Problematika Guru di Sekolah


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar  dan proses pembelajaran  agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan , pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, Masyarakat Bangsa Dan Negara[1]. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.[2]
Di negara kita terdapat tiga lembaga pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Dikatakan pertama karena sebelum ada lembaga pendidikan formal (sekolah), sedangkan disebut utama karena orang tualah yang sebenarnya yang mempunyai tanggung jawab atas pendidikan anaknya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan tempat memperoleh pengetahuan melalui proses belajar mengajar yang mencakup mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas. Sedangkan lembaga pendidikan masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang diperoleh melalui lingkungan sosial.
Jadi ketiga lembaga pendidikan diatas sangat penting dalam kehidupan sehari-hari guna meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.  Supaya kualitas sumber daya manusia tersebut dapat berkembang secara optimal maka perlu adanya guru sebagai tenaga edukatif yang kreatif agar sumber daya manusia (SDM) benar-benar dapat dipersiapkan untuk menghadapi era globalisasi dan perkembangan IPTEK. Sebab guru adalah memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia, serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan Negara dan bangsa.[3]
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang tanggung jawab utama. Guru berfungsi sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing sehingga diperlukan adanya berbagai tugas dan tanggung jawab pada diri guru itu sendiri yang senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru maupun dengan staf lainnya.
Begitu pentingnya tugas dan tanggung jawab guru, maka tinggi rendahnya prestasi belajar siswa, bahkan sampai pada mutu pendidikan pada umumnya dikembalikan kepada guru. Sebab keberhasilan proses belajar mengajar ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor intern dan ekstern.
Faktor intern yaitu faktor yang datang dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Sedangkan faktor ekstern yaitu faktor yang datang dari luar diri siswa yaitu lingkungan. Faktor lingkungan yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah kualitas pengajaran yaitu tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran.[4]  
Sorotan tersebut lebih bermuara kepada ketidakmampuan guru didalam pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga bermuara kepada menurunnya mutu pendidikan. Kalaupun sorotan itu lebih mengarah kepada sisi-sisi kelemahan pada guru, hal itu tidak sepenuhnya dibebankan kepada guru, dan mungkin ada system yang berlaku, baik sengaja ataupun tidak akan berpengaruh terhadap permasalahan tadi.
Banyak hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan kita, bagaimana kinerja guru akan berdampak kepada pendidikan bermutu. Kita melihat sisi lemah dari system pendidikan nasional kita, dengan gonta ganti kurikulum pendidikan, maka secara langsung atau tidak akan berdampak kepada guru itu sendiri. Sehingga perubahan kurikulum dapat menjadi beban psikologis bagi guru, dan mungkin juga akan dapat membuat guru frustasi akibat perubahan tersebut. Hal ini sangat dirasakan oleh guru yang memiliki kemampuan minimal, dan tidak demikian halnya guru professional.
Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang pendidikan harus berperan aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga potensial sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap hari guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya kearah yang lebih baik.



B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah peran guru dalam pembelajaran ?
2.      Apa saja problematika guru dalam proses pembelajaran ?
3.      Apa saja faktor – faktor yang mempengarui guru dalam meningkatkan profesionalismenya ?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui peran guru dalam pembelajaran
2.      Untuk mengetahui problematika guru dalam proses pembelajaran
3.      Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi guru dalam meningkatkan profesionalismenya






















 BAB II
PEMBAHASAN


A.    Peran Guru Dalam Pembelajaran
Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.[5]
Adapun peranan guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
a.      Guru Sebagai Demonstrator
Dalam setiap aspek kehidupan, guru merupakan sosok ideal bagi setiap siswanya. Biasanya apa yang dilakukan guru akan menjadi acuan bagi siswa. Sebagai demonstrator dapat diartikan guru harus menjadi teladan bagi siswa.[6]
b.      Guru Sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, mandiri dan disiplin.[7]
c.       Guru Sebagai Pengajar
Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru telah melaksanakan pembelajaran dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang dipelajari.[8]
d.      Guru Sebagai Pengelola kelas
Dalam peranannya sebagai pengelola kelas guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasikan. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan belajar mengajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menetukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik ialah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.[9]
e.       Guru Sebagai Evaluator
Evaluasi pendidikan adalah proses / kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan,dan usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik bagi penyempurnaan pendidikan. [10]
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu kewaktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi merupakan umpan balik terhadap belajar mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.[11]
f.       Guru Sebagai Motivator
Sebagai motivator guru hendaknya mampu menumbuhkan motivasi, baik motivasi langsung maupun motivasi tidak langsung . Karena semua itu berpengaruh kepada kemampun siswa untuk meningkatkan minat serta prestasinya dalam hal belajar. Guru merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan implementasi kurikulum, bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar.
Guru hendaknya mampu menggerakkan siswa-siswanya untuk selalu memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar.motivasi tersebut, tumbuh dan berkembang dengan jalan langsung dari dalam diri individu itu sendiri ( instrinsik) dan datang dari lingkungan ( ekstrinsik).[12] Dalam kaitannya dengan motivasi, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar perta didik, antara lain dengan memperhatikan prinsip-prinsip yaitu :
-          peserta didik akan bekerja keras kalau punya minat dan perhatian terhadap  pekerjaannya.
-          memberikan tugas yang jelas dan dapat dimengerti.
-          memberikan penghargaan terhadap hasil kerja dan prestasi peserta didik.
-          menggunakan hadiah dan hukuman secara efektif dan tepat guna.[13]

B.     Problematika Guru Dalam Proses Pembelajaran
Menurut Hj. Nurul Ulfatin, yang dikutip oleh Burhanuddin dkk, dilihat dari sifat masalah yang dikaitkan dengan keterlibatannya dalam proses belajar mengajar dikelompokkan menjadi 2, yaitu masalah yang terkait langsung dengan tugas mengajar dan masalah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi proses belajar mengajar.[14]
Semakin meluasnya tujuan pendidikan, maka akan semakin menambah beban tanggung jawab guru dan menimbulkan problem serius bagi pelaksanaan pekerjaannya. Adapun factor penyebab timbulnya kesulitan yang dihadapi guru di dalam kelas dan pada situasi lain di sekolah adalah sebagai beikut :
1.      Masalah dalam membuat rencana pembelajaran
Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan persiapan yang harus dilakukan guru sebelum mengajar. Persiapan disini dapat diartikan persiapan tertulis, maupun persipan mental, situasi emosional yang ingin dibangun, lingkungan belajar yang produktif, termasuk meyakinkan pembelajaran untuk mau terlibat secara penuh.[15]

2.      Masalah dalam melaksanakan proses pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. Sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik.
Menurut Djahiri (2002) dalam proses pembelajaran prinsip utamanya adalah adanya proses keterlibatan seluruh / sebagian besar potensi dari siswa dan kebermaknanya bagi diri dan kehidupannya saat ini dan di masa yang akan datang.[16]

3.      Masalah dalam menguasai materi pelajaran
Dalam proses pembelajaran materi pelajaran merupakan salah satu komponen penting yang terdiri dari "fakta-fakta, generalisasi, konsep, hukum/aturan, dan sebagainya, yang terkandung dalam mata pelajaran".[17]Menurut Djamarah mengutip Suharsimi Arikunto, bahan pelajaran adalah "unsur inti yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai oleh siswa".[18] Sejalan dengan pengertian tersebut Sardiman, menyebutkan bahwa bahan yang disebut sebagai sumber belajar (pengajaran) itu adalah "sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pengajaran".[19]
Penguasaan materi/bahan merupakan syarat mutlak yang harus dikuasai oleh guru dengan baik, sebelum ia melakukan proses belajar mengajar. Dan ini, merupakan tuntutan utama dalam profesi keguruan. Karenanya seorang guru tidak boleh melakukan kesalahan atau penyimpangan dalam menyampaikan materi kepada siswa, sebab itu akan merugikan guru itu sendiri. Disamping itu sebelum memberikan materi kepada siswa, sebaiknya guru melakukan penyeleksian bahan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan masyarakat sekitar, juga sesuai dengan tingkat penguasaan siswa, bukan memberikan bahan yang sulit untuk dicerna dan diterima oleh siswa.

4.      Masalah dalam memilih metode mengajar
Metode adalah "suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan".[20] Metode mengajar adalah "cara mengajar atau cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa untuk setiap pelajaran atau bidang studi".[21]
Dalam proses belajar mengajar, metode pengajaran sangat dibutuhkan keberadaannya, karena tanpa ada metode maka pengajaran akan menjadi tidak terarah. Djamarah dan Zain menjelaskan bahwa kedudukan metode dalam pengajaran ada tiga, yakni sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan.[22] Sehingga Penggunaan dan pemilihan metode yang bervariasi dengan memperhatikan pada Tujuan pembelajaran, Bahan pelajaran, Kemampuan guru, kemampuan siswa dan situasi yang melingkupi.[23] akan selalu menguntungkan dan mempengaruhi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Serta tidak semata-mata terjadi komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.

5.      Masalah dalam membuat dan menggunakan media pembelajaran
Media pengajaran dalam pandangan Ibrahim dan Syaodih diartikan sebagai "segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar".[24]
Menurut Djamarah dan Zain media diartikan sebagai "sumber belajar"[25] dan dengan mengutip Udin Saripuddin dan Winataputra mengelompokkan sumber belajar menjadi lima kategori, yaitu "manusia, buku/perpustakaan, media massa, alam lingkungan dan media pendidikan".[26]Sudjana yang dikutip Yoto dan Rohman memberikan alasan tentang media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar, yaitu :
-          Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memung-kinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain, seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
-          Salah satu usaha untuk mengatasi penyimpangan-penyimpangan dalam komunikasi pada proses belajar mengajar adalah dengan penggunaan media secara terpadu dalam proses belajar mengajar, karena fungsi media dalam kegiatan tersebut disamping sebagai penyaji stimulus informasi, sikap dan lain-lain, juga untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Dalam hal-hal tertentu "media juga berfungsi untuk mengatur langkah-langkah kemajuan serta untuk memberikan umpan balik".[27]
Jadi media pengajaran dapat berguna untuk perantara seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran, sehingga materi yang disampaikan lebih menarik dan merangsang pemikiran peserta didik, sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih berkualitas dan sesuai tujuan yang diharapkan.

6.      Masalah dalam membangkitkan motivasi belajar anak.
Pentingnya menjaga motivasi pelajar, minat dan keinginannya pada proses belajar tak dapat dipungkiri, karena dengan menggerakkan motivasi yang terpendam dan menjaganya dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan siswa akan menjadikan siswa itu lebih giat lagi belajar. Barang siapa yang bekerja berdasarkan motivasi yang kuat, ia tidak akan merasa lelah dan tidak cepat bosan. Oleh sebab itu guru perlu memelihara motivasi pelajar.[28]
Guru adalah orang yang paling tepat untuk maksud tersebut. Selain orang tua sendiri ada murid yang lebih suka terbuka kepda gurunya daripada dengan orang tuanya sendiri. Artinya adalah guru adalah orang yang dapat dipercaya selain orang tua. Mereka lebih bebas menumpahkan uneg-unegnya kepada gurunya daripada kepada orang tuanya.Disinilah peran guru sangat dibutuhkan untuk memberikan motivasi yang mereka perlukan.[29]
Didalam kelas masalah besar untuk guru-guru dan siswa-siswa adalah motivasi. Guru-guru berharap supaya setiap siswa menggunakan bahan dan  waktunya selama di sekolah sehingga tujuan belajar terjadi secara maksimum. Sayangnya tujuan guru sering berbeda dengan apa yang ada pada diri siswa sehingga motivasi tidak berkembang melainkan diabaikan.[30]
Motivasi adalah prasyarat yang amat penting dalam belajar. Gedung dibuat, guru disediakan, alat belajar lengkap dengan harapan supaya siswa masuk sekolah dengan bersemangat. Tetapi semua itu akan sia-sia jika siswa tidak ada motivasi untuk belajar.[31]

7.      Masalah dalam Pengelolaan Kelas
Pengelola kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran.[32] Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas adalah (1) kehangatan dan keantusiasan, (2) tantangan, (3) bervariasi (4) luwes, (5) penekanan pada hal – hal yang positif, (6) penanaman disiplin diri.[33]
Dengan kata lain kegiatan – kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses interaksi edukatif. Yang termasuk kedalam hal ini adalah misalnya penghentian tingkah laku anak didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas anak didik atau penetapan kelompok yang produktif.

8.      Masalah dalam merencanakan dan melaksanakan evaluasi
  Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didika sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.[34] Penilaian adalah kegaitan menafsirkan hasil pengukuran, misalnya tinggi, rendah, baik buruk dan sejenisnya.
Penilaian adalah suatu proses sistematis yang mengandung pengumpulan informasi, menganalisis dan menginterprestasi informasi tersebut untuk membuat keputusan – keputusan.[35]
Evaluasi bukan merupakan suatu proses tunggal, minimal meliputi dua kegiatan, pertama mengumpulkan informasi dan kedua menentukan suatu keputusan. Karena masalah – masalah dan konsep – konsep dalam pendidikan selalu mengalami pengembangan , maka pertalian antara informasi pendidikan yang diperoleh dengan keputusan yang diambil tidak selalu sama, mengalami perkembangan pula. Oleh karena itu tugas dari evaluator pendidikan mempelajari kerangka nilai – nilai tersebut. Atas dasar kerangka nilai – nilai tersebut maka keputusan pendidikan diambil.[36]

9.      Masalah dalam membina moral/karakter siswa
Budi pekerti adalah nilai – nilai hidup manusia yang sungguh – sungguh dilaksanakan bukan sekedar kebiasaan, tetapi berdasarkan pemahaman dan kesadaran diri untuk menjadi baik.[37] Karakter menurut Doni Koesoema (2007) memiliki persamaan dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai cirri, karakteristik, gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan – bentukan yang diterima dari lingkungan.[38]
Penanaman nilai – nilai budi pekerti di sekolah, untuk saat ini memang sudah mengalami kemunduran. Data empiris menunjukkan bahwa guru pun enggan  menegur anak didik yang berlaku tidak sopan di sekolah. Anak didik berperilaku tidak sopan terhadap guru , melecehkan sesame teman, bahkan sekolah lain yang tidak berani mengeluarkan anak didik yang sudah jelas – jelas menggunakan norkoba.[39] Untuk itu peran guru sangat penting dalam membentuk karakter peserta didik menjadi lebih baik dalam dunia pendidikan terutama dalam pembelajaran di sekolah.

C.    Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Guru Dalam Meningkatkan Profesionalismenya
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peran utama. Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang tanpa memiliki keahlian khusus sebagai guru. Orang yang pandai berbicara sekalipun belum dapat disebut sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang professional itu harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dikuasai dan dikembangkan melalui tingkat pendidikan tertentu.
Seorang guru yang benar-benar sadar dengan tugas dan tanggung jawab serta kewajibannya dalam proses belajar mengajar, tentunya akan slalu introspeksi diri,selalu berusaha ingin maju agar mampu menyelesaikan tugasnya sebagai seorang pendidik. Untuk itu guru dituntut agar selalu berusaha meningkatkan kualitas kemampuannya dengan menambah pengetahuan, memperkaya pengalaman, memperbanyak buku bacaan, mengikuti seminar, lokakarya dan lain-lain.
Dalam usaha untuk meningkatkan dan mewujudkan professional guru dalam pendidikan ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi upaya peningkatan profesionalisme guru dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal [40]
Faktor internal ini sebenarnya berkaitan erat dengan syarat-syarat menjadi seorang guru. Adapun faktor yang dimaksud antara lain:
a.       Latar belakang pendidikan guru
Salah satu syarat utama yang harus dipenuhi seorang guru sebelum mengajar adalah harus memiliki ijazah keguruan. Dengan ijazah keguruan tersebut, guru memiliki bukti pengalaman mengajar dan bekal pengetahuan baik peadagogis maupun didaktis, yang sangat besar pengaruhnya untuk membantu pelaksanaan tugas guru. Sebaliknya tanpa adanya bekal pengetahuan tentang pengelolaan kelas, proses belajar mengajar dan lain sebagainya, dia akan merasa kesulitan untuk dapat meningkatkan kualitas keguruannya. Sebagaimana dikatakan Ali Saifullah, bahwa proses keberhasilan guru itu ditentukan oleh pendidikan, persiapan, pengalaman kerja dan kepribadian guru. Dengan demikian ijazah yang dimliliki guru akan nenunjang pelaksanaan tugas mengajar guru itu sendiri.

b. Pengalaman mengajar guru
Kemampuan guru dalam menjalankan tugas sangat berpengaruh terhadap peningkatan profesionalisme guru. Hal ini ditentukan oleh pengalaman mengajar guru terutama pada latar belakang pendidikan guru. Bagi guru yang berpengalaman mengajarnya baru satu tahun misalnya, akan berbeda dengan guru yang berpengalaman mengajarnya telah bertahun-tahun. Sehingga semakin lama dan semakin banyak pengalaman mengajar, semakin sempurna tugas dalam mengantarkan anak didiknya untuk mencapai tujuan belajar

c. Keadaan kesehatan guru
Kalau kesehatan jasmani guru terganggu, misalnya badan terasa lemah dan sebagainya, maka hal tersebut akan mengganggu kesehatan rohaninya dan ini akan berpengaruh pada etos kerja yang menjadi semakin berkurang. Kalau kesehatan rohani sehat maka kenungkinan kesehatan jasmaninya sehat, begitu juga sebaliknya. Maka dengan kondisi jasmani yang sehat akan menghasilkan proses belajar mangajar sesuai yang diharapkan. Amir D. mengemukakan bahwa "seorang guru harus mempunyai tubuh yang sehat, sehat dalam arti tidak sakit dan dalam arti kuat, mempunyai energi cukup sempurna .
Jadi guru yang sehat akan dapat mengerjakan tugas-tugas sebagai guru dengan baik, karena tugas-tugas itu menuntut energi yang cukup banyak. Terganggunya kesehatan guru akan mempengaruhi kegiatan proses belajar mengajar, terutama dalam meningkatkan profesionalismenya.

d. Keadaan kesejahteraan ekonomi guru
"Seorang guru jika terpenuhi kebutuhannya, maka ia akan lebih percaya diri sendiri merasa lebih aman dalam bekerja maupun kontak-kontak sosial lainnya" Sebaliknya jika guru tidak dapat memenuhi kebutuhannya karena disebabkan gaji yang dibawah rata-rata, terlalau banyaknya potongan dan kurang terpenuhinya kebutuhan lainnya, akan menimbulkan pengaruh negatif, seperti mencari usaha lain dengan mencari pekerjaan diluar jam-jam mengajar, dan hal yang demikian jika dibiarkan berjalan terus menerus akan sangat menganggu efektifitas pekerjaan sebagai guru. Dan hal ini akan mempengaruhi terhadap upaya peningkatan profesionalisme guru.

2. Faktor eksternal[41]
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi peningkatan profesionalisme guru diantaranya,
a.       Sarana pendidikan
Dalam proses belajar mengajar sarana pendidikan merupakan faktor dominan dalam menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Dengan tersedianya sarana yang memadai akan mempermudah pencapain tujuan pembelajaran , sebaliknya keterbatasan sarana pendidikan akan menghambat tujuan proses belajar mengajar. Terbatasnya sarana pendidikan dan alat peraga dalam proses belajar mengajar secara tidak langsung akan menghambat profesional guru. Jadi dengan demikian sarana pendidikan mutlak diperlukan terutama bagi pelaksanaan upaya guru dalam meningkatkan profesionalnya.


b. Kedisiplinan kerja disekolah
Disiplin adalah sesuatu yang terletak didalam hati dan didalam jiwa seseorang yang memberikan dorongan bagi orang yang bersangkutan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagaimana ditetapkan oleh norma-norma dan peraturan yang berlaku.
Kedisiplinan di sekolah tidak hanya diterapkan pada siswa, tetapi juga diterapkan oleh seluruh pelaku pendidikan disekolah termasuk guru. Untuk membina kedisiplinan kerja merupakan pekerjaan yang tidak mudah karena masing-masing pelaku pendidikan itu adalah orang yang heterogen (berbeda). Disinilah fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin, pembimbing, dan pengawas diharapkan mampu untuk menjadi motifator agar tercipta kedisiplinan didalam lingkungan sekolah.Kedisiplinan yang ditanamkan kepada guru dan seluruh staf sekolah akan mempengaruhi upaya peningkatan profesionalisme guru.

c. Pengawasan kepala sekolah
Pengawasan kepala sekolah terhadap tugas guru amat penting untuk mengetahui perkembangan guru dalam melaksanakan tugasnya. Tanpa adanya pengawasan dari kepala sekolah maka guru akan melaksanakan tugasnya dengan seenaknya sehingga tujuan pendidikan yang diharapkan tidak dapat tercapai. Karena pengawasan kepala sekolah bertujuan untuk pembinaan dan peningkatan proses belajar mengajar yang menyangkut banyak orang, pengawasan ini hendaknya bersikap fleksibel dengan memberi kesempatan kepada guru mengemukakan masalah yang dihadapinya serta diberi kesempatan kepada guru untuk mengemukakan ide demi perbaikan dan peningkatan hasil pendidikan. Sifat untuk menonjol sebagai atasan dan menganggap guru sebagai bawahan semata-mata akan melahirkan hubungan yang kaku dan akibatnya guru akan merasa tertekan untuk menjalankan perintah untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan sekaligus meningkatkan kualitasnya.

D.    Analisis
Masalah pada tataran mikro adalah masalah yang dialami guru secara langsung pada saat melaksanakan pembelajaran di dalam kelas. tampak bahwa masalah yang dialami oleh guru cukup kompleks karena masalah guru terjadi pada semua tahapan pembelajaran, yaitu ada pada tahapan perencanaan, pelaksanaan proses pembelajaran maupun dalam tahap melakukan evaluasi.
Pada tahapan perencanaan, guru mengakui bahwa mereka mengalami masalah dalam mengaitkan  standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan evaluasi., mereka juga belum bisa membedakan beberapa istilah khusus yang digunakan dalam penulisan RP (Rencana Pembelajaran), seperti halnya membedakan istilah standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD).
Memperhatikan masalah riil yang dialami oleh guru, dapat dibayangkan bahwa masalah yang dialami oleh  guru sungguh sangat   prinsip dan mendasar karena perencanaan merupakan awal suksesnya proses pembelajaran. Clark dan Lampert  menyatakan bahwa perencanaan guru adalah faktor penentu terhadap apa yang akan diajarkan oleh guru. Oleh sebab itu kalau perencanaan yang dibuat guru belum benar maka sulit mengharapkan bahwa pembelajaran akan membuahkan hasil yang maksimal.[42]
Pada tahapan pelaksanaan, guru menyadari bahwa mereka banyak mengalami masalah terutama dalam mengelola kelas untuk jumlah siswa yang banyak dan menghadapi siswa yang heterogen. Guru juga mengakui bahwa mereka kurang kreatif sehingga banyak di antara mereka kurang terampil untuk mengatur strategi pembelajaran secara berkelompok, serta merasa tidak memahami berbagai strategi pembelajaran yang inovatif yang bisa digunakan untuk memvariasikan strategi pembelajaran di dalam kelas.
Alat peraga merupakan sarana penunjang untuk mempercepat tercapainya tujuan pembelajaran, akan tetapi masih banyak guru yang belum menggunakan alat peraga karena kurangnya alat peraga yang bisa digunakan di dalam kelas adalah karena minimnya pengetahuan mereka tentang strategi pembelajaran sehingga mereka tidak tahu media apa yang harus mereka gunakan dalam menjelaskan suatu konsep atau saat membaca maupun saat siswa melakukan aktivitas lain. Di samping itu mereka sangat kurang kreatif untuk bisa memanfaatkan barang-barang sekitar mereka sebagai alat bantu mengajar.
Dalam mengelola kelas masik banyak ditemukan guru belum bisa mengondisikan kelas. Hal ini tercermin dari ketergantungan guru yang terlalu banyak terhadap lembar kerja siswa yang dibawa siswa, dan guru seolah-olah kurang kreativitas untuk mampu keluar dari ketergantungan yang pasif. Sesungguhnya pekerjaan terbesar guru adalah mengembangkan masyarakat belajar yang demokratis,  yaitu semua siswa dinilai, dihargai dan dimotivasi untuk saling bekerjasama[43].
Masalah lain yang juga dirasakan guru adalah dalam melakukan evaluasi. Guru menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui berbagai teknik dan bentuk evaluasi yang bisa dipakai oleh guru di dalam kelas. Demikian juga halnya dengan cara/teknik evaluasi yang dipakai untuk mengukur semua domain (kognitif, psikomotor maupun afektif).
Disamping itu masalah memberi motivasi belajar anak masih lemah, dibuktikan dengan lemahnya tingkat konsentrasi siswa dalam belajar, kurang senangnya dalam mengikuti pelajaran atau sebaliknya lebih suka disaat berangkat dan pulang dari sekolah. Selain motivasi anak yang menurun, karakter anak juga menurun, hal ini sudah banyak terjadi dilembaga – lemaga pendidikan yang lebih menekankan kecerdasan intelektual dan melupakan karakkter anak, sehingga menyebabkan sopan santun anak berkurang, lebih banyak mengarah ke hal yang negatif seperti suka tawuran antar pelajar, narkoba, pergaulan bebas, dll.      
Dengan melihat permasalahan – permasalahan diatas, solusi yang dapat mengurangi problem guru antara lain :
1.      Peningkatan professional guru melalui pelatihan - pelatihan. Seyogyanya pelatihan guru bertolak dari kebutuhan nyata dilapangan, sehingga dampak pelatihan secara berkesinambungan akan :
a.         Menambah kemampuan dan keterampilan instruksional pada guru
b.        Memajukan pola dan jenis interaksi guru – murid ke tahap yang lebih baik
c.         Mengembangkan perilaku guru dalam pengelolaan kelas yang lebih kreatif
d.        Menumbuhkan kretifitas dan komitmen guru dalam memberikan bantuan pelayanan terhada siswa.[44]
2.      Peningkatan professional guru melalui kegiatan bedah super
Kegiatan bedah super ini merupakan sebuah rangkaian kegiatan untuk membedah RPP, bedah proses pembelajaran dan supervisi yang dilaksanakan secara periodik, dan dilaksanakan oleh sekelompok guru yang memiliki latar belakang tertentu.[45]
3.      Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah



BAB III
KESIMPULAN


Dari uraian pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan :
1.      Peran guru dalam proses pembelajaran  meliputi guru sebagai demonstrator, guru sebagai pendidik, guru sebagai pengajar, guru sebagai pengelola kelas, guru sebagai evaluator, guru sebagai motivator.
2.      Permasalahan guru disekolah di kaitkan dengan keterlibatannya dalam proses belajar mengajar ada diantaranya masalah dalam membuat rencana pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, menguasai materi pelajaran, memilih metode mengajar, membuat dan menggunakan media, membangkitkan motivasi anak didik, pengelolaan kelas, membina moral/karakter siswa.
3.      Factor – factor yang mempengaruhi profesionalisme guru di bedakan menjadi 2 faktor yaitu factor intern dan factor ekstern
Factor internal : latar pendidikan guru, pengalaman mengajar guru, keadaan kesehatan guru, keadaan kesejahteraan ekonomi guru
Factor eksternal : sarana pendidikan, kedisiplinan kerja /peraturan sekolah, pengawasan kepala sekolah











DAFTAR PUSTAKA

______, Undang – Undang Sistem Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003, Jakarta : Ditjen Pendis, 2006
______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi. Bandung : Remaja Rosda Karya, 2003
Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 1991
Akhyak, Profil Pendidik Sukses, Lembaga kajian Agama Dan Filsafat, Surabaya, 2005
Basyaruddin Usman, Media Pembelajaran. (ed.) Abdul Halim, Jakarta: Ciputat Pers, 2002
Burhanuddin, dkk, Supervisi Pendidikan dan Pengajaran Konsep, Pendekatan, dan Penerapan Pembinaan Profesional, Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, 2007
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2008
Fokusmedia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung; Fokusmedia, 2006
Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 1996
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidiakan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007
Mansyur, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen Agama, 1994/1995
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung : Remaja Rosda Karya,1990
Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung,: Sinar Baru,1989
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Jakarta : Bumi Aksara, 2007
Ruseffendi, Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA (Perkembangan Kompetensi Guru). (Bandung: Tarsito, 1988)
Sri Basti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 2006
Suharsini Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi pendidikan. Jakarta : Bina Aksara, 2003
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2002
Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta :  Kencana, 2006




[1] Fokusmedia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Fokusmedia, 2006, hal 2
[2]  ______, Undang – Undang Sistem Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003, Jakarta : Ditjen Pendis, 2006, hal 46
[3] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2008, hal 36
[4] Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung,: Sinar Baru,1989, hal 39
[5]  E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2008, hal 35
[6] Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta :  Kencana, 2006, hal 151-152
[7] E. Mulyasa, op.cit, hal 37
[8] Ibid, hal 38
[9] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung : Remaja Rosda Karya,1990, hal 10
[10] Suharsini Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi pendidikan. Jakarta : Bina Aksara, 2003 hal. 11
[11] Moh Uzer usman, op.cit., hal. 12.
[12] Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi. Bandung : Remaja Rosda Karya, 2003, hal. 37.
[13] Akhyak, Profil Pendidik Sukses, Lembaga kajian Agama Dan Filsafat, Surabaya, 2005 , hal. 17.
[14]Burhanuddin, dkk, Supervisi Pendidikan dan Pengajaran Konsep, Pendekatan, dan Penerapan Pembinaan Profesional, Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, 2007, hal 104
[15] Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidiakan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007, hal 263
[16] Ibid, hal 287
[17] Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 1996, hal 100.
[18] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hal 50.
[19] Ibid.
[20] Djamarah dan Zain, Strategi …, hal 53
[21] Ruseffendi, Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA (Perkembangan Kompetensi Guru). (Bandung: Tarsito, 1988),  281.
[22] Djamarah dan Zain, Strategi …, hal 83-85
[23] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 1991,  111-112.
[24] Ibrahim dan Syaodih, Perencanaan …, hal 120.
[25] Djamarah dan Zain, Strategi …, hal 138.
[26] Ibid., 139.
[27] Basyaruddin Usman, Media Pembelajaran. (ed.) Abdul Halim, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, hal 13
[28] Mansyur, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen Agama, 1994/1995, hal 99
[29] Ibid, hal 77.
[30] Sri Basti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 2006, hal 327.
[31] Ibid, hal 329.
[32] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2007, hal. 91
[33] Ibid
[34] Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidiakan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007, hal 379
[35] Ibid
[36] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007, hal 180
[37]  Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Jakarta : Bumi Aksara, 2007, hal 38
[38] Nur Miftahul Fuad, Pendidikan Karakter Sebagai Wahana Pembangun Karakter ( karakter Building) Menuju Bangsa Yang Maju dan Beradap, Depag Jatim, Mimbar, 2010, hal 38
[39] Op cit, hal 163
[41] Ibid
[42] ______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 TH. XXXX April 2007
[43] Arends, Richard I. Learning to Teach. Fifth Editin. New York : McGraw-Hill Book Co.2001, hal 156
[45] Bambang Wiyono, Peningkatan Profesionalisme Guru di Bidang Pembelajaran Melalui Bedah Super, Depag Jatim, Mimbar, 2011, hal 36

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Landasan Religius Pendidikan

PARADIGMA PENDIDIKAN

Teknik-teknik supervisi pendidikan