Metodologi Pembelajaran Aqidah(Kajian Iman Kepada Nabi)


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Pendidikan aqidah diberikan kepada anak sedini mungkin, dan ditingkatkan pemberian materinya seiring dengan bertambahnya umur seorang anak. Dengan demikian anak akan tumbuh dewasa dengan aqidah ṣaḥīḥah yang terhindar dari perbuatan-perbuatan yang telah dilarang oleh Allah SWT. Nabi Ibrahim AS. telah memberikan contoh bagaimana cara beraqidah yang benar, sebagaimana yang tertulis di dalam Al-Qur’ān :
øŒÎ)ur tA$s% ãLìÏdºtö/Î) ÏmÎ/L{ ÿ¾ÏmÏBöqs%ur ÓÍ_¯RÎ) Öä!#tt/ $£JÏiB tbrßç7÷ès? ÇËÏÈ žwÎ) Ï%©!$# ÎTtsÜsù ¼ç m¯RÎ*sù ÈûïÏökuŽy ÇËÐÈ $ygn=yèy_ur OpyJÎ=x. ZpuÏ%$t/ Îû ¾ÏmÎ7É)tã öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_ötƒ ÇËÑÈ
Artinya : Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya; Sesungguhnya aku melepaskan diri dari segala apa yang kamu sembah. Kecuali Allah saja Tuhan yang telah menciptakan aku, karena hanya Dia yang akan menunjukiku (kepada jalan kebenaran). Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu. (Az-Zukhrūf: 26-28)[1]
Selain itu Allah SWT. juga mengabarkan penyelewengan aqidah yang telah dilakukan oleh orang-orang terdahulu sebagaimana firman Nya :
(#ÿräsƒªB$# öNèdu$t6ômr& öNßguZ»t6÷dâur $\/$t/ör& `ÏiB Âcrߊ «!$# yxÅ¡yJø9$#ur šÆö/$# zNtƒötB !$tBur (#ÿrãÏBé& žwÎ) (#ÿrßç6÷èuÏ9 $Yg»s9Î) #YÏmºur ( Hw tm»s9Î) žwÎ) uqèd 4 ¼çmoY»ysö7ß $£Jtã šcqà2̍ô±ç ÇÌÊÈ
Artinya Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka Hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (At-Taubah, 31)[2]

Seiring dengan perkembangan dakwah Islam yang semakin menyebar ke seluruh penjuru alam, ajakan untuk berbuat syirik kepada Allah SWT. juga semakin gencar, baik dengan cara yang terang-terangan misalnya: ajakan untuk mendatangi dukun dan mempercayainya, meminta pertolongan kepada orang-orang yang telah meninggal. Perusakan dan pendangkalan aqidah juga sangat tampak dari acara televisi yang menampilkan tayangan-tayangan gaib, misteri, dunia lain, ramalan nasib dengan hari lahir, zodiak, dan lainnya. Diantara gambarannya adalah ruh orang yang sudah mati bisa bangkit kembali, menggambarkan tentang siksa kubur, bahkan siksa neraka, mu’āmalah (bergaul) dengan jin, dan masih banyak lainnya. Padahal semua ini sangat bertentangan dengan aqidah Islam yang lurus (Al-Furqān, 2007: 1) pada akhirnya banyak umat Islam yang terjebak di dalamnya.
Menurut pengamatan penulis permasalahan di atas disebabkan dua hal, yang pertama karena pemahaman tentang Islam yang kurang mendalam. Kedua pendekatan pembelajaran yang doktriner dan kurangnya internalisasi ajaran Islam, sehingga tidak membekas dalam perilaku peserta didik. Pendekatan ini di dalam sekolah formal sangat terkait dengan metode yang digunakan dalam menyampaikan materi.
Metode adalah "suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan".[3] Metode mengajar adalah "cara mengajar atau cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa untuk setiap pelajaran atau bidang studi".[4] Metode pembelajaran aqidah harus diperhatikan oleh setiap pelaku pendidikan, karena lembaga pendidikan saat ini memiliki peran yang sangat penting untuk memperkuat aqidah peserta didik sekaligus membentengi dari perusakan aqidah, yaitu dengan cara menyelenggarakan pendidikan yang memuat di dalamnya pegajaran aqidah yang sesuai dengan salafuṣ ṣalih melalui metode yang tepat. Pembelajaran aqidah bukan hanya sekedar menyampaikan dari buku yang dipaketkan oleh pihak sekolah, lebih dari itu pembelajaran aqidah harus memiliki metode yang tepat dan efektif. Tanpa metode, suatu pesan pembelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar ke arah yang dicapai. Metode yang bervariasi juga sangat diperlukan dalam pembelajaran aqidah sehingga dapat meminimalisir kebosanan. Metode adalah salah satu kunci kepahaman yang sangat berpengaruh terhadap para peserta didik; metode yang tepat akan memudahkan peserta didik memahami materi serta mudah dalam mengaplikasikannya di dalam kehidupannya, artinya bahwa pemilihan metode sangat berpengaruh terhadap hasil suatu pembelajaran. Ketidaktepatan dalam penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar, yang pada gilirannya berakibat pada terbuangnya waktu dan tenaga secara percuma. Oleh karena itu metode merupakan komponen pendidikan Islam yang dapat menciptakan aktivitas pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian   pembelajaran aqidah, ruang lingkup, fungsi, tujuan pembelajaran Aqidah ?
2.      Apakah pengertian iman kepada Nabi atau Rasul Allah ?
3.      Metode – metode apa saja yang dapat dipakai dalam pembelajaran  iman kepada Nabi dan Rasul Allah ?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui pengertian  pembelajaran  Aqidah, ruang lingkup, fungsi, tujuan pembelajaran Aqidah
2.      Untuk mengetahui pengertian iman kepada  Nabi atau Rasul Allah
3.      Untuk mengetahui  metode – metode apa saja yang dapat dipakai dalam pembelajaran  iman kepada Nabi dan Rasul Allah.

























BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian  Pembelajaran Aqidah, Ruang lingkup, Fungsi dan Tujuan
1.      Pengertian Pembelajaran Aqidah
Secara etimologis (lughat), aqidah berakar kata dari kata aqada-ya’qidu-aqdan-aqidatanAqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan,[5] dapat pula diartikan berarti mengingat, menyimpulkan, menggabungkan.[6]
Sebagaimana diketahui bahwa dasar pokok utama dalam Islam adalah aqidah atau keyakinan secara etimologik, aqidah berarti credo, keyakinan hidup, dan secara khusus aqidah berarti kepercayaan dalam  hati, diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan. [7] Menurut Arifin Zainal Dzamaris, aqidah istilah suatu yang dianut oleh manusia dan diyakini apakah berwujud agama atau lainnya.[8]
Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar. Bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, ketrampilan dan sikap.[9] Menurut Mulyasa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik.[10] Sedangkan menurut Ghofar dan Jamil pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan belajar .[11]Jadi pembelajaran Aqidah adalah merupakan proses kegiatan guru mengajar dan siswa belajar untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani kepada Allah SWT dan merelisasikannya dalam kehidupan sehari – hari.

2.      Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
Obyek materi pembahasan mengenai aqidah pada umumnya adalah Arkan Al-Iman, yaitu:
1.    Iman kepada Allah swt.
2.    Iman kepada malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk rohani lainnya seperti Jin, iblis dan syaitan).
3.    Iman kepada kitab-kitab Allah
4.    Iman kepada Rasul Allah
5.    Iman kepada hari akhir
6.    Iman kepada taqdir Allah.[12]<.span>

Aqidah Islam berawal dari keyakinan kepada zat mutlak yang Maha Esa yang disebut Allah. Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya. Kemaha-Esaan Allah dalam zat, sifat, perbuatan dan wujdunya itu disebut tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman.[13]

Aqidah pokok yang perlu dipercayai oleh tiap-tiap muslimin, yang termasuk unsur pertama dari unsur-unsur keimanan ialah mempercayai:
1.      Wujud (ada) Allah dan wahdaniyat (keesaannya) sendiri dalam menciptakan, mengatur dan mengurus segala sesuatu. Tidak bersekutu dengan siapapun tentang kekuasaan dan kemuliaan. Tiada menyerupainya tentang zat dan sifatnya. Hanya Dia saja yang berhak disembah, dipuja dan dimuliakan secara istimewa. Kepadanya saja boleh menghadapkan permintaan dan menundukkan diri tidak ada pencipta dan pengatur selain darinya. Firman Allah dalam QS. Al-Ikhlas (112): 1-4.

ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ ª!$# ßyJ¢Á9$# ÇËÈ öNs9 ô$Î#tƒ öNs9ur ôs9qムÇÌÈ öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ
Terjemahnya:
Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.[14]
2.      Bahwa Tuhan memilih di antara hamba-Nya, yang dipandang layak untuk memikul risalah-Nya (putusan-Nya) kepada rasul-rasul itu disampaikan wahyu dengan perantara malaikat. Mereka berkewajiban menyeru kepada keimanan dan mengajak mengerjakan amal saleh (perbuatan baik). Karena itu wajiblah beriman kepada segenap rasul yang disebut dalam Al-Qur’an
3.      Adanya malaikat yang membawa wahyu dari Allah kepada rasul-rasul-Nya juga mempunyai kitab-kitab suci yang merupakan kumpulan wahyu Ilahi dan isi risalah Tuhan.
Mempercayai apa yang terkandung dalam risalah itu. Di antaranya Iman kepada hari kebangkitan dan pembalasan. Juga iman kepada pokok-pokok syariat dan peraturan-peraturan yang telah dipilih Tuhan sesuai dengan keperluan hidup manusia dan selaras dengan kesanggupan mereka, sehingga tergambarlah dengan nyata keadilan, rahmat, kebesaran dan hikmat kebijaksanaan Ilahi.[15]
3.      Fungsi Pembelajaran Aqidah
Bidang studi aqidah  berfungsi :
a.       Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat.
b.      Pengembangan keimanan dan ketakawaan kepada Allah swt.,
c.       Penyesuaian mental dan peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui aqidah
d.      Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
e.       Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan keimanan
f.       Penyaluran peserta didik untuk mendalami aqidah  pada jenjang pendidikan yang lebih penting.[16]

4.      Tujuan Pembelajaran Aqidah
Bidang studi aqidah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman peserta didik tentang aqidah, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.[17]

B.       Iman Kepada Nabi atau Rasul Allah
Pengertian iman kepada Nabi atau Rasul Allah ialah:
Beriman kepada Rasul – Rasul Allah merupakan rukun iman ke empat. Pengertian beriman kepada Nabi atau Rasul ialah menyakini atau mempercayai bahwa Allah telah memilih beberapa orang diantara manusia, memberikan wahyu kepada mereka dan menjadikan mereka sebagai utusan (Rasul) untuk membimbing manusia ke jalan yang benar.[18]
Allah berfirman,
Èe@à6Ï9ur 7p¨Bé& ×Aqß§ ( #sŒÎ*sù uä!$y_ óOßgä9qßu zÓÅÓè% OßgoY÷t/ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ öNèdur Ÿw tbqßJn=ôàムÇÍÐÈ
Artinya : Tiap-tiap umat mempunyai rasul; Maka apabila Telah datang Rasul mereka, diberikanlah Keputusan antara mereka[19] dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya. (QS. Yunus : 47)

Perbedaan antara Nabi dan Rasul terletak pada tugas utama. Para nabi menerima tuntunan berupa wahyu, akan tetapi tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu itu kepada umat manusia. Rasul adalah utusan (Tuhan) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterima kepada umat manusia.[20]
Di Al-Qur’an disebut nama 25 orang Nabi, beberapa diantaranya berfungsi juga sebagai rasul ialah (Daud, Musa, Isa, Muhammad) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterima kepada manusia dan menunjukkannya cara pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana manusia biasa lainnya Nabi dan Rasul pun hidup seperti kebanyakan manusia yaitu makan, minum, tidur, berjalan-jalan, mati dan sifat-sifat manusia lainnya. Nabi Muhammad saw. sebagai Nabi sekaligus Rasul terakhir tidak ada lagi rangkaian Nabi dan Rasul sesudahnya. Firman Allah QS. Al-Ahzab (33): 40.
$¨B tb%x. î£JptèC !$t/r& 7tnr& `ÏiB öNä3Ï9%y`Íh `Å3»s9ur tAqß§ «!$# zOs?$yzur z`¿ÍhŠÎ;¨Y9$# 3 tb%x.ur ª!$# Èe@ä3Î/ >äóÓx« $VJŠÎ=tã ÇÍÉÈ
Artinya Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu,[21] tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.[22]

Sebagai Nabi yang terakhir beliau telah menyempurnakan bangunan dinullah yang dimulai dikerjakan secara bertahap oleh para Nabi dan Rasul sebelumnya. Yang wajib kita imani, sebagai Nabi yang diutus untuk seluruh umat manusia sepanjang zaman sampai akhir kiamat.
Seorang muslim wajib beriman kepada seluruh Nabi dan Rasul-Nya yang telah diutus oleh Allah SWT, baik yang disebutkan namanya maupun yang tidak disebutkan namanya. Seorang muslim wajib membenarkan semua Rasul dengan sifat-sifat, kelebihan, keistimewaan satu sama lain, tugas dan mukjizatnya masing-masing seperti yang diperintahkan oleh Allah.

C.    Metode Pembelajaran Aqidah (Iman kepada Nabi dan Rasul)
a.       Metode Ceramah
Yang dimaksud metode ceramah adalah cara menyampaikan sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai.[23] Adapun menurut M. Basyiruddin Usman yang dimaksud dengan metode ceramah adalah .teknik penyampaian pesan pengajaran yang sudah lazim disampaikan oleh para guru di sekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru bilamana diperlukan.[24] Pengertian senada juga diungkapkan oleh Mahfuz Sholahuddin dkk., bahwa metode ceramah adalah suatu cara penyampaian bahan pelajaran secara lisan oleh guru di depan kelas atau kelompok.[25] Metode ini adalah metode tertua yang dipraktekkan sejak zaman dahulu kala. Pada ilmu kalam, metode ini paling cocok dalam menyampaikan hal – hal yang bersifat uraian mislanya pengertian iman.

b.      Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab yaitu “metode belajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat (two way traffic) sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Guru bertanya dan siswa menjawab atau sebaliknya.[26]
Penggunaan Tanya jawab bertujuan mengetahui sejauhmana tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru. Selain itu dengan adanyatanya jawab tersebut akan merangsang siswa untuk berfikir dan diberi kesempatan untuk mengajukan masalah yang belum dipahami.
Metode Tanya jawab atau dialogis ini, mencerminkan dan melahirkan sikap saling keterbukaan antara guru dan siswa dalam penerapan metode ini pikiran, kemauan, perasaan dan ingatan serta pengamatan terbuka terhadap ide – ide baru yang ditimbulkan dalam pembelajaran tersebut.

c.       Metode Cerita /kisah Qur’ani dan Nabawi[27]
Dalam pendidikan Islam, kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk penyampaian lain selain bahasa. Hal ini disebabkan kisah Qur’ani dan Nabawi memiliki beberapa keistimewaan yang membuat dampak psikologi dan edukatif yang sempurna. Disamping kisah edukatif itu melahirkan kehangatan perasaan serta vitalitas dan aktivitas di dalam jiwa, yang selanjutnya memotivasi manusia untuk mengubah perilakunya dan memperbaruhi tekatnya sesuai dengan tuntunan, pengarahan dan akhir kisah itu, serta pengambilan pelajaran darinya. Diantaranya keistimewaan metode ini : kisah yang memikat pembaca tanpa memakan waktu lama,  kisah qurani mendidik perasaan keimanan dengan cara : membangkitkan perasaan rida, cinta, melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam kisah itu sehingga ia terlibat secara emosional, mengarahkan seluruh perasaannya sehingga terpacu dalam satu puncak kesimpulan.

d.      Metode Pemberian Tugas
Yakni suatu cara dimana dalam proses belajar mengajar guru memberikan tugas tertentu kepada murid untuk dikerjakan yang kemudian tugas tersebut dipertanggung jawabkan kepada guru tersebut.[28] Dalam istilah lama metode ini kita kenal sebagai PR ”Pekerjaan Rumah”. Namun dalam pengertian baru tugas diartikan sebagai suatu perencanaan atau pengorganisasian bersama antara murid mengenai sesuatu hal.[29]
Metode ini lanyak kita gunakan setelah penyampaian materi telah usai dilaksanakan. Hakikat dari metode ini adalah setelah siswa pulang dari sekolah tanpa disadari ia telah mengulang pelajaran yang diberikan melalui tugas yang diberikan oleh guru.

e.       Metode Keteladanan
Metode keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik, kalau pendidiknya baik, ada kemungkinan anak didiknya juga baik karena murid meniru gurunya. Dan sebaliknya jika guru berperilaku buruk, ada kemungkinan anak didiknya juga buruk.
Rasulullah SAW mempresentasikan dan mengekpresikan apa yang ingin diajarkan melalui tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakan ke dalam kata – kata seperti bagaimana beliau memuja Allah, bersikap sederhana, duduk dalam sholat dan doa, tertawa dan sebagainya. Hal tersebut menjadi acuan bagi para sahabat sekaligus menjadikan pendidikan yang tidak langsung.  
Pelaksanaannya itu memerlukan seperangkat metode dan tindakan pendidikan, dalam rangka mewujudkan azaz yang melandasinya, metode yang merupakan patokan dalam bertindak serta tujuan pendidikannya, yang diharapkan dapat tercapai. Ini semua hendaknya ditata dalam suatu system pendidikan yang menyeluruh dan terbaca dalam perangkat tindakan dan perilaku yang konkrit.[30]


D.    Analisis
Kita ketahui bahwa aqidah merupakan dasar agama islam yang mengandung keyakinan kepada Allah SWT dan rukun iman yang lainnya. Dalam merealisasikan keyakinan dalam diri manusia perlu perkenalan dan penanaman sejak usia dini supaya keyakinan kepada Allah dalam melekat erat dalam diri manusia.
Untuk mewujudkan hal tersebut, penanaman keyakinan dapat dilaksanakan dalam dunia pendidikan terutama dalam pembelajaran di kelas dengan memilih metode yang tepat untuk menentukan keberhasilan pembelajaran. Beberapa metode yang diuraikan di atas ada yang dominan untuk aspek kognitif dan ada yang dominan pada aspek yang lainnya. Maka dari itu penggunaan metode pembelajaran disetiap mata pelajaran sangat penting, karena tidak semua metode pembelajaran tepat untuk semua penyampaian, waktu kondisi, dan bidang studi. Salah satu penentu dalam kegiatan belajar mengajar adalah metode.
Sehingga dapat disimpulkan dari pembahasan di atas, bahwa ketidak berhasilan tertanamnya nilai – nilai rohaniah (keimanan) terhadap peserta didik dewasa ini terkait dengan dua faktor penting dalam proses pembelajaran disamping banyak – banyak factor – factor yang lain. Kedua factor tersebut adalah strategi pembelajaran serta orang yang menyampaikan pesan ilahiyah (guru). Dalam system pendidikan islam seharusnya menggunakan metode pendekatan yang menyeluruh terhadap manusia meliputi dimensi jasmani dan rohani disamping itu keberhasilan proses pembelajaran sangat ditunjang oleh kepribadian setiap guru.















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu :
  1. Pengertian  Aqidah, Ruang lingkup, Fungsi dan Tujuan
a.       Aqidah adalah kepercayaan dalam  hati, diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan
b.      Ruang lingkup pembahasan aqidah termaktup dalam rukun iman yaitu : iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Akhir dan Qada’ dan Qadar
c.       Fungsi Aqidah : Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat Pengembangan keimanan dan ketakawaan kepada Allah swt.,
d.      Tujuan Aqidah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik, melalui pemberian dan pemupukkan pengetahuan, penghayatan, pengalaman peserta didik tentang aqidah, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT
  1. Iman kepada Nabi dan Rasul Allah adalah menyakini atau mempercayai bahwa Allah telah memeilih beberapa orang diantara manusia, memberikan wahyu kepada mereka dan menjadikan mereka sebagai utusan (Rasul) untuk membimbing manusia ke jalan yang benar
  2. Metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran aqidah tertutama pokok bahasan iman kepada Nabi dan Rasul Allah adalah metode ceramah, Tanya jawab, cerita, pemberian tugas, keteladanan

B. Saran - Saran
                   Mengingat akan pentingnya suatu metode dalam pembelajaran hendaknya seorang guru harus tahu betul karakteristik siswa dari sudut pandang mana saja sehingga dalam memberikan pelajaran kepada siswa dapat memilih metode yang paling tepat sehingga mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA


Abu Ahmadi, Metode Khusus Pendidikan Agama, Bandung: Armico, 1986
Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir Yogyakarta: PP. Al-Munawwir Krapyak, 1984
Armai Arief, Pengantar dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, Cet. Ke-I
Atabik Ali, Kamus Kontemporer Arab Indonesia ,Cet. VIII; Yogyakarta: Multikarya Grafika, 2003
Binti Maunah, Diktat Metode Penyusunan dan Desain Pembelajaran Aqidah Akhlak,  Tulungagung : STAI Dipo, 2008
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya ,Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 1971
Departemen Agama, Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Madrasaha Tsnawiyah Mata Pelajaran Aqidaj Akhlak. (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1993)
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: BalaiPustaka, 2001
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Indonesia-Inggris, Edisi ketiga, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1992
Khaeruddin, Ilmu Pendidikan Islam ,Makassar: Yayasan Fatiya, 2002
Mahfuz Sholahuddin dkk., Metodologi Pendidikan Islam, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1986
M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, Cet. Ke-I,
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam ,Cet. III; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000
Muhammad Ahmad, Tauhid – Ilmu Kalam, Bandung : Pustaka Setia, 1998
Nana Sudjana, Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar , Bandung : Sinar Baru Algesindo,2000
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta : Kalam Muka, 2001
Roestiyah NK, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1991
Ruseffendi, Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA (Perkembangan Kompetensi Guru). Bandung: Tarsito, 1988
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2002
Syekh Mahmud Syaltut, Akidah dan Syari’ah Islam (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 1994)
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam ,Cet. VIII; Yogyakarta: LPPI, 2004
Zainal Arifin Dzamaris, Islam Aqidah dan Syari’ah ,Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996


[1] Al-Qur’an Karim dan Terjemah
[2] Ibid
[3] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hal 53
[4] Ruseffendi, Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA (Perkembangan Kompetensi Guru). Bandung: Tarsito, 1988, hal 281.
[5] Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir Yogyakarta: PP. Al-Munawwir Krapyak, 1984, hal.1023.
[6] Atabik Ali, Kamus Kontemporer Arab Indonesia ,Cet. VIII; Yogyakarta: Multikarya Grafika, 2003,  hal. 1305
[7] Khaeruddin, Ilmu Pendidikan Islam ,Makassar: Yayasan Fatiya, 2002, hal. 113
[8] Zainal Arifin Dzamaris, Islam Aqidah dan Syari’ah ,Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996, hal19
[9] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta, 2002, hal 157
[10] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung : Remaja Rosdyakarya, 2003, hal 100
[11] Irpan Abdul Ghofar dan Muhammad Jamil, Re formasi Rancangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Pedoman Dosen, Guru dan Mahasiswa, Jakarta : Nur Insani, 2003, hal 22
[12] Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam ,Cet. VIII; Yogyakarta: LPPI, 2004, hal. 1.
[13] Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam ,Cet. III; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000,, hal. 199
[14] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya ,Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 1971, hal. 1118.
[15] Syekh Mahmud Syaltut, Akidah dan Syari’ah Islam (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 1994),   h. 3-4
[16] Departemen Agama, Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Madrasaha Tsnawiyah Mata Pelajaran Aqidaj Akhlak. (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1993), hal, 22
[17] Ibid, hal 22
[18] Muhammad Ahmad, Tauhid – Ilmu Kalam, Bandung : Pustaka Setia, 1998, hal, 133-134
[19] Maksudnya: antara Rasul dan kaumnya yang mendustakannya.
[20] Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam ,Cet. III; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hal. 221
[21] Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. bukanlah ayah dari salah seorang sahabat, Karena itu janda Zaid dapat dikawini oleh Rasulullah s.a.w.
[22] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya ,Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 1971, hal. 674
[23] Armai Arief, Pengantar dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, Cet. Ke-I, 135-136
[24] M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, Cet. Ke-I, hal. 34
[25] Mahfuz Sholahuddin dkk., Metodologi Pendidikan Islam, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1986,hal. 43
[26] Nana Sudjana, Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar , Bandung : Sinar Baru Algesindo,2000, hal 78
[27] Binti Maunah, Diktat Metode Penyusunan dan Desain Pembelajaran Aqidah Akhlak,  Tulungagung : STAI Dipo, 2008, hal 61-62
[28] Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Metodik khusus Pendidikan… hal.233
[29] Achmad Patoni. Metodologi Pendidikan…hal.119
[30] Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta : Kalam Muka, 2001, hal 127

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PARADIGMA PENDIDIKAN

Landasan Religius Pendidikan

Teknik-teknik supervisi pendidikan