Fenomena Pendidikan di Keluarga
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara faktual, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, oleh
manusia dan untuk manusia. Oleh karena itu pembicaraan tentang pendidikan tidak
pernah lepas dari unsur manusia. Dari beberapa pendapat tentang pendidikan yang
dikemukakan oleh para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan itu
diberikan atau diselenggarakan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi
manusia ke arah yang positif.
Pendidikan, pada dasarnya adalah proses komunikasi yang didalamnya mengandung transformasi
pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, di dalam dan di luar
sekolah yang berlangsung sepanjang hayat (life long process), dan generasi ke
generasi.
Pendidikan sebagai gejala manusiawi dan sekaligus usaha sadar, didalamnya
tidak lepas dari keterbatasan-keterbatasan
y`ng dapat melekat pada peserta didik, pendidik, interaksi pendidik, serta pada
lingkungan dan sarana pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas, penyusun
membatasi ruang lingkup pembahasan pada keluarga. Pada dasarnya pendidikan dilakukan di lingkungan keluarga,
dalam masyarakat dan melalui sistem sekolah. Karena setiap manusia bermula
kehidupannya dengan dilahirkan ibunya dalam
lingkungan keluarganya, maka dapat dikatakan bahwa Pendidikan di Lingkungan Keluarga menjadi landasan segenap usaha pendidikan sepanjang hidup manusia. Celakalah suatu
bangsa yang tidak dapat menjaga kehidupan keluarga
yang teratur.
B. Rumusan
Masalah
1) Mengemukakan tentang pengertian pendidikan dan Keluarga
2) Memaparkan
Pendidikan Keluarga
3) Bagaimana tanggungjawab
Pendidikan Keluarga
1
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan dan Keluarga
Kata pendidikan menurut etimologi berasal darikata dasar didik.
Apabila diberi awalan me,menjadi mendidik
maka akan membentuk kata kerja yang berarti memelihara dan memberi latihan
(ajaran). Sedangkan bila berbentuk kata benda akan menjadi pendidikan yang
memiliki arti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan 1). Istilah pendidikan dalam
konteks Islam telah banyak dikenal dengan menggunakan term yang beragam,
seperti at-Tarbiyah, at-Ta’lim dan
at-Ta’dib. Setiap term tersebut mempunyai makna dan pemahaman yang berbeda,
walaupun dalam hal-hal tertentu, kata-kata tersebut mempunyai kesamaan
pengertian.
Pemakaian ketiga istilah
tersebut, apalagi pengkajiannya dirujuk berdasarkan sumber pokok ajaran Islam
(al-Qur’an dan as-Sunnah), selain akan memberikan pemahaman yang luas tentang
pengertian pendidikan Islam secara substansial, pengkajian melalui al-Qur’an dan
as-Sunnah pun akan memberi makna filosofis tentang bagaimana sebenarnya hakikat
dari pendidikan Islam tersebut? Dalam
al-Qur’an Allah memberikan sedikit gambaran bahwa at-Tarbiyah mempunyai
arti mengasuh,menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membuat, membesarkan
dan menjinakkan. Hanya saja dalam konteks QS al-Isra makna at-Tarbiyah sedikit
lebih luas mencakup aspek jasmani dan rohani, sedangkan dalam surat asy-Syura
hanya menyangkut aspek jasmani saja.
Keluarga
berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga
"kulawarga" yang berarti anggota" "kelompok kerabat".
Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki hubungan
darah. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki
hubungan antar individu, terdapat
ikatan, kewajiban, tanggung jawab
______________________________________________________________
1) Poerwadarminta,
W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: BalaiPustaka, 1985
2
diantara
individu tersebut.2)
Keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap
dalam keadaan saling ketergantungan. 3)
Menurut
Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua
pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, hidupnya
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya
masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
4)
Keluarga
dalam bahasa Arab adalah al-Usroh yang berasal dari kata al-asru yang secara
etimologis mampunyai arti ikatan. Kata keluarga dapat diambil kefahaman sebagai
unit sosial terkecil dalam masyarakat, atau suatu organisasi
bio-psiko-sosio-spiritual dimana anggota keluarga terkait dalam suatu ikatan
khusus untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan dan bukan ikatan yang
sifatnya statis dan membelenggu dengan saling menjaga keharmonisan hubungan
satu dengan yang lain atau hubungan silaturrahim.
Sementara
Al- Razi mengatakan, al-asru
maknanya mengikat dengan tali, kemudian meluas menjadi segala sesuatu yang
diikat baik dengan tali atau yang lain.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan keluarga adalah proses transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit social terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga merupakan lingkungan budaya yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Dalam norma ajaran sosial, asal-usul keluarga terbentuk dari perkawinan laki-laki dan perempuan akan terjadi kelahiran manusia seperti yang ditegaskan Allah dalam surat an-Nisa ayat 1 yang berbunyi:
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan keluarga adalah proses transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit social terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga merupakan lingkungan budaya yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Dalam norma ajaran sosial, asal-usul keluarga terbentuk dari perkawinan laki-laki dan perempuan akan terjadi kelahiran manusia seperti yang ditegaskan Allah dalam surat an-Nisa ayat 1 yang berbunyi:
_______________________________________________________________________________________________
2) Situs Warta Warga
Universitas Guna Darma: Keluarga
4)
Baron, R. A dan Donn Byrne. 2003. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga
3
$pkr'¯»t
â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur
t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB
Zw%y`Í #ZÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4
(#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/
tP%tnöF{$#ur
4
¨bÎ) ©!$#
tb%x.
öNä3øn=tæ $Y6Ï%u ÇÊÈ
Artinya :
“ Hai sekalian manusia, bertakwalah
kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.
(QS. An Nisa’ :1)
Asal-usul
ini erat kaitannya dengan aturan Islam bahwa dalam upaya pengembang-biakan
keturunan manusia, hendaklah dilakukan dengan perkawinan. Oleh sebab itu,
pembentukan keluarga di luar peraturan perkawinan dianggap sebagai perbuatan
dosa.
Adapun bentuk-bentuk keluarga sebagaimana dijelaskan William J. Goode dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk:
Adapun bentuk-bentuk keluarga sebagaimana dijelaskan William J. Goode dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk:
1.
Keluarga luas
(extentended family) yaitu keluarga yang terdiri dari semua orang yang
berketurunan dari kakek, nenek yang sama termasuk dari keturunan masing-masing istri
dan suami.
2.
Keluarga pangkal (sistem family) yaitu jenis keluaarga
yang menggunakan sistem pewarisan kekayaan pada satu anak yang paling tua,
seperti banyak terdapat di Eropa pada zaman Feodal, para imigran Amerika
Serikat, zaman Tokugawa di Jepang, seorang anak yang paling tua
bertanggungjawab terhadap adik-adiknya yang perempuan sampai ia menikah, begitu
pula terhadap saudara laki-laki yang lainnya.
3.
Keluarga gabungan (joint family) yaitu keluarga yang
terdiri dari orang-orang yang berhak atas hasil milik keluarga, mereka antara
lain saudara laki-laki pada setiap generasi, dan sebagai tekanannya pada
saudara laki-laki, sebab menurut adat Hindu, anak laki-laki sejak lahirnya
mempunyai hak atas kekayaan keluarganya.5)
5) J. Goode, William, Sosiologi Keluarga, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.hal.
4
Sementara itu dalam hubungan keluarga, Jalaluddin Rahmat mengungkapkan dalam bukunya
yang berjudul Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern, bahwa biasanya sepasang
suami istri memiliki tiga struktur. Pertama, sruktur komplementer atau dengan kata lain dikenal dengan keluarga
tradisional. Kedua, struktur simetris atau yang sering disebut dengan keluarga
modern. Ketiga, struktur paralel yang merupakan hubungan antara struktur
simetris dan struktur komplementer yang kedua belah pihak tersebut saling
melengkapi dan saling bergantung, tetapi dalam waktu yang sama mereka memiliki
beberapa bagian dari perilaku kekeluargaan mereka yang mandiri.
B. Pendidikan Keluarga
Keluarga sebagai
unit sosial terkecil dalam masyarakat merupakan lingkungan budaya pertama dan
utama dalam rangka menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan
perilaku yang dianggap penting bagi kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
Dalam buku The National Studi on Family Strenght, Nick dan de Frain
mengemukakan beberapa hal tentang pegangan menuju hubungan keluarga yang sehat
dan bahagia, yaitu :
1. Terciptanya
kehidupan beragama dalam keluarg`
2. Tersedianya waktu untuk bersama keluarga
3. Interaksi segitiga antara ayah, ibu dan anak
4. Saling menghargai dalam interaksi ayah, ibu dan anak
5. Keluarga menjadi prioritas utama dalam setiap situasi dan kondisi
2. Tersedianya waktu untuk bersama keluarga
3. Interaksi segitiga antara ayah, ibu dan anak
4. Saling menghargai dalam interaksi ayah, ibu dan anak
5. Keluarga menjadi prioritas utama dalam setiap situasi dan kondisi
Seiring kriteria keluarga yang diungkapkan
diatas, Sujana memberikan beberapa fungsi pada pendidikan keluarga yang terdiri
dari fungsi biologis, edukatif, religius, sosialisasi dan ekonomis. Dari
beberapa fungsi tersebut, fungsi religius dianggap fungsi paling penting karena
sangat erat kaitannya dengan edukatif dan sosialisasi. Jika fungsi keagamaan
dapat dijalankan, maka keluarga tersebut akan memiliki kedewasaan dengan
pengakuan pada suatu sistem dan ketentuan norma beragama yang direalisasikan di
lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Penanaman akidah sejak dini telah
dijelaskan dalam al-Qur’an antara lain :
5
a.
QS.
Al Baqarah ayat 132 :
4Ó»urur !$pkÍ5 ÞO¿Ïdºtö/Î) ÏmÏ^t/ Ü>qà)÷ètur ¢ÓÍ_t6»t ¨bÎ) ©!$# 4s"sÜô¹$# ãNä3s9 tûïÏe$!$# xsù £`è?qßJs? wÎ) OçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÌËÈ
Artinya: ”Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan kepada anak-anaknya, demikian juga Ya’kub. Ibrahim berkata: hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, makajanganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Islam”.
Artinya: ”Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan kepada anak-anaknya, demikian juga Ya’kub. Ibrahim berkata: hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, makajanganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Islam”.
b. QS. Al Luqman ayat 13 :
øÎ)ur
tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w õ8Îô³è@ «!$$Î/ ( cÎ) x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã ÇÊÌÈ
Artinya : ”Dan
(Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Secara garis besar pendidikan dalam keluarga dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Pembinaan Akidah dan Akhlak.
Mengingat keluarga dalam hal ini lebih
dominan adalah seorang anak dengan dasar-dasar keimanan, ke-Islaman, sejak mulai
mengerti dan dapat memahami sesuatu, maka al-Ghazali memberikan beberapa metode
dalam rangka menanamkan aqidah dan keimanan dengan cara memberikan hafalan.
Sebab kita tahu bahwa proses pemahaman diawali de-ngan hafalan terlebih dahulu
(al-Fahmu Ba’dal-Hifdzi). Ketika mau menghafalkan dan kemudian memahaminya,
akan tumbuh dalam dirinya sebuah keyakinan dan pada akhirnya membenarkan apa
yang dia yakini. Inilah proses yang dialami anak pada umumnya. Bukankah mereka atau
anak-anak kita adalah tanggungjawab kita sebagaimana yang telah Allah
peringatkan dalam al-Qur’an surat At Tahrim ayat 6 yang berbunyi:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZt<.span>B#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At
Tahrim : 6) ’
Muhammad Nur Hafidz merumuskan empat pola
dasar dalam mendidik anak : Pertama,
senantiasa membacakan kalimat Tauhid pada anaknya. Kedua, menanamkan kecintaan
kepada Allah dan Rasul Nya. Ketiga, mengajarkan al-Qur’an dan keempat
menanamkan nilai-nilai pengorbanan dan perjuangan.
Akhlak adalah implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku, pendidikan dan pembinaan akhlak anak. Keluarga dilaksanakan dengan contoh dan teladan dari orang tua. Perilaku sopan santun orang tua dalam pergaulan dan hubungan antara ibu, bapak dan masyarakat. Dalam hal ini Benjamin Spock menyatakan bahwa setiap individu akan selalu mencari figur yang dapat dijadikan teladan ataupun idola bagi mereka.
2. Pembinaan Intelektual
Pembinaan intelektual dalam keluarga memegang
peranan penting dalam upaya meningkat kan kualitas manusia, baik intelektual,
spiritual maupun sosial. Karena manusia yang berkualitas akan mendapat derajat
yang tinggi di sisi Allah sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Mujadalah ayat
11, yang berbunyi:
Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ÇÊÊÈ
Artinya: ”Allah akan mengangkat derajatorang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu diantarakalian”.
Nabi Muhammad juga mewajibkan kepada pengikutnya
untuk selalu mencari ilmu sebagaimana sabda beliau yang artinya: ”Mencari ilmu
adalah kewajiban bagi muslim
dan muslimat” (HR Bukhori Muslim)
dan muslimat” (HR Bukhori Muslim)
3. Pembinaan
Kepribadian dan Sosial
7
Pembentukan kepribadian terjadi melalui
proses yang panjang. Proses pembentukan kepribadian ini akan menjadi lebih baik
apabila dilakukan mulai pembentukan produksi serta reproduksi nalar tabiat jiwa
dan pengaruh yang melatar belakanginya. Mengingat hal ini sangat berkaitan
dengan pengetahuan yang bersifat menjaga emosional diri dan jiwa seseorang.
Dalam hal yang baik ini adanya kewajiban
orang tua untuk menanamkan pentingnya memberi support kepribadian yang baik
bagi anak didik yang relative masih muda dan belum mengenal pentingnya arti
kehidupan berbuat baik, hal ini cocok dilakukan pada anak sejak dini agar
terbiasa berperilaku sopan santun dalam bersosial dengan sesamanya. Untuk
memulainya, orang tua bisa dengan mengajarkan agar dapat berbakti kepada orang
tua agar kelak si anak dapat menghormati orang yang lebih tua darinya.
C. Tanggungjawab Pendidikan Keluarga
Pendidikan Keluarga Islam merupakan bagian dari pendidikan Islam secara
keseluruhan, ia merupakan bagian dari Pendidikan Islam secara totalitas. Tetapi
pendidikan keluarga Islam mempunyai posisi pertama dan utama dalam menentukan
setiap anak didik untuk masa depan mereka. Karena itu , berhasil tidaknya
pendidikan Islam ditentukan dari berhasil tidaknya pendidikan keluarga Islam.
Pengertian
pendidikan keluarga Islam tidak terbatas pada ruang lingkup mendidik anak sejak
dalam kandungan sampai dengan masa sekolah, melainkan pendidikan keluarga Islam
mencakup mulai masa bayi dalam kandungan hingga anak itu dewasa atau
berkeluarga. Hal ini sangat logis, karena meski anak itu sudah masuk sekolah,
sejak masa Taman Kanak-Kanak sampai dengan sekolah tingkat lanjutan atas,
sebagian besar dari kehidupan seorang anak masih tetap berada ditengah-tengah
keluarga, di sekolah mereka paling banyak menggunakan waktu antara 5 atau 6 jam
sehari.
Tenggang
waktu masa pendidikan keluarga ini, telah ditentukan oleh Rosululloh SAW yakni
sejak bayi masih dalam kandungan sampai mereka kawin, sebagaimana sabda beliau
yang artinya :”Sebagian kewajiban bapak atas anak-anaknya ialah memberikan nama
yang
8
baik,
mengajarkan menulis, dan mencarikan jodohnya apabila telah dewasa”. (HR Ibnu
Majah)6)
Maksud
hadits tersebut ialah meski anak itu telah dimasukkan ke sekolah, tanggung
jawab orang tua terhadap pendidikan anak, masih berlanjut. Mereka harus
dibimbing dan dikontrol serta diawasi, termasuk pengawasan terhadap cara mereka
belajar di sekolah dan pergaulanya, baik di sekolah maupun diluar sekolah.
Orang tua yang merasa cukup menyerahkan pendidikan anaknya kepada guru di
sekolah adalah sangat keliru.
Sikap semacam
ini, tidak bisa dibenarkan, baik dari sudut pendidikan maupun dari sudut ajaran
Islam. Orang tua bertanggung jawab tentang pendidikan seorang anak sejak dalam
kandungan sampai mereka dewasa.
Tegaknya sebuah keluarga muslim memberikan andil yang sangat besar bagi
terlaksananya dakwah islamiyah. Islam sendiri memberikan tanggung jawab yang
begitu agung kepada keluarga baik dia seorang ayah maupun ibu untuk memberikan
pendidikan, pengetahuan, dakwah dan bimbingan kepada anggota keluarga. Pembinaan yang demikian inilah yang akan
menyelamatkan dan memberikan penjagaan kepada diri dan keluarga.
Mengomentari hal ini Ali bin Abi Tholib
dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhum menyatakan “Berikan pendidikan, ajarilah dengan ketaatan
kepada Allah, serta takutlah dari kemaksiatan. Didiklah anggota keluargamu
dengan dzikir yang akan menyelamatkan dari api neraka” ( Ibnu Katsir & At
Tabari).
Berkaitan dengan tanggung jawab keluarga
muslim ini Nabi Muhammad SAW menerangkan secara umum tanggung jawab seorang
pemimpin.
“Ketahuilah bahwa kalian semua adalah
pemimpin, dan kalian akan ditanya tentang kepemimpinan kalian. Pemimpin di
antara manusia dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Laki-laki adalah
pemimpin bagi keluarganya dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Istri
adalah pemimpin dalam rumah tangga serta anak-anak
6)
Djaelani, Abdul Qadir,H, Keluarga
Sakinah,Surabaya:Bina Ilmu,1995, hal. 232-233
9
suaminya dan dia akan ditanya tentang
mereka. Budak/ pembantu adalah pemimpin dari harta tuannya dan dia akan ditanya
tentangnya. Ketahuilah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin dan kalian akan
ditanya tentang tentang kepemimpinannya” (HR Bukhari)
Tanggung jawab yang disinggung pada hadits
di atas bersifat umum dan menyeluruh. Tanggung jawab seorang suami tidaklah hanya
sebatas memenuhi kebutuhan materi saja , demikian halnya dengan seorang isteri.
Ia tidaklah hanya bertanggung jawab terhadap kebersihan rumah, atau menyiapkan
makanan semata. Akan tetapi keduanya dari kedudukan yang berbeda mempunyai
tanggung jawab terhadap pendidikan keimanan keluarga termasuk di dalamnya
tanggung jawab dakwah.
Al Quran dan al Hadits sumber pedoman kita
menegaskan tanggung jawab kedua orang tua dalam aktivitas keluarga dan
pengaruhnya terhadap anak. Seorang isteri memiliki tanggung jawab yang berbeda
dengan suami. Dan ia adalah pemimpin sebagaimana yang disinggung dalam hadits
di atas. Secara nyata tanggung jawab seorang isteri terhadap rumah tangga dan
anak-anak suaminya sangatlah luas. Panjangnya kebersamaan seorang ibu dengan
anak secara otomatis memberikan warna tersendiri bagi perkembangan pendidikan
fisik maupun mental dari sang anak.
Apabila
kit` timbang tanggung jawab seorang suami dengan seorang isteri maka akan kita
dapatkan bahwa tanggung jawab seorang isteri sangatlah besar. Karena dialah
yang melahirkan sang anak, menyusuinya, dan menemani serta mendidik anak dari
jam ke jam, hari ke hari. Bahkan ketika seorang anak masih balita, kemudian
menginjak remaja dan menjelang dewasa, di dalam rumah maupun di luar rumah sang
ibu senantiasa mewarnai bentuk kehidupan sang anak. Hingga mungkin sang ayah
telah tiada maka ibulah yang tetap mendampingi putranya untuk menyongsong masa
depan.
Ada pendapat berbeda tentang pendidikan
dalam keluarga, yaitu tentang pemberian
kebebasan kepada anak. Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya sejak permulaan
diberikan kebebasan maksimal kepada anak. Dalam
hal ini faktor pendidikan kepada anak sudah
berakhir sebelum anak itu dewasa. Pendapat demikian terutama banyak ditemukan
di Amerika Serikat yang kuat menganut prinsip liberalisme. Pendapat ini
menganut sikap bahwa berbagai larangan dan
pedoman kepada anak
hanya menimbulkan keterbatasan
10
pada anak untuk mengembangkan dirinya
secara wajar. Dengan begitu potensi dan bakat anak tidak dapat berkembang
menjadi kekuatan nyata.
Mungkin saja pendapat liberal ini baik
untuk anak Amerika, tetapi dalam kebudayaan
Timur dan khususnya Indonesia yang memandang kebersamaan sebagai sumber
kebahagiaan, rupanya sikap liberal itu kurang cocok. Mungkin hanya cocok bagi keluarga yang begitu kebarat-baratan (westernized)
sehingga sudah kehilangan akarnya pada kebudayaan bangsanya sendiri. Toh dalam
kenyataan terbukti bahwa keluarga yang menerapkan pendidikan keluarga dapat menghasilkan pribadi-pribadi yang tidak
kalah mutunya dalam kehidupan dari pribadi hasil
pendidikan liberal. Hal itu cukup banyak dibuktikan
oleh orang-orang Jepang yang bergulat dalam berbagai bidang dengan orang
Amerika, termasuk dalam ilmu pengetahuan,
bisnis, olahraga dan lainnya.
11
BAB III
KESIMPULAN
1. Pengertian dari
pendidikan keluarga adalah proses transformasi prilaku dan sikap di dalam
kelompok atau unitsosial terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga merupakan
lingkungan budaya yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan
mengembangkan berbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan
pribadi, keluargadanmasyarakat. Kunci keberhasilan pendidikan dalam keluarga sebenarnya
terletak pada pendidikan rohani dengan artian keagamaan seseorang. Beberapa hal
yang memegang peranan penting dalam membentuk pandangan hidup seseorang
meliputi pembinaan akidah, akhlak, keilmuan dan kreativitas yang mereka miliki.
2. Pendidikan dalam keluarga itu sendiri secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a.
Pembinaan akidah dan akhlak
b. Pembinaan intelektual
c. Pembinaan kepribadian dan sosial
b. Pembinaan intelektual
c. Pembinaan kepribadian dan sosial
3. Pendidikan dalam
Keluarga adalah tanggungjawab orang tua, sejak
dalam kandungan hingga dewasa. meski anak
itu telah dimasukkan ke sekolah, tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan
anak, masih berlanjut. Mereka harus dibimbing dan dikontrol serta diawasi,
termasuk pengawasan terhadap cara mereka belajar di sekolah dan pergaulanya,
baik di sekolah maupun diluar sekolah. Orang tua yang merasa cukup menyerahkan
pendidikan anaknya kepada guru di sekolah adalah sangat keliru. Sikap semacam
ini, tidak bisa dibenarkan, baik dari sudut pendidikan maupun dari sudut ajaran
Islam.
12
DAFTAR PUSTAKA
J. Goode, William, Sosiologi Keluarga, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, Bandung:Trigenda Karya, 1993.
Rahmat, Jalaluddin dan Muhtar Gandatama, KeluargaMuslim Dalam Masyarakat Modern, Bandung:Remaja Rosdakarya, 1994.
Sujana, Djuju, PerananKeluarga Dalam Lingkungan Masyarakat,Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Berar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1985, hlm. 702.
Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, Bandung: Trigenda Karya, 1993, hlm. 127.
William J. Goode, Sosiologi Keluarga,
Jalaluddin Rahmat dan Muhtar Gandatama, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994, hlm. 107.
Djuju Sujana, Peranan Keluarga Dalam Lingkungan Masyarakat, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996, hlm. 25.
Departemen Agama RI, Al Qur’an Tarjamah, Jakarta, 1971
Baron, R. A dan Donn Byrne. 2003.
Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga
Komentar
Posting Komentar