Pendidikan Jaman Jepang
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan faktor penting yang mempunyai andil besar dalam memajukan suatu
bangsa, bahkan peradaban manusia. Tujuan pendidikan itu merupakan tujuan dari
negara itu sendiri. Pendidikan yang rendah dan berkualitas akan terus
mengundang para penjajah, baik penjajahan secara fisik maupun non fisik,
seperti penjajahan intelektual, pemikiran, ekonomi, sosial, politik dan agama.
Hal ini senada dengan ungkapan “kebodohan bukanlah karena penjajahan tetapi, kebodohanlah
yang mengundang penjajah”.
Bangsa
Indonesia merdeka setelah proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan
ialah terbebasnya suatu bangsa dari belenggu penjajahan. Bangsa yang sudah
merdeka dapat leluasa mengatur laju bangsa dan pemerintahan untuk mencapai
tujuannya. Benarkah demikian?
Kemerdekaan
tidak sepenuhnya menyelesaikan berbagai persoalan negara. Kemerdekaan politik
sesudah masa penjajahan oleh pemerintah Jepang dan Belanda itu lebih mudah
dicapai dibandingkan dengan rekonstruksi kultural masyarakat dan renovasi
system pendidikan kita, khususnya pendidikan Islam.
Mengamati
perjalanan sejarah pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda dan Jepang
sungguh menarik dan memiliki proses yang amat panjang. Belanda yang menduduki
Indonesia selama 3 ½ abad dan Jepang selama 3 ½ tahun meninggalkan
kesengsaraan, mental dan kondisi psikologis yang lemah.
Dengan
misi gold, glory dan gospelnya
mereka mempengaruhi pemikiran dan iedeologi dengan doktrin-doktrin Barat. Akan
tetapi kita sepatutnya bangga dengan perjuangan para tokoh Muslim pada masa itu
yang berupaya sekuat tenaga untuk mengajarkan Islam dengan cara mendirikan
lembaga – lembaga pendidikan Islam seperti madrasah, pesantren, majlis taklim
dan sebagainya. Dari lembaga inilah kemudian lahir tokoh- tokoh muslim yang
berperan besar dalam mewujudkan kemerdekaan dan membela risalah Islam. Materi
yang dipelajari menggunakan referensi dan kitab-kitab kuning berbahasa Arab
seperti Safinah, Bulughul Marom, dan
sebagainya selain itu ilmu jiwa, ilmu hitung pun dipelajari. Pada saat itu
disamping menuntut ilmu mereka harus berjuang melawan penjajah.
Itulah
sekilas tentang pendidikan Islam pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang.
Setelah merdeka, bangsa Indonesia merasa mampu menghirup angin segar di
negerinya sendiri karena telah terlepas dari penjajahan. Akan tetapi, sikap,
watak dan mental bangsa yang terjajah akan menjadi kendala tersendiri bagi
perkembangan negara, khususnya pendidikan Islam di Indonesia.
Pendidikan
Islam pada masa Kemerdekaan ini dapat kita bagi menjadi beberapa periode:
1.
Pendidikan
Islam Pada Masa Orde Lama
2.
Pendidikan
Islam Pada Masa Orde Baru
3.
Pendidikan
Islam Pada Masa Reformasi
4.
Pendidikan
Islam Masa depan
Seiring
dengan perkembangan zaman, persoalan persoalan yang dihadapi pun semakin bertambah
seperti sistem pendidikan yang sesuai dengan tujuan, visi dan misi negara itu.
Masuknya pemikiran-pemikiran barat yang secara tidak langsung meracuni
pemikiran-pemikiran Islam dan berbagai krisis yang melanda negeri ini menjadi
bagian dari polemik dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan
Islam Pada Masa Orde Lama (1945-1965)
Revolusi
nasional meletus pada tanggal 17 Agustus 1945 dalam bentuk proklamasi
kemerdekaan. Dengan ini tercapailah kemerdekaan yang diidam-idamkan oleh rakyat
Indonesia. Proklamasi mematahkan belenggu penjajahan dan menciptakan hidup baru
di berbagai bidang, terutama di bidang pendidikan dirasakan perlu mengubah
sistem pendidikan yang sesuai dengan suasana baru. Pada bulan Oktober 1945 para
ulama di Jawa memproklamasikan perang jihad fisabilillah
terhadap Belanda / sekutu. Hal ini berarti memberikan fatwa kepastian hukum
terhadap perjuangan umat Islam. Isi fatwa tersebut adalah sebagi berikut:
- Kemerdekaan Indonesia wajib
dipertahankan.
- Pemerintah RI adalah satu-satunya
pemerintah sah yang wajib dibela dan diselamatkan.
- Musuh- musuh RI (belanda / sekutu),
pasti kan menjajah kembali bangsa Indonesia. Karena itu, kita wajib
mengangkat senjata terhadap mereka.
- Kewajiban-kewajiban tersebut diatas
adalah jihad fisabilillah.
Ditinjau
dari segi pendidikan rakyat maka fatwa ulama tersebut besar sekali artinya fatwa
tersebut memberikan faedah sebagai berikut:
1.
Para
ulama dan santri-santri dapat mempraktekan ajaran jihad fisabilillah yang sudah
dikaji bertahun-tahun dalam pengajian kitab suci Fikih di pondok atau di
madrasah.
2.
Pertanggung
jawaban mempertahankan kemerdekaan tanah air itu menjadi sempurna terhadap
sesama manusia dan terhadap Tuhan Yang Mahaesa.
Di
tengah-tengah berkobarnya revolusi fisik , pemerintah RI tetap membina
pendidikan agama pada khususnya. Pembinaan pendidikan agama itu secara formal
institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departeman P&K
(Depdikbud), oleh karena itu dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara
kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah
umum (negeri dan swasta). Adapun pendidikan-pendidikan agama di sekolah agama
ditangani oleh Departemen Agama. Pendidikan agama Islam untuk sekolah umum
mulai diatur secara resmi oleh pemerintah pada bulan Desember 1946. Sebelum
itu, pendidikan agama sebagai pengganti pendidikan budi pekerti yang sudah ada
sejak zaman Jepang, berjalan sendiri-sendiri di masing-masing daerah.
Pada
tahun 1950 ketika kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh wilayah
Indonesia, maka rencana pendidikan makin disempurnakan dengan dibentuknya
panitia bersama yang dipimpin oleh professor Mahmud Yunus dari Departemen Agama
dan Mr. Hadi dari departemen P&K hasil dari panitia itu adalah SKB yang
dikeluarkan pada bulan Januari 1951 isinya ialah:
- Pendidikan agama diberikan mulai
kelas IV Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar)
Di daerah-daerah yang masyarakat
agamanya kuat misalnya di Sumatera, Kalimantan maka pendidikan Agama diberikan
mulai kelas 1 SR dengan catatan bahwa mutu pengetahuan umumnya tidak boleh
berkurang dibandingkan dengan sekolah yang lain yang pendidikan agamanya
diberikan muali kelas IV.
- Di sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
dan Tingkat Atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2
jam seminggu.
- Pendidikan agama diberikan kepada
murid-murid sebanyak 10 orang dalam 1 kelas dan mendapat izin dari orang
tua dan walinya.
- Pengangkatan guru agama, biaya
pendidikan agama dan menteri pendidikan agama ditanggung oleh Departemen
Agama.
Pada
periode orde lama ini, berbagai peristiwa dialami oleh bangsa Indonesia dalam
dunia pendidikan yaitu:
- Dari tahun 1945-1950 landasan idiel
pendidikan ialah UUD 1945 dan falsafah pancasila.
- Pada permulaan tahun 1949 dengan
terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat (RIS), di negara bagian
Timur dianut suatu sistem pendidikan yang diwarisi dari zaman pemerintahan
Belanda.
- Pada tanggal 17 agustus 1950 dengan
terbentuknya kembali negara kesatuan RI landasan idiil pendidikan UUDS RI.
- Pada tahun 1959 Presiden
mendekritkan RI kembali ke UUD 1945 dan menetapkan manifesto politik RI
menjadi haluan negara.
- Pada tahun 1945, sesudah G 30 S/PKI
kita kembali lagi melaksanakan pancasila dan UUD 45 secara murni dan
konsekuen.
Di
dalam pancasila terdapat sila Ketuhanan Yang Maha Esa di dalam pelaksanaan
pendidikan tentu ia akan diberikan kepada siswa ataupun mahasiswa sebagai
pelajaran pokok, sila pertama ini terdapat butir-butir pancasila yang mesti
diamalkan. Di sekolah-sekolah didirikan pendidikan moral Pancasila dan salah
satu butir sila pertama ini adalah percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa sesuai dengan ajaran masing-masing. Akan tetapi jika kita cermati sejarah
tercetusnya Pancasila khususnya sila pertama ini memiliki sejarah yang
merugikan umat Islam dengan dihilangkannya 7 kata pada sila pertama yaitu
dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya. Akibatnya pengajaran
Islam dan penerapan ajaran dan syariat tidak begitu berkembang secara pesat.
B.
PENDIDIKAN
DIMASA BELANDA
Pendidikan selama
penjajahan Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua) periode besar, yaitu pada
masa VOC (Vereenigde Oost-indische
Compagnie) dan masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie). Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi
(perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak
lepas dari maksud dan kepentingan komersial.
Kondisi pendidikan di zaman
VOC juga tidak melebihi perkembangan pendidikan di zaman Portugis atau Spanyol.
Pendidikan diadakan untuk memenuhi kebutuhan para pegawai VOC dan keluarganya
di samping untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja murah terlatih dari kalangan
penduduk pribumi. VOC memang mendirikan sekolah-sekolah baru selain mengambil
alih lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya berstatus milik penguasa
kolonial Portugis atau gereja Katholik Roma. Secara geografis, pusat pendidikan
yang dikelola VOC juga relative terbatas di daerah Maluku dan sekitarnya. Di
Sumatera, Jawa dan Sulawesi, VOC memilih untuk tidak melakukan kontak langsung
dengan penduduk, tetapi mempergunakan mediasi para penguasa lokal pribumi.
Jikalaupun ada, itu hanya berada di pusat konsentrasi pendudukannya yang
ditujukan bagi para pegawai dan keluarganya.
Secara umum sistem
pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai berikut:
(1)
Pendidikan
Dasar
Berdasar peraturan tahun 1778, dibagi kedalam 3 kelas
berdasar rankingnya. Kelas 1 (tertinggi) diberi pelajaran membaca, menulis,
agama, menyanyi dan berhitung. Kelas 2 mata pelajarannya tidak termasuk
berhitung. Sedangkan kelas 3 (terendah) materi pelajaran fokus pada alphabet
dan mengeja kata-kata. Proses kenaikan kelas tidak jelas disebutkan, hanya
didasarkan pada kemampuan secara individual. Pendidikan dasar ini berupaya
untuk mendidik para murid-muridnya dengan budi pekerti. Contoh pendidikan dasar
ini antara lain Batavische school (Sekolah Betawi, berdiri tahun 1622);
Burgerschool (Sekolah Warga-negara, berdiri tahun 1630); Dll.
(2)
Sekolah Latin
Diawali dengan sistem numpang-tinggal (in de kost) di rumah pendeta tahun 1642. Sesuai namanya, selain
bahasa Belanda dan materi agama, mata pelajaran utamanya adalah bahasa Latin.
Setelah mengalami buka-tutup, akhirnya sekolah ini secara permanent ditutup
tahun 1670.
(3)
Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
Sekolah untuk mendidik calon-calon pendeta, yang didirikan
pertama kali oleh Gubernur Jenderal van Imhoff tahun 1745 di Jakarta. Sekolah
dibagi menjadi 4 kelas secara berjenjang. Kelas 1 belajar membaca, menulis,
bahasa Belanda, Melayu dan Portugis serta materi dasar-dasar agama. Kelas 2
pelajarannya ditambah bahasa Latin. Kelas 3 ditambah materi bahasa Yunani dan
Yahudi, filsafat, sejarah, arkeologi dan lainnya. Untuk kelas 4 materinya
pendalaman yang diasuh langsung oleh kepala sekolahnya. Sistem pendidikannya
asrama dengan durasi studi 5,5 jam sehari dan Sekolah ini hanya bertahan selama
10 tahun.
(4)
Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
Berdiri tahun 1743, dimaksudkan untuk mendidik calon
perwira pelayaran dengan lama studi 6 tahun. Materi pelajarannya meliputi
matematika, bahasa Latin, bahasa ketimuran (Melayu, Malabar dan Persia),
navigasi, menulis, menggambar, agama, keterampilan naik kuda, anggar, dan
dansa. Tetapi iapun akhirnya ditutup tahun 1755.
(5)
Sekolah Cina
didirikan untuk keturunan Cina yang miskin, tetapi sempat
vakum karena peristiwa de Chineezenmoord
(pembunuhan Cina) tahun 1740. selanjutnya, sekolah ini berdiri kembali secara
swadaya dari masyarakat keturunan Cina sekitar tahun 1753 dan 1787.
(6)
Pendidikan
Islam
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan
melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar
sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi
atau mengaturnya.
Pada akhir abad ke-18, setelah VOC mengalami kebangkrutan,
kekuasaan Hindia Belanda akhirnya diserahkan kepada pemerintah kerajaan Belanda
langsung. Pada masa ini, pendidikan mulai memperoleh perhatian relatif maju
dari sebelumnya.
Beberapa prinsip yang oleh pemerintah Belanda diambil
sebagai dasar kebijakannya di bidang pendidikan antara lain:
(1) Menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama
tertentu; (2) Memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik
kelak mampu mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung kepentingan
kolonial; (3) Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial,
khususnya yang ada di Jawa.; (4) Pendidikan diukur dan diarahkan untuk
melahirkan kelas elit masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai pendukung
supremasi politik dan ekonomi pemerintah kolonial. Jadi secara tidak langsung,
Belanda telah memanfaatkan kelas aristokrat pribumi untuk melanggengkan status
quo kekuasaan kolonial di Indonesia.
C. PENDIDIKAN MASA JEPANG
Didorong
semangat untuk mengembangkan pengaruh dan wilayah sebagai bagian dari rencana
membentuk Asia Timur Raya yang meliputi Manchuria, Daratan China, Kepulauan
Filiphina, Indonesia, Malaysia, Thailand, Indo China dan Rusia di bawah
kepemimpinan Jepang, negera ini mulai melakukan ekspansi militer ke berbagai
negara sekitarnya tersebut. Dengan konsep “Hakko Ichiu” (Kemakmuran Bersama
Asia Raya) dan semboyan “Asia untuk Bangsa Asia”, bangsa fasis inipun
menargetkan Indonesia sebagai wilayah potensial yang akan menopang ambisi
besarnya.
Dengan
konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat, Jepang mengelola
pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ini.
Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang
sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan
Pasifik.
Setelah
Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang selanjutnya menyerang Jawa dan
akhirnya memaksa Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian
menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas
terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara
lain: (1) Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar
pendidikan menggantikan Bahasa Belanda; (2) Adanya integrasi sistem pendidikan
dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial dh era
penjajahan Belanda.
Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai
berikut: (1) Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6
tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari
Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda. (2)
Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama)
dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga
dengan lama studi 3 tahun. (3) Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan
bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik,
dan pertanian. (4) Pendidikan Tinggi.
Guna
memperoleh dukungan tokoh pribumi, Jepang mengawalinya dengan menawarkan konsep
Putera Tenaga Rakyat di bawah pimpinan Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantoro,
dan K.H. Mas Mansur pada Maret 1943. Konsep ini dirumuskan setelah kegagalan
the Triple Movement yang tidak menyertakan wakil tokoh pribumi. Tetapi PTR
akhirnya mengalami nasib serupa setahun kemudian. Pasca ini, Jepang tetap
merekrut Ki Hajar Dewantoro sebagai penasehat bidang pendidikan mereka. Upaya Jepang
mengambil tenaga pribumi ini dilatarbelakangi pengalaman kegagalan sistem
pendidikan mereka di Manchuria dan China yang menerapkan sistem Nipponize
(Jepangisasi). Karena itulah, di Indonesia mereka
mencobakan format pendidikan yang mengakomodasi kurikulum berorientasi
lokal. Sekalipun patut dicatat bahwa pada menjelang akhir masa pendudukannya,
ada indikasi kuat Jepang untuk menerapkan sistem Nipponize kembali, yakni
dengan dikerahkannya Sendenbu (propagator Jepang) untuk menanamkan ideologi
yang diharapkan dapat menghancurkan ideologi Indonesia Raya.
Jepang
juga memandang perlu melatih guru-guru agar memiliki keseragaman pengertian
tentang maksud dan tujuan pemerintahannya. Materi pokok dalam latihan tersebut
antara lain: (1) Indoktrinasi ideologi Hakko Ichiu; (2) Nippon Seisyin, yaitu
latihan kemiliteran dan semangat Jepang; (3) Bahasa, sejarah dan adat-istiadat
Jepang; (4) Ilmu bumi dengan perspektif geopolitis; serta (5) Olaharaga dan
nyanyian Jepang. Sementara untuk pembinaan kesiswaan, Jepang mewajibkan bagi
setiap murid sekolah untuk rutin melakukan beberapa aktivitas berikut ini: (1)
Menyanyikan lagi kebangsaan Jepang, Kimigayo setiap pagi; (2) Mengibarkan
bendera Jepang, Hinomura dan menghormat Kaisar Jepang, Tenno Heika setiap pagi;
(3) setiap pagi mereka juga harus melakukan Dai Toa, bersumpah setia kepada
cita-cita Asia Raya; (4) Setiap pagi mereka juga diwajibkan melakukan Taiso,
senam Jepang; (5) Melakukan latihan-latihan fisik dan militer; (7) Menjadikan
bahasa Indonesia sebagai pengantar dalam pendidikan. Bahasa Jepang menjadi
bahasa yang juga wajib diajarkan.
Setelah
menguasai Indonesia, Jepang menginstruksikan ditutupnya sekolah-sekolah
berbahasa Belanda, pelarangan materi tentang Belanda dan bahasa-bahasa Eropa
lainnya. Termasuk yang harus ditutup adalah HCS, sehingga memaksa peranakan
China kembali ke sekolah-sekolah berbahasa Mandarin di bawah koordinasi
Hua-Chino Tsung Hui, yang berimplikasi pada adanya proses resinification
(penyadaran dan penegasan identitas sebagai keturunan bangsa China). Kondisi
ini antara lain memaksa para guru untuk mentranslasikan buku-buku berbahasa
asing kedalam Bahasa Indonesia untuk kepentingan proses pembelajaran.
Selanjutnya sekolah-sekolah yang bertipe akademis diganti dengan
sekolah-sekolah yang bertipe vokasi. Jepang juga melarang pihak swasta
mendirikan sekolah lanjutan dan untuk kepentingan kontrol, maka sekolah swasta
harus mengajukan izin ulang untuk dapat beroperasi kembali. Taman Siswa
misalnya terpaksa harus mengubah Taman Dewasa menjadi Taman Tani, sementara
Taman Guru dan Taman Madya tetap tutup. Kebijakan ini menyebabkan terjadinya
kemunduran yang luar biasa bagi dunia pendidikan dilihat dari aspek kelembagaan
dan operasonalisasi pendidikan lainnya.
Sementara
itu terhadap pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa kebijakan antara lain:
(1) Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang dipimpin
kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam sendiri, yakni K.H.
Hasyim Asy’ari. Di daerah-daerah dibentuk Sumuka; (2) Pondok pesantren sering
mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah Jepang; (3) Mengizinkan pembentukan
barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda
Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin; (4) Mengizinkan berdirinya Sekolah
Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan
Bung Hatta; (4) Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan
Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman
kemerdekaan; dan (5) Diizinkannya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus
beroperasi, sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro
Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam,
Muhammadiyah dan NU. Lepas dari tujuan semula Jepang memfasilitasi berbagai
aktivitas kaum muslimin ketika itu, nyatanya hal ini membantu perkembangan
Islam dan keadaan umatnya setelah tercapainya kemerdekaan.
D. Pendidikan
Islam Pada Masa Orde Baru (1966-1998)
Sejak
ditumpasnya G 30 S/PKI pada tanggal 1 oktober 1965 bangsa Indonesia telah
memasuki pase baru yang diberi nama Orde Baru. Perubahan Orde Lama menjadi Orde
Baru berlangsung melalui kerjasama erat antara pihak ABRI atau tentara dan
gerakan-gerakan pemuda yang disebut angkatan 1966. Sejak tahun 1966 para pemuda
dam mahasiswa melakukan demontrasi dijalan-jalan sebagian secara spontan
sebagian lagi atas perencanaan pihak lain mula-mula memprotes segala macam
penyalahgunaan kekuasaan sampai protes terhadap Soekarno.
Sebagaimana
dikemukakan diatas MPRS pada tahun 1966 telah bersidang. Pada waktu itu sedang
dilakukan upaya untuk membersihkan sisa-sisa mental G 30 S/ PKI. Dalam
keputusannya bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuan. Dengan demikian
sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib mulai dari Sekolah Dasar
sampai Perguruan Umum Negeri di seluruh Indonesia.
Sejak tahun 1966
telah terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik menyangkut kehidupan
sosial, agama maupun politik. Periode ini disebut zaman Orde Baru dan zaman
munculnya angkatan baru yang disebut angkatan 66. pemerintah Orde Baru bertekad
sepenuhnya untuk kembali kepada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan
konsekuen. Pemerintah dan rakyat membangun manusia seutuhnya dan masyarakat
Indonesia seluruhnya. Berdasarkan tekad dan semangat tersebut, kehidupan
beragama dan pendidikan agama khususnya, makin memperoleh tempat yang kuat
dalam struktur organisasi pemerintahan dan dalam masyarakat pada umumnya. Dalam
sidang-sidang MPR yang menyusun GBHN sejak tahun 1973 hingga sekrang, selalu
ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah
negeri dalam semua jenjang pendidikan, bahkan pendidikan agama sudah
dikembangkan sejak Taman Kanak-Kanak (Bab V pasal 9 ayat 1 PP Nomor 2 Tahun
1989).
Pembangunan
nasional memang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia dan
masyarakat Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian keseimbangan
dan keselarasan antara pembangunan bidang jasmani dan rohani, antara bidang
material dan spiritual, antara bekal keduniaan dan ingin berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya
secara seimbang. Pembangunan seperti ini menjadi pangkal tolak pembangunan
bidang agama.
Sasaran
pembangunan jangka panjang dalam bidang agama adalah terbinanya keimanan bangsa
Indonesia kepad Tuhan Yang Maha Esa, dalam kehidupan yang selaras, seimbang dan
serasi antara lahiriah dan rohaniah, mempunyai jiwa yang dinamis dan semangat
gotong-royong, sehingga bangsa Indonesia sanggup meneruskan perjuangan untuk
mencapai cita-cita dan tujuan nasional.
Ringkasnya bahwa
ditinjau dari segi falsafah negara Pancasila dari konstitusi UUD 1945, dan dari
keputusan-keputusan MPR tentang GBHN, maka kehidupan beragama dalam pendidikan
agama di Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 1945 sampai
berakhirnya pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang Tahap 1 dan memasuki PJP II
semakin mantap.
Begitu juga
teknik pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami
perubahan-perubahan tertentu, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi serta perubahan sistem proses belajar mengajar, misalnya tentang
materi pendidikan agama diadakan pengintegrasian dan pengelompokan, yang
tampaknya lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu.
E. Pendidikan
Islam Pada Masa Reformasi
Program peningkatan
mutu pendidikan yang ditargetkan oleh pemerintah Orde Baru akan mulai
berlangsung pada Pelita VII terpaksa gagal, krisis ekonomi yang berlangsung
sejak medio Juli 1997 telah mengubah konstelasi politik maupun ekonomi
nasional. Secara politik, Orde Baru berakhir dan digantikan oleh rezim yang
menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan” meskipun demikian sebagian besar
roh Orde Reformasi masih tetap berasal dari rezim Orde Baru, tapi ada sedikit perubahan,
berupa adanya kebebasan pers dan multi partai.
Dalam bidang
pendidikan kabinet reformasi hanya melanjutkan program wajib belajar 9 tahun
yang sudah dimulai sejak tahun 1994 serta melakukan perbaikan sistem pendidikan
agar lebih demokratis. Tugas jangka pendek Kabinet Reformasi yang paling pokok
adalah bagaimana menjaga agar tingkat partisipasi pendidikan masyarakat tetap
tinggi dan tidak banyak yang mengalami putus sekolah.
Dalam bidang
ekonomi, terjadi krisis yang berkepanjangan, beban pemerintah menjadi sangat
berat. Sehingga terpaksa harus memangkas program termasuk didalamnya program
penyetaraan guru-guru dan mentolerir terjadinya kemunduran penyelesaian program
wajib belajar 9 tahun. Sekolah sendiri mengalami masalah berat sehubungan
dengan naiknya biaya operasional di suatu pihak dan makin menurunnya jumlah
masukan dari siswa. Pembangunan di bidang pendidikan pun mengalami kemunduran.
Beberapa hal
yang menyebabkan program pembangunan pemerintah dalam sektor pendidikan
terpenuhi secara maksimal.
- Distribusi pembangunan sektor
pendidikan kurang menyentuh lapisan sosial kelas bawah.
- Kecenderungan yang kuat pada
wilayah pembangunan yang bersifat fisik material, sedangkan
masalah-masalah kognitif spiritual belum mendapatkan pos yang strategis.
- Munculnya sektor industri yang
membengkak, cukup menjadikan agenda yang serius bagi pendidikan Islam di
Indonesia pada masa pembangunan ini.
- Perubahan-perubahan sosial yang
berjalan tidak berurutan secara tertib, bahkan terkadang eksklusif dalam
dialektik pembangunan sebagaimana tersebut di atas.
Semua hal diatas
adalah faktor penyebab dari tidak terpenuhinya beberapa maksud pemerintah dalam
menjalankan pembangunan dalam sektor pendidikan agama khususnya bagi Islam.
Semua itu sangat memprihatinkan apalagi jika dibiarkan begitu saja tanpa upaya
retrospeksi atas kegagalan tersebut.
Yang harus
disadari adalah lembaga pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan Islam
memiliki potensi yang sangat besar bagi jalannya pembagunan di negeri ini
terlepas dari berbagai anggapan tentang pendidikan yang ada sekarang, harus
diingat bahwa pendidikan Islam di Indonesia telah banyak melahirkan putera
puteri bangsa yang berkualitas.
HM. Yusuf Hasyim
mengungkapkan betapa besarnya pendidikan Islam di Indonesia hanya dengan
menunjukkan salah satu sampelnya yaitu pesantren. Sebagai lembaga pendidikan
Islam pesantren dan madrasah-madrasah bertanggungjawab terhadap proses
pencerdasan bangsa secara keseluruhan. Sedangkan secara khusus pendidikan Islam
bertanggungjawab terhadap kelangsungan tradisi keislaman dalam arti yang
seluas-luasnya. Dari titik pandang ini pendidikan Islam, baik secara
kelembagaan maupun inspiratif, memilih model yang dirasakan mendukung secara
penuh tujuan dan hakikat pendidikan manusia itu sendiri, yaitu membentuk manusia
mukmin yang sejati, mempunyai kualitas moral dan intelektual.
Selama ini
banyak dijumpai pesantren-pesantren yang tersebar dipelosok tanah air, terlalu
kuat mempertahankan model tradisi yang dirasakan klasik, sebagai awal dari
system pendidikan itu sendiri. Tapi, pada saat ini sudah banyak pesantren dan
madrasah yang modern dengan mengacu kepada tujuan muslim dan memperhatikan
tujuan makro dan mikro pendidikan nasional Indonesia, maka penndidikan
pesantren akan memadukan produk santri untuk memiliki outputnya (lulusan) agar memiliki 3 tipe lulusan yang terdiri dari:
a.
Religius skillfull people yaitu insan muslim yang akan menjadi
tenaga-tenaga terampil, ikhlas, cerdas, mandiri, iman yang tangguh sehingga
religius dalam tingkah dan prilaku, yang akan mengisi kehidupan tenaga kerja
didalam berbagai sector pembangunan.
b.
Religius Community leader, yaitu insane Indonesia yang ikhlas,
cerdas dan mandiri akan menjadi penggerak yang dinamis dalam transformasi
sosial dan budaya dan mampu melakukan pengendalian sosial (sosial control).
c.
Religius intelektual, yaitu mempunyai integritas kukuh serta
cakap melakukan analisa ilmiah dan concern
terhadap masalah-masalah ilmiah.
F. Pendidikan
Islam Masa Depan
Prospek
pendidikan Islam pada masa mendatang, harus pula dikaji dan diteropong melalui
lensa realitas pendidikan islam di Indonesia yang ada pada hari ini. Melihat
kendala yang dihadapi oleh pendidikan nasional, minimal telah terpantul sinar
yang juga menggambarkan tentang kondisi pendidikan Islam di Indonesia pada masa
kini.
Adapun kendala
tersebut berupa:
- Kurikulum yang belum mantap,
terlihat dari beragamnya jumlah presentasi untuk pelajaran umum dan agama
pada berbagai sekolah yang berlogo Islam.
- Kurang berkualitasnya guru, yang
dimaksud disini adalah kurang kesadaran professional, kurang inofatif,
kurang berperan dalam pengembangan pendidikan, kurang terpantau.
- Belum adanya sentralisasi dan
disentralisasi.
- Dualisme pengelolaan pendidikan
yaitu antara Depag dan Depdikbud.
- Sisa-sisa pendidikan penjajahan
yang masih ditiru seperti penjurusan dan pemberian gelar.
- Kendali yang terlalu ketat pada
pendidikan tinggi.
- Minimnya persamaan hak dengan
pendidikan umum.
- Minimnya peminat sekolah agama
karena dipandang prospeknya tidak jelas.
Beberapa
strategi yang perlu dicanangkan untuk memprediksi pendidikan Islam masa depan
adalah sebagai berikut:
- Strategi sosial politik
Menekankan diperlukannya merinci
butir-butir pokok formalisasi ajaran Islam di lembaga-lembaga negara melalui
upaya legal formalitas yang terus menerus oleh gerakan Islam terutama melalui
sebuah partai secara eklusif khusus bagi umat Islam termasuk kontrol terhadap
aparatur pemerintah. Umat Islam sendiri harus mendidik dengan moralitas Islam
yang benar dan menjalankan kehidupan islami baik secara individu maupun masyarakat.
- Strategi Kultural
Dirancang untuk kematangan kepribadian
kaum muslimin dengan memperluas cakrawala pemikiran, cakupan komitmen dan
kesadaran mereka tentang kompleksnya lingkungan manusia.
- Strategi Sosio cultural
Diperlukan upaya untuk mengembangkan
kerangka kemasyarakatan yang menggunakan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam.
G. Tujuan
Pendidikan Agama Islam Berdasarkan Jenjang Pendidikan
- Tujuan untuk jenjang pendidikan MI
/SD dan MTS / SLTP meliputi;
1)
Tumbuhnya
keimanan dan ketaqwaan dengan mulai belajar Al-Qur’an dan praktek-praktek
ibadah secara verbalistik dalam rangka pembiasaan dan upaya penerapannya.
2)
Tumbuhnya
sikap beretika melalui keteladanan dan penanaman motifasi.
3)
Tumbuhnya
penalaran (mau belajar, ingin tahu senang membaca, memiliki inofasi, dan berinisiatif
dan bertanggung jawab).
4)
Tumbuhnya
kemampun berkomunikasi sosial.
5)
Tumbuh
kesadaran untuk menjaga kesehatan.
- Tujuan pendidikan pada jenjang
MA/SLTA meliputi:
1)
Tumbuhnya
keimanaan dan ketaqwaan dengan memiliki kemampuan baca tulis Al-qur’an dan praktek-praktek
ibadah dengan kesadaran dan keikhasan sendiri.
2)
Memiliki
etika.
3)
Memiliki
penalaran yang baik.
4)
Memiliki
kemampuan berkomunikasi sosial.
5)
Dapat
mengurus dirinya sendiri.
- Tujuan Pendidikan Tingkat Tinggi
didalam penguasaan ilmu pendidikan dan kehidupan praktek ibadahnya bukan
hanya untuk dirinya sendiri tetapi telah memiliki kemampuan untuk
menyebarkan kepada masyarakat dan menjadi teladan bagi mereka.
BAB III
KESIMPULAN
Bangsa
Indonesia merdeka setelah proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan
ialah terbebasnya suatu bangsa dari belenggu penjajahan. Bangsa yang sudah
merdeka dapat leluasa mengatur laju bangsa dan pemerintahan untuk mencapai
tujuannya. Kemerdekaan tidak sepenuhnya menyelesaikan berbagai persoalan
negara. Kemerdekaan politik sesudah masa penjajahan oleh pemerintah Jepang dan
Belanda itu lebih mudah dicapai dibandingkan dengan rekonstruksi kultural
masyarakat dan renovasi system pendidikan kita, khususnya pendidikan Islam.
Pendidikan
Islam pada masa Kemerdekaan ini dapat kita bagi menjadi beberapa periode:
- Pendidikan Islam Pada Masa Orde
Lama.
- Pendidikan Islam Pada Masa Orde
Baru.
- Pendidikan Islam Pada Masa
Reformasi.
- Pendidikan Islam Masa depan
Harus
disadari bahwa lembaga pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan memiliki
potensi yang sangat besar bagi jalannya pembagunan di negeri ini terlepas dari
berbagai anggapan tentang pendidikan yang ada sekarang, harus diingat bahwa
pendidikan Islam di Indonesia telah banyak melahirkan putera puteri bangsa yang
berkualitas.
Pendidikan
Agama sangat diperlukan sekali, oleh karena itu upaya untuk memajukan dan
mengembangkannya menjadi suatuhal yang wajib. Mengingat pendidikan agama
merupakan jalan menuju pembentukan pribadi yang beriman dan bertakwa serta
berkualitas ilmu pengetahuannya.
DAFTAR PUSTAKA
Darmaningtyas. 1999. Pendidikan Pada dan Setelah Krisis; Lembaga
Pengembangan Inisiatif Strategis untuk Transformasi. Pustaka Pelajar;
Yogyakarta.
Fathurrahman, Pupuh. 2000. Alternatif Sistem Pendidikan Terpadu. Tunas
Nusantara; Bandung.
Jalaludin dan Abbdullah Iddi. 1997.
Filsafat Kependidikan Islam. Gaya
Media Pratama: Jakarta.
Kartono, Kartini. 1997. Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional.
PT. Anem Kosong Anem: Jakarta.
Mustafa, H. Adalah dan Abdullah
Aly. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia. CV. Pustaka Setia; Bandung.
Komentar
Posting Komentar