Pendidikan Islam Orde Lama
BAB I
PENDAHULUAN
Islam sebagai
salah satu agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia merupakan salah
satu komponen yang turut membentuk dan mewarnai corak kehidupan masyarakat
Indonesia. Kesuksesan Islam dalam menembus dan mempengaruhi kehidupan
masyarakat Indonesia serta menjadikan dirinya sebagai agama mayoritas merupakan
prestasi luar biasa. Hal ini terlihat dari letak geografis, dimana jarak negara
Indonesia dengan negara Jazirah Arab sebagai negara asal Islam cukup jauh.
Apalagi bila dilihat sejak dimulainya proses penyebaran Islam itu sendiri, di
Indonesia belum terdapat suatu metode atau organisasi dakwah yang dianggap
cukup mapan dan efektif untuk memperkenal-kan Islam kepada masyarakat.
Pendidikan
Islam merupakan pewarisan dan perkembangan budaya manusia yang bersumber dan
berpedoman pada ajaran dasar agama Islam yakni al-Qur’an dan hadits.
Sebagaimana dijelaskan bahwa “dasar pendidikan Islam sudah jelas dan tegas,
yaitu firman Tuhan dan sunah Rasulullah SAW., kalau pendidikan diibaratkan
bangunan, maka Al-Qur’an dan haditslah yang menjadi fundamennya”.1
Menjadikan
Al-Qur’an dan Hadits sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang
sebagai kebenaran yang didasarkan pada keyakinan semata. Namun justru karena
kebenaran yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dapat diterima oleh nalar
manusia dan dapat di buktikan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan.
Sebagai pedoman pertama dalam Islam Al-Qur’an tidak ada sedikitpun keraguan
padanya. Ia tetap terpelihara kesucian dan kebenarannya, baik dalam pembinaan
aspek spiritual maupun aspek sosial budaya dan pendidikan. Demikian pula dengen kebenaran hadits sebagai
dasar kedua bagi pendidikan Islam. Secara umum hadits difahami sebagai segala
sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan,
perbuatan serta ketetapannya. Dan kepribadian Rasul sebagai uswatun hasanah yaitu
contoh tauladan yang baik karena perilakunya senantiasa terpelihara dan
dikontrol oleh Allah SWT.2
_______________________________________________________________________________________________________
1.Ahmad. D.
Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung: Al-Ma’arif,
1989), 41.
2. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam;
Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. (Jakarta: Ciputat Press, 2002),
35.
1
Kemudian
pedoman tadi dikembangkan dalam pemahaman para ulama dalam bentuk qiyas syar’i,
ijma’ yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar dalam bentuk hasil pemikiran
yang menyeluruh dan terpadu tentang jagad raya manusia, masyarakat dan bangsa,
pengetahuan kemanusiaan dan akhlak dengan merujuk kepada kedua sumber asal
(al-Qur’an dan Hadits) sebagai sumber pokok.3
Sehingga diharapkan dari hasil pendidikan tersebut terbentuknya manusia
Islam yang berkepribadian sesuai dengan nilai-nilai agama Islam sebagai tujuan
akhir dari pendidikan Islam.
Berbicara
tentang pendidikan Islam di Indonesia sangat erat hubungannya dengan sejarah
kedatangan Islam itu sendiri ke Indonesia. Sebagaimana pendapat Yunus yang
menjelaskan bahwa sejarah pendidikan Islam di Indonesia sama tuanya dengan
masuknya agama tersebut
ke Indonesia.4 Dalam perjalanan yang
panjang itupun sejarah pendidikan Islam selalu mengalami pasang surut dalam
babakan yang berbeda-beda dengan mengikuti situasi dan kondisi perjalanan
tersebut.
Pendidikan
Islam dimulai sejak kedatangan Islam ke Indonesia, namun secara pasti tidak
diketahui bagaimana cara pendidikan pada masa permulaan Islam di Indonesia,
seperti tentang buku yang dipakai, pengelola dan sistem pendidikan. Yang pasti
pendidikan Islam pada waktu itu telah ada dalam bentuk sangat sederhana.
Pendidikan Islam itu bahkan
menjadi tolak ukur bagaimana Islam dengan umatnya telah memainkan perannya
dalam berbagai aspek. Oleh karena itu dalam rangka menelusuri sejarah
pendidikan Islam di Indonesia dengan periodisasinya tidak mungkin dilepaskan
dari fase-fase yang dilaluinya. Fase yang dibahas dalam pembahasan ini adalah
fase pada masa setelah kemerdekaan Indonesia atau masa orde lama (1945-1965).
____________________________________________________________________________
3. Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaebani, Filsafat Pendidikan Islam.
(terj.) Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 427.
4. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta:
Hidakarya Agung,
2
BAB II
PEMBAHASAN
- Kondisi Setelah Kemerdekaan
Indonesia
merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan mayoritas penduduk beragama Islam
dan menyatakan diri sebagai negara yang berdasar Pancasila dengan demokrasi liberal
pada waktu itu. Namun demokrasi yang diterapkan pada akhirnya hanya menimbulkan
permasalahan konflik antar etnis, agama dan ideologi bagi rakyat Indonesia.
Partisipasi politik hanya melahirkan harapan-harapan masyarakat yang tidak
realistis, yang pada akhirnya menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam.
Setelah kemerdekaan keadaan
bangsa Indonesia berubah secara radikal. Situasi dan kondisi bagai sebuah
ganjaran bagi para pahlawan nasional yang umumnya terdiri dari para ulama atau
yang dijiwai oleh Islam. Kemerdekaan membuahkan manfaat yang sangat besar bagi
kaum muslimin terutama di bidang pendidikan.
Berpijak pada
dasar negara sila pertama yakni Ketuhanan yang Maha Esa yang berarti bahwa
kehidupan beragama di Indonesia secara konstitusional dijamin keberadaannya
sebagaimana termaktub dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 29. Sebagai jaminan
konstitusional ini membawa suatu konsekuensi bahwa pemerintah tidak hanya
menjamin kebebasan tiap warga negara untuk memeluk agamanya masing-masing dan
beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya, melainkan juga sekaligus
menjamin, melindungi, membina, mengembangkan serta memberi bimbingan dan
pengarahan agar kehidupan beragama lebih berkembang, bergairah dan semarak,
serasi dengan kebijaksanaan pemerintah dalam membina kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Meski baru
memproklamirkan kemerdekaan dan tengah menghadapi revolusi fisik, pemerintah
Indonesia sudah berbenah diri terutama memperhatikan masalah pendidikan yang
dianggap cukup vital dan menentukan. Untuk itu dibentuk Kementrian Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K) dengan menunjuk Ki Hajar Dewantara sebagai
pemegang jabatan tersebut.
Sebagaimana
dikemukakan di atas, bahwa perubahan-perubahan setelah kemerdekaan meliputi
berbagai aspek, tidak hanya dalam bidang pemerintah tetapi juga dalam
pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan merupakan perubahan
yang bersifat mendasar, yaitu perubahan yang menyangkut penyesuaian kebijakan
pendidikan dengan dasar
3
dan cita-cita bangsa Indonesia.
Untuk
mengadakan penyesuaian dengan cita-cita tersebut, maka bidang pendidikan
mengalami perubahan diantaranya dengan menyesuaikan pendidikan dengan tuntutan
dan aspirasi rakyat sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 pasal 31. Selain itu
juga menetapkan landasan idiilnya yang pada masa orde lama dengan berbagai
peristiwa dapat dijelaskan bahwa landasan idiil pendidikan sebagai berikut:
- Tahun 1945-1949 ialah UUD 1945 dan
Pancasila
- Tahun 1949 dengan terbentuknya RIS,
di negara bagian timur dianut sistem pendidikan yang diwarisi dari zaman
Belanda.
- Tanggal 17 Agustus 1950 kembali
pada NKRI, landasan idiil pendidikan UUDS RI.
- Pada tahun 1951 Presiden (Ir.
Soekarno) mengeluarkan dekrit kembali ke UUD 1945 dan menetapkan Manifesto
Politik RI menjadi Haluan Negara. Di bidang pendidikan ditetapkan Sapta
usaha Tama dan Panca Wardhana.
- Pada tahun 1965 setelah G 30 S/PKI
kembali melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Sementara itu juga diberikan
batasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, hal ini disebabkan perbedaan
agama, sosial, ekonomi dan golongan yang di masyarakat tidak dikenal lagi.
Dengan demikian setiap anak Indonesia dapat memilih kemana akan belajar, sesuai
dengan kemampuan, bakat dan minatnya.5
- Keberadaan Pendidikan Islam
Pada mulanya Islam digunakan
dalam rangka mendukung partai politik Islam seperti NU, Muhammadiyah, Masyumi
dan lain sebagainya. Namun pada waktu yang sama politisasi mengarah pada
perpecahan antara partai Islam dan organisasi politik lainnya. Kuatnya
perpolitikan intern partai dan pecahnya pemberontakan daerah yang disebabkan
sentimen keislaman mengakibatkan hancurnya demokrasi.6
Untuk mendamaikan diantara partai politik yang bertikai, Presiden Indonesia
(Ir. Soekarno) memberlakukan demokrasi terpimpin
__________________________________________________________________________
5. Zahara Idris, Dasar-Dasar
Kependidikan. (Bandung: Angkasa, 1981), 30.
6. Herbert Feith, The Decline of Constitutional
Democracy in Indonesia. (New York: Itacha, 1962), 2.
4
dengan maksud untuk menyatukan
bangsa Indonesia yang dikenal dengan nasakom (nasional, agama dan
komunisme).7
Sementara
penyelenggaraan pendidikan agama pada awal kemerdekaan telah mendapat perhatian
khusus dari pemerintah baik pada lembaga pendidikan swasta maupun negeri. Hal
ini dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga-lembaga tersebut
sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP)
pada tanggal 27 Desember 1945 yang menyebutkan bahwa; Madrasah dan pesantren
yang pada dasarnya merupakan satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan
rakyat jelata yang sudah berakar dan menguat dalam masyarakat Indonesia
umumnya, hendaknya pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan
dan bantuan material dari pemerintah.8
Hal ini didasarkan atas
kenyataan terpuruknya umat Islam pada masa penjajahan Belanda yang terpecah
dalam segi intelektualitasnya. Penyebabnya antara lain:
- Sikap dan
kebijaksanaan pemerintah kolonial yang amat diskriminatif terhadap kaum
muslimin.
- Politik nonkooperatif
para ulama terhadap Belanda yang menfatwakan bahwa ikut serta dalam budaya
Belanda, termasuk pendidikan modernnya, adalah suatu bentuk penyelewengan
agama.9
Selain itu pemerintah juga tetap
membina pendidikan agama secara formal melalui Departemen Agama dan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Atas kerjasama kedua departemen dikeluarkan beberapa
peraturan-peraturan bersama untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah
umum baik negeri maupun swasta.
Khusus untuk mengelola
pendidikan agama yang diberikan pada sekolah-sekolah umum tersebut, maka pada
bulan Desember 1946 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri PP
dan K dengan Menteri Agama, yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama pada
sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta) yang berada dibawah naungan Departemen
Pengajaran Pendidikan dan Kebuday`an.
Selanjutnya dari SKB tersebut
secara khusus diperkuat lagi kedalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada BAB XII pasal
20 sebagai berikut:
____________________________________________________________________________
7. BJ. Boland, Pergumulan
Islam di Indonesia. (Jakarta: Grafiti Pers, 1985), 106.
8. HA. Timur
Djaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta:
Hidakarya Agung, 1980), 135.
9. HA.
Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984.
(Jakarta: CV Rajawali, 1984), 6.
5
- Dalam sekolah-sekolah negeri
diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan
mengikuti pelajaran tersebut.
- Cara penyelenggaraan pengajaran
agama di sekolah-sekolah negeri di atur dalam peraturan yang ditetapkan
oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan
Menteri Agama.
Sementara itu pada Peraturan
Bersama Menteri PP dan K dan Menteri Agama nomor 1432/Kab. Tanggal 20 Januari
1951 (Pendidikan), Nomor K 1/652 tanggal 20 Januari 1951 (Agama), diatur
tentang peraturan pendidikan agama di sekolah-sekolah sebagaimana yang dimaksud
dalam UU, yaitu:
Pasal
1:
|
Ditiap-tiap
sekolah rendah dan sekolah lanjutan (umum dan kejuruan) diberi pendidikan
agama.
|
Pasal
2:
|
|
|
|
Pasal
3
|
Di
sekolah-sekolah lanjutan tingkatan pertama dan tingkatan atas, baik
sekolah-sekolah umum maupun sekolah-sekolah kejuruan, diberi pendidikan agama
2 jam dalam tiap-tiap minggu.
|
Pasal
4:
|
1.
Pendidikan agama diberikan menurut agama murid masing-masing.
|
|
Pendidikan agama baru diberikan pada sesuatu kelas yang mempunyai murid
sekurang-kurangnya 10 orang, yang menganut suatu macam agama.
2. Murid dalam suatu kelas yang memeluk agama lain daripada agama yang
sedang diajarkan pada sutau waktu boleh meninggalkan kelas
nya selama pelajaran itu.
|
|
6
|
Di bidang
kurikulum pendidikan agama diusahakan penyempurnaan-penyempurnaan, dalam hal
ini telah dibentuk kepanitiaan yang dipimpin oleh KH Imam Zarkasyi dari Pondok
Pesantren Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Menteri Agama pada
tahun 1952.
Begitulah
keadaan pendidikan Islam dengan segala kebijaksanaan pemerintah pada zaman orde
lama. Pada akhir orde lama tahun 1965 lahir semacam kesadaran baru bagi umat
Isam, dimana timbulnya minat yang dalam terhadap masalah-masalah pendidikan
yang dimaksudkan untuk memperkuat umat Islam, sehingga sejumlah organisasi
Islam dapat dimantapkan. Dalam hubungan ini Kementerian Agama telah
mencanangkan rencana-rencana program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan
menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut:
- Pesantren Klasik, semacam sekolah
swasta keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan
pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran
keagamaan serta pelaksanaan ibadah masyarakat yang hidup serta bekerja
sama mengerjakan tanah milik pesantren agar dapat memenuhi kebutuhan
sendiri.
2.
Madrasah Diniyah, yaitu sekolah-sekolah
yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7
sampai 20 tahun. Pelajaran berlangsung di dalam kelas, kira-kira 10 jam
seminggu, di waktu sore, pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah (4 tahun pada
Sekolah Dasar dan 3 sampai 6 tahun pada Sekolah Menengah). Setelah
menyelesaikan pendidikan menengah negeri, murid-murid ini akan dapat diterima
pada pada pendidikan agama tingkat akademi.
- Madrasah-madrasah swasta, yaitu
pesantren yang dikelola secara modern, yang bersamaan dengan pengajaran
agama juga diberikan pelajaran umum. Biasanya tujuannya adalah menyediakan
antara 60%-65% dari jadwal waktu untuk mata pelajaran umum dan antara
35%-40% untuk mata pelajaran agama.
- Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN),
yaitu Sekolah Dasar enam tahun, dimana perbandingan umum kira-kira 1 : 2.
Pendidikan selanjutnya dapat diikuti pada MTsN (sekolah tambahan tahun
ketujuh) murid dapat mengikuti pendidikan ketrampilan, misalnya pendidikan
guru agama untuk Sekolah Dasar Negeri, setelahnya dapat diikuti latihan
lanjutan dua tahun untuk menyelesaikan kursus guru agama untuk Sekolah
Menengah.
7
- Suatu percobaan baru telah
ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun, dengan
menambahkan kursus selama dua tahun yang memberikan latihan ketrampilan
sederhana. MIN 8 tahun
ini merupakan pendidikan lengkap bagi para murid yang biasanya akan
kembali ke kampungnya masing-masing.
- Pendidikan Teologi tertinggi, pada
tingkat Universitas diberikan resmi sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini
dimulai dengan dua bagian atau dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas
di Jakarta.10
______________________________________________________________________
8
BAB III
KESIMPULAN
Penyebab terpuruknya umat Islam
pada masa penjajahan Belanda yang terpecah dalam segi intelektualitasnya,
antara lain:
- Sikap dan
kebijaksanaan pemerintah kolonial yang amat diskriminatif terhadap kaum
muslimin.
- Politik nonkooperatif
para ulama terhadap Belanda yang menfatwakan bahwa ikut serta dalam budaya
Belanda, termasuk pendidikan modernnya, adalah suatu bentuk penyelewengan
agama.
Pendidikan
Islam di Indonesia selalu mendapat sorotan atau perhatian, karena bangsa ini
memiliki penduduk Islam terbesar di dunia. Pendidikan Islam di Indonesia pada
masa setelah kemerdekaan telah menjadi perhatian khusus oleh pemerintah melalui
Departemen Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen Agama. Pelaksanaan
dari pendidikan pada lembaga formal diatur oleh peraturan-peraturan yang
dikeluarkan kedua departemen tersebut.
Melalui
Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pemerintah membina
pendidikan agama secara formal. Atas kerjasama kedua departemen dikeluarkan
beberapa peraturan-peraturan bersama untuk mengelola pendidikan agama di
sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta.
9
DAFTAR
PUSTAKA
Boland,
BJ. Pergumulan Islam di Indonesia. Grafiti Pers, Jakarta, 1985.
Djaelani, HA. Timur. Peningkatan Mutu
Pendidikan Islam di Indonesia. Hidakarya Agung, Jakarta, 1980.
Feith, Herbert. The Decline of Constitutional
Democracy in Indonesia. Itacha, New York, 1962.
Idris,
Zahara. Dasar-Dasar Kependidikan. Angkasa, Bandung, 1981.
Marimba,
Ahmad. D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung,
1989.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam;
Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Ciputat Press, Jakarta, 2002.
Saidi,
HA. Ridwan. Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984. CV
Rajawali, Jakarta, 1984.
Al-Syaebani,
Omar Muhammad Al-Toumy. Filsafat Pendidikan Islam. (terj.) Hasan
Langgulung, Bulan Bintang, Jakarta, 1979.
Yunus,
Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Hidakarya Agung,
Jakarta, 1985.
Komentar
Posting Komentar