalam buku Planing for Teaching and Introduction to Education:
The  term  education  refers  to  the  broad  function  of  preserving  and inproving the life of the group through bringing new members into its shared concerns. Education is thus a far broader process thah that which accurs in schools. It is an essential social activity by which communicaties continue to exist in complex communicaties this function is specialized and institutionalized in formal education, but there is always the education outside the school with wich the formal process in related
Istilah pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu bangsa (masyarakat) terutama membawa  warga masyarakat  yang  baru  (generasmuda)  bagi  penunaian  kewajiban  dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang  lebih  luas daripada  proses  yang  berlangsundi  dalasekolasaja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang esensial yang memungkinkan masyarakayang kompleks dan modern.  Fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan formal di luar sekolah.[11]
c.       Prof. Lodge dalam buku Philosophy of Education:
The  word  education”  is  used,  sometimes  in  a  wider,  sometimes  in  a narrower, sense. In the wider sense, all experienceis said to the educative and life is education and education is life.
Perkataan pendidikan kadang-kadang dipakai dalam pengertian yang luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian luas pendidikan adalah semua pengalaman, dapat dikatakan juga bahwa hidup adalah pendidikan atau pendidikan adalah hidup.
In  the  narrower  sense  education  is  restricted  to  that  function  of  the community which consists in passing in its traditions its background and its outlook to the members of the rising generation.
Pengertian pendidikan secara sempit adalah pendidikan dibatasi pada fungsi tertentu  di  dalam  masyarakat  yang  terdiri  atas  penyerahan  adat  istiadat (tradisi) dengan latar belakang sosialnya, pandangan hidup masyarakat itu kepada warga masyarakat generasi berikutnya.
d.      Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk membimbing anak menuju pada pencapaian tujuan pendidikan. Pendidikan adalah seni mengajar karena dengan mengajarkan ilmu, keterampilan dan pengalaman tertentu, orang akan melakukan perbuatan kreatif. Mendidik tidak semata-mata teknis, metodis, dan mekanis mengoperkan skill kepada anak tetapi merupakan kegiatan yang berdimensi tinggi dan berunsur seni yang bernuansa dedikasi, emosional, kasih sayang dalam upaya membangun dan membentuk kepribadian. Dinamakan seni karena kegiatan pendidikan dilandasi oleh rasa kemanusiaan, simpati dan kecintaan.[12]
e.       Menurut Noeng Muhadjir, hakekat pendidikan mencirikan aktivitas edukasional yang khas yang berbeda dengan perbuatan umumnya. Oleh karena itu kegiatan dinamakan pendidikan apabila memiliki indikasi sebagai berikut :
1.    Ada pihak yang memberi dan menerima;
2.    Mempunyai program pendidikan dan kurikulum;
3.    Personifikasi pendidik.[13]
Dari definisi di atas dapat diperoleh pengertian pendidikan sebagai kegiatan makro, namun sebenarnya apabila secara khusus dicermati akan diperoleh pemahaman bahwa dalam pendidikan terdapat kegiatan yang dinamakan kegiatan belajar sebab dalam pendidikan terdapat perbuatan belajar, baik oleh peserta didik maupun pendidik. Dalam belajar ini terjadi pengkondisian sehingga terbentuk habit berupa tingkah laku yang semakin terampil dan efisien. Kegiatan belajar (learning diartikan sebagai kegiatan intensional bertujuan untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang relatif permanen, lebih maju dan lebih efisien).

E.  HAKEKAT PENDIDIKAN
Pendidikan  merupakatransfer  of  knowledge,  transfeof  value  dan transfer of culture and transfer of religius yang diarahkan pada upaya untuk memanusiakan manusia (Filsafat).
Hakikat proses pendidikan ini sebagai upaya untuk mengubah perilaku individu  atau  kelompoagar  memiliki  nilai-nilayandisepakati berdasarkan agama, filsafat, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan.
Menurut  pandangan Paula  Freire pendidikan adalah proses pengaderan dengan hakikat tujuannya adalah pembebasan. Hakikat pendidikan adalah kemampuan untuk mendidik diri sendiri.[14]
Dalam konteks ajaran Islam hakikat pendidikan adalah mengembalikan nilai-nilai ilahiyah pada manusia (fitrah) dengan bimbingan Alquran dan as- Sunnah (Hadits) sehingga menjadi manusia berakhlakul karimah (insan kamil)[15]
Dengan demikian hakikat pendidikan adalah sangat ditentukan oleh nilai- nilai, motivasi dan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Maka hakikat pendidikan dapat dirumuskan sebagi berikut :
1.      Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik;
2.      Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi lingkungan yang mengalami perubahan yang semakin pesat;
3.      Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat;
4.      Pendidikan  berlangsung  seumur  hidup;Pendidikan  merupakan  kiat  dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu.
Dalam berbagai pendekatan, Hakikat pendidikan itu dapat dikategorisasikan dalam dua pendapat yaitu pendekatan epistemologis dan pendekatan ontologi atau metafisik. Kedua pendekatan tersebut tentunya dapat melahirkan jawaban yang berbeda-beda mengenai apakah hakikat pendidikan itu.[16]
Di dalam pendidikan epistemologis yang menjadi masalah adalah akar atau kerangka ilmu pendidikan sebagai ilmu. Pendekatan tersebut mencari makna pendidikan sebagai ilmu yaitu mempunyai objek yang akan merupakan dasar analisis yang akan membangun ilmu pengetahuan yang disebut ilmu pendidikan. Dari sudut pandang pendidikan dilihat sebagai sesuatu proses yang interen dalam konsep manusia. Artinya manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan.
Berbagai pendapat mengenai hakikat pendidikan dapat digolongkan atas dua kelompok besar yaitu :
1.      Pendekatan reduksionisme
Pendekatan tentang hakekat pendidikan ini dinamakan dengan reduksionisme karena dalam pandangannya berusaha menyederhanakan konsep pendidikan (reduksi) sehingga dapat mudah dipahami konsep pandangan yang ingin ditandaskan, dalam pendekatan ini meliputi enam teori, yaitu :
a.       Pendekatan pedagogis / pedagogisme
Titik tolak dari teori ini ialah anak yang akan di besarkan menjadi manusia dewasa. Pandangan ini apakah berupa pandangan nativisme schopenhouer serta menganut penganutnya yang beranggapan bahwa anak telah mempunyai kemampuan-kemampuan yang dilahirkan dan tinggal di kembangkan saja.
b.      Pendekatan Filasofis / religionisme
Anak manusia mempunyai hakikatnya sendiri dan berada dengan hakikat orang dewasa. Oleh sebab itu, proses pendewasaan anak bertitik-tolak dari anak sebagai anak manusia yang mempunyai tingkat-tingkat perkembangan sendiri.
c.       Pendekatan religius / religionisme
Pendekatan religius / religionisme dianut oleh pemikir-pemikir yang melihat hakikat manusia sebagai makhluk yang religius. Namun demikian kemajuan ilmu pengetahuan yang sekuler tidak menjawab terhadap kehidupan yang bermoral
d.      Pendekatan psikologis / psikologisme
Pandangan-pandangan pedagogisme seperti yang telah diuraikan telah lebih memacu masuknya psikologi ke dalam bidang ilmu pendidikan hal tersebut telah mempersempit pandangan para pendidik seakan-akan ilmu pendidikan terbatas kepada ilmu mengajar saja.
e.       Pendekatan negativis / negativism
Pendidikan ialah menjaga pertumbuhan anak. Dengan demikian pandangan negativisme ini melihat bahwa segala sesuatu seakan-akan telah tersedia di dalam diri anak yang bertumbuh dengan baik apabila tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang merugikan pertumbuhan tersebut.
f.       Pendekatan sosiologis / sosiologisme
Pandangan sosiologisme cenderung berlawanan arah dengan pedagogisme. Titik-tolak dari pandangan ini ialah prioritas kepada kebutuhan masyarakat dan bukan kepada kebutuhan individu.
Peserta didik adalah anggota masyarakat. Dalam sejarah perkembangan manusia kita lihat bahwa tuntutan masyarakat tidak selalu etis. Versi yang lain dari pandangan ini ialah develop mentalisme. Proses pendidikan diarahkan kepada pencapaian target-target tersebut dan tidak jarang nilai-nilai kemanusiaan disubordinasikan untuk mencapai target pembangunan. Pengalaman pembangunan Indonesia selama Orde Baru telah mengarah kepada paham developmentalisme yang menekan kepada pencapaian pertumbuhan yang tinggi, target pemberantasan buta huruf, target pelaksanaan wajib belajar 9 dan 12 tahun.[17]

Salah satu pandangan sosiologisme yang sangat populer adalah konsiensialisme yang dikumandangkan oleh ahli pikir pendidikan Ferkenal Paulo Freire. Pendidikan yang dikumandangkan oleh Freire ini yang juga dikenal sebagai pendidikan pembebasan pendidikan adalah proses pembebasan. Konsiensialisme yang dikumandangkan Freire merupakan suatu pandangan pendidikan yang sangat mempunyai kadar politis karena dihubungkan dengan situasi kehidupan politik terutama di negara-negara Amerika Latin. Paulo Freire di dalam pendidikan pembebasan melihat fungsi atau hakikat pendidikan sebagai pembebasan manusia dari berbagai penindasan. Sekolah adalah lembaga sosial yang pada umumnya mempresentasi kekuatan-kekuatan sosial politik yang ada agar menjaga status quo hukum membebaskan manusia dari tirani kekuasaan. Qua atau di dalam istilah Polo Freire. kapitalisme yang licik. Sekolah harus berfungsi membangkitkan kesadaran bahwa manusia adalah bebas.[18]
2.      Pendekatan holistik integrative
Berbeda dengan pendekatan reduksionisme yang menggunakan orientasi utilitas serta partial, maka dalam pendekatan holistik ini akan diorientasikan secara komprehensif akan hakekat pendidikan.
Hakikat pendidikan adalah suatu proses menumbuh kembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional dan global. Rumusan operasional mengenai hakikat pendidikan tersebut di atas mempunyai komponen-komponen sebagai berikut :
1)      Pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan.
Proses berkesinambungan yang terus menerus dalam arti adanya interaksi dalam lingkungannya. Lingkungan tersebut berupa lingkungan manusia, lingkungan sosial, lingkungan budayanya dan ekologinya. Proses pendidikan adalah proses penyelamatan kehidupan sosial dan penyelamatan lingkungan yang memberikan jaminan hidup yang berkesinambungan.
Proses pendidikan yang berkesinambungan berarti bahwa manusia tidak pernah akan selesai.
2)      Proses pendidikan berarti menumbuhkembangkan eksistensi manusia.
Eksistensi atau keberadaan manusia adalah suatu keberadaan interaktif. Eksistensi manusia selalu berarti dengan hubungan sesama manusia baik yang dekat maupun dalam ruang lingkup yang semakin luas dengan sesama manusia di dalam planet bumi ini. Proses pendidikan bukan hanya mempunyai dimensi lokal tetapi juga berdimensi nasional dan global.
3)      Eksistensi manusia yang memasyarakat.
Proses pendidikan adalah proses mewujudkan eksistensi manusia yang memasyarakat. Jauh Dewey mengatakan bahwa tujuan pendidikan tidak berada di luar proses pendidikan itu tetapi di dalam pendidikan sendiri karena sekolah adalah bagian dari masyarakat itu sendiri. Apabila pendidikan di letakkan di dalam tempatnya yang sebenarnya ialah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia yang pada dasarnya adalah kehidupan bermoral.
4)      Proses pendidikan dalam masyarakat yang membudaya.
Inti dari kehidupan bermasyarakat adalah nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut perlu dihayati, dilestarikan, dikembangkan dan dilaksanakan oleh seluruh anggota masyarakatnya. Penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai yang hidup, keteraturan dan disiplin para anggotanya. Tanpa keteraturan dan disiplin maka suatu kesatuan hidup akan bubar dengan sendirinya dan berarti pula matinya suatu kebudayaan.
5)      Proses bermasyarakat dan membudaya mempunyai dimensi-dimensi waktu dan ruang.
Dengan dimensi waktu, proses tersebut mempunyai aspek-aspek historisitas, kekinian dan visi masa depan. Aspek historisitas berarti bahwa suatu masyarakat telah berkembang di dalam proses waktu, yang menyejarah, berarti bahwa kekuatan-kekuatan historis telah menumpuk dan berasimilasi di dalam suatu proses kebudayaan. Proses pendidikan adalah proses pembudayaan. Dan proses pembudayaan adalah proses pendidikan. Menggugurkan pendidikan dari proses pembudayaan merupakan alienasi dari hakikat manusia dan dengan demikian alienasi dari proses humanisasi. Alienasi proses pendidikan dari kebudayaan berarti menjauhkan pendidikan dari perwujudan nilai-nilai moral di dalam kehidupan manusia.[19]




















BAB III
PENUTUP

A.  Analisis
Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk membimbing anak menuju pada pencapaian tujuan pendidikan. Pendidikan adalah seni mengajar karena dengan mengajarkan ilmu, keterampilan dan pengalaman tertentu, orang akan melakukan perbuatan kreatif. Mendidik tidak semata-mata teknis, metodis, dan mekanis mengoperkan skill kepada anak tetapi merupakan kegiatan yang berdimensi tinggi dan berunsur seni yang bernuansa dedikasi, emosional, kasih sayang dalam upaya membangun dan membentuk kepribadian. Dinamakan seni karena kegiatan pendidikan dilandasi oleh rasa kemanusiaan, simpati dan kecintaan.
Pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar yang membiasakan kepada warga masyarakat sedini mungkin untuk menggali, memahami dan mengamalkan semua nilai yang disepakati sebagai nilai yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Islam sendiri adalah proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (insan kamil) Proses pendidikan saat ini tidak lebih dari memperoleh ketrampilan yang dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan kapitalisme global, bukan mendapat pengetahuan yang murni untuk pengetahuan itu sendiri. Maka, kebaikan pendidikan (human proper) terutama berkenaan dengan nilai dan makna yang kita peroleh dari pendidikan, bagaimana anak didik merasakannya seharusnya mempengaruhi pandangan dan tindakan mereka. Serta konsepsi anak didik baik sebagai individu yang bertanggungjawab maupun sebagai anggota dalam lingkungan manusia (human condition).
Untuk merealisasikan pengertian-pengertian pendidikan tersebut haruslah memahami lebih dulu tetang hakekat pendidikan itu sendiri dimana, hakikat pendidikan itu dapat dikategorisasikan dalam dua pendapat yaitu pendekatan epistemologis dan pendekatan ontologi atau metafisik. Kedua pendekatan tersebut tentunya dapat melahirkan jawaban yang berbeda-beda mengenai apakah hakikat pendidikan itu. Di dalam pendidikan epistemologis yang menjadi masalah adalah akar atau kerangka ilmu pendidikan sebagai ilmu. Pendekatan tersebut mencari makna pendidikan sebagai ilmu yaitu mempunyai objek yang akan merupakan dasar analisis yang akan membangun ilmu pengetahuan yang disebut ilmu pendidikan. Dari sudut pandang pendidikan dilihat sebagai sesuatu proses yang interen dalam konsep manusia. Artinya manusia hanya dapat dimanusiakan melalui proses pendidikan. Oleh karena itu dalam memaknai hakekat pendidikan harus menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan reduksional dan pendekatan holistik integrative. Agar pemaknaan terhadap hakekat pendidikan akan sesuai dengan makna esensialnya yakni suatu proses menumbuhkembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional dan global.
B.  Kesimpulan
1.      Hakikat adalah intisari atau kenyataan yang sesungguhnya.
2.      Pendidikan adalah sebuah kegiatan makro, yang sebenarnya jika dicermati secara khusus akan diperoleh pemahaman bahwa dalam pendidikan terdapat kegiatan yang dinamakan kegiatan belajar sebab dalam pendidikan terdapat perbuatan belajar, baik oleh peserta didik maupun pendidik. Dalam belajar ini terjadi pengkondisian sehingga terbentuk habit berupa tingkah laku yang semakin terampil dan efisien. Kegiatan belajar (learning diartikan sebagai kegiatan intensional bertujuan untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang relatif permanen, lebih maju dan lebih efisien).
3.      Hakekat pendidikan adalah upaya sadar untuk mengembangkan potensi yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia dan diarahkan pada tujuan yang diharapkan agar memanusiakan manusia atau menjadikannya sebagai insan kamil, manusia utuh  atau   kaffah Hakika pendidikan   ini  dapat   terwujud   melalu proses pengajaran, pembelajaran (talim dan tadris), pembersihan dan pembiasaan (tahdzib dan ta`dib), dan tadrib (latihan) dengan memperhatikan kompetensi kompetensi pedagogi berupa profesi, kepribadian dan sosial.
Dengan pendidikan akan menumbuhkan budi pekerti, kekuatan batin , karakter, pikiran dan tubuh peserta didik yang dilakukan secara integral tanpa dipisah-pisahkan antara ranah-ranah tersebut.







Daftar Pustaka

Drost, J. Mengajar adalah Mendidik. (Kompas, 2 Mei 1998).
Freire, Paulo, Pendidikan Kaum Tertindas. (Yogyakarta; LP3ES,1985).  
Suryadi,  Didi.  Upaya  Meningkatkan  Keprofesionalan  Guru melalui
Syamsudin, Abin. Kebutuhan Penelitian di Bidang Ilmu Pendidikan.(Makalah, tidak diterbitkan 2004)
Nata,Abuddin, FilsafaPendidikan Islam (Jakarta; Gaya Media Pratama, 2005)
Al-Asqalani, Ahmad ibn Aly ibnu Hajar, Fathul-Bari bi Syarh Shahih al Bukhari, (Bairut Darul Maarif, tt)
Amir Daien Indrakusuma, Drs., Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973),
Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Surabaya : Usaha Nasional, 1986)
Saiyid  Quthub, Tafsir Fi Dlilalil Qur'an, (Libanon : Darul Ahya', Juz.VI)
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, II,1988)
Muslim Ibrahim, Pendidikan Agama Islam Untuk Mahasiswa, (Yogyakarta: Erlangga, 1990)
M. Ja`far, Bebebrapa Aspek Pendidikan Islam, ( Surabaya: Al-Ikhlas, 1982)
Abdurrahman An-Nahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah Wa Asalibuha, (Beirut: Darul Fikr, 1979)
Abdurrahman bin Khaldun, Diwan ul-Mubtada wal Khabar fi Tarikh ‘Arab wal Barbar wa man ‘asharahum min Dzaw il-Sya’n il-Akbar (Muqaddimah Ibn Khaldun), (Damaskus: Dar ul-Fikr, 2003)
Hamdani Ihsan-Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV, pustaka Setia,1998)
Muhaimin dan Mujib , Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : Trigenda Karya,1993)
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam.( Bandung; Wacana Ilmu, 1997) 
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung; Remaja Rosda Karya, 1991)
Redaksi Penerbit Asa Mandiri, Standar Nasional Pendidikan (NSP), (Jakarta: Asa Mandiri, 2006)
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001)
Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis, (Bandung; Remaja Rosdakarya,1992),h
Gunawan, Ary, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000)
Amir Daien Indrakusuma, Drs., Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973)
________________, Konfigurasi Politik Pendidikan Nasioanl, (Yogyakarta;Pustaka Fahima,2007)
M.Sulthon, Moh Khusnurridlo, Manajemen Pondok Pesantren Dalam Perspektif Global (Yogyakarta; LaksBang PRESSindo,2006)
_____________, Kamus Besar Bahasa Indoensia (KBBI), (Jakarta; Balai Pustaka, 2002)
Indra Kusuma, Amin Daien, PengantarIlmu Pendidikan, (Surabaya;Usaha Nasional, 1991)
Mujib, Abdul, dan Mudzakkir, Jusuf, Ilmu pendidikan Islam; telaah atas kerangkan konseptual pendidikan Islam, (Jakarta;Kencana Prenada Media Group,2006)
Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1982)
Saifullah, Ali, Pendidikan-Pengajaran dan Kebudayaan: Pendidikan Sebagai Gejala Kebudayaan, (Surabaya;Usaha Nasional, 1982)
H.A.R. Tilaar, Pendidikan dan Masyarakat madani Indonesia. (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2002).
Internet; http.www.Wikipedia .Pendidikan com.




[1] _____________, Kamus Besar Bahasa Indoensia (KBBI), (Jakarta; Balai Pustaka, 2002), h 223
[2] Indra Kusuma, Amin Daien, PengantarIlmu Pendidikan, (Surabaya;Usaha Nasional, 1991), h 30
[3] Abdul mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu pendidikan Islam; telaah atas kerangkan konseptual pendidikan Islam, (Jakarta;Kencana Prenada Media Group,2006), h 12
[4] Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1982), h 114
[5] Op cit, h 35
[6] ________________, Konfigurasi Politik Pendidikan Nasioanl, (Yogyakarta;Pustaka Fahima,2007), h 39
[7] M. Ja`far, Bebebrapa Aspek Pendidikan Islam, ( Surabaya: Al-Ikhlas, 1982)h 56
[8] Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, II,1988)h, 76
[9] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung ;Wacana Ilmu, 1997),h 35 
[10] Op cit, h 40
[11] M.Sulthon, Moh Khusnurridlo, Manajemen Pondok Pesantren Dalam Perspektif Global (Yogyakarta; LaksBang PRESSindo,2006)h
[12] Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Surabaya : Usaha Nasional, 1986)h, 26
[13] Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973)h
[14] Op Cit, h 55
[15] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis, (Bandung; Remaja Rosdakarya,1992),h
[16] Ary Gunawan, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000),h
[17] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h
[18] Op Cit, h 34
[19] Redaksi Penerbit Asa Mandiri, Standar Nasional Pendidikan (NSP), (Jakarta: Asa Mandiri, 2006), h 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Landasan Religius Pendidikan

PARADIGMA PENDIDIKAN

Teknik-teknik supervisi pendidikan