Landasan Historis Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
Secara umum, pendidikan merupakan segala
pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang
hidup. Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh
keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan/atau latihan, yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat,
untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai
lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2008: 3,
11).
Tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk
membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang Pancasilais yang dimotori oleh
pengembangan afeksi, seperti sikap suka belajar, tahu cara belajar, rasa
percaya diri, mencintai prestasi tinggi, punya etos kerja, kreatif dan
produktif, serta puas akan sukses yang akan dicapai (Pidarta, 2007: viii)
Pendidikan Nasional Indonesia Merdeka secara
formal dimulai sejak Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya kepada dunia pada
tanggal 17 Agustus 1945. Pendidikan Nasional Indonesia Merdeka ini merupakan
kelanjutan dari cita-cita dan praktek-praktek pendidikan masa lampau yang
tersurat atau tersirat masih menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan ini
(Mudyaharjo, 2008: 214)
Dalam proses pertumbuhan menjadi negara maju,
Indonesia telah mengalami pelbagai perubahan, termasuk bidang pendidikannya.
Perubahan-perubahan itu merupakan hal yang wajar karena perubahan selalu
dipengaruhi oleh berbagai factor yang bisa berganti selaras dengan perkembangan
serta tuntutan zaman pada saat itu. Tidaklah mengherankan apabila system
pendidikan yang kita anut segera setelah merdeka adlah sistem kontinental
karena kontak kita pada saat itu adlah dengan negara-negara Eropa, khususnya
negeri Belanda (Dardjowidjojo, 1991: ix)
Pengambilalihan sistem kontinental itu tentu kita
lakukan dengan penuh kesadaran bahwa sistem tersebut belum tentu cocok dan
langgeng dengan perkembangan pendidikan yang kita kehendaki.
Setelah kita merdeka dan menerapkan sistem
pendidikan kontinental sekitar lima windu, kita dapati bahwa pendidikan dengan
sistem Eropa tidak cocok lagi dengan tuntutan perkembangan zaman
(Dardjowodjojo, 1992: 1).
Proses pendewasaan pun berlanjut, dan pengalaman
telah banyak mengajarkan kepada kita untuk memetik mana yang baik dan mana yang
buruk. Keadaan politik nasional dan internasional, perekonomian dunia, hubungan
antar bangsa, dan peran yang dimainkan bangsa Indonesia pun bergeser dan
berubah, yang sedikit banyak mendorong kita untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini
meliputi:
A. Apa yang menjadi landasan historis Pendidikan
Nasional Indonesia?
B. Apa implikasi konsep pendidikan yang bersumber
dari landasan historis ini?
BAB II
PEMBAHASAN
A. LANDASAN HISTORIS KEPENDIDIKAN DI INDONESIA
Sejarah atau history keadaan masa lampau
dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep
tertentu.Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian,
model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya
(Pidarta, 2007: 109).
Informasi-informasi di atas merupakan warisan
generasi terdahulu kepada generasi muda yang tidak ternilai harganya.Generasi
muda dapat belajar dari informasi-informasi ini terutama tentang
kejadian-kejadian masa lampau dan memanfaatkannya untuk mengembangkan kemampuan
diri mereka. Sejarah telah memberi penerangan, contoh, dan teladan bagi mereka
dan semuanya ini diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban manusia itu
sendiri di masa kini dan masa yang akan datang.
Misalnya, Indonesia dan negara-negara lainnya
pada tahap awal perkembangan ekonomi mereka telah mengembangkan sistem
pendidikan yang baik dan berdasarkan kebudayaan tradisional.Pada masa kolonial,
sistem pendidikan berkembang dengan berdasar pada sistem pendidikan sebelumnya
ini.Pada masa modern seperti sekarang, sistem pendidikan yang berlaku juga
berdasarkan pengembangan dari sistem pendidikan kolonial (Williams, 1977: 17).
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau
historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau
pandangan retrospektif (Buchori, 1995: vii). Pandangan ini melahirkan
studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia
yang terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.
Perjalanan sejarah pendidikan di tanah air yang
sangat panjang, bahkan semenjak jauh sebelum kita menacapai kemerdekaan pada
tahun 1945, baik sebagai aktivitas intelektualisasi dan budaya maupun sebagai
alat perjuangan politik untuk membebaskan bangsa dari belenggu kolonialisme,
telah diwarnai oleh bermacam-macam corak (Sigit, 1992: xi) . Menjelang 64 tahun
Indonesia merdeka, dengan system politik sebagai penjabaran demokrasi Pancasila
di Era Reformasi ini yang telah mewujudkan pola Pendidikan Nasional seperti
sekarang, kita mulai dapat melihat dengan ke arah mana partisipasi masyarakat
dalam ikut serta menyelenggarakan pendidikan itu. Semua corak tersebut memiliki
pandangan atau dasar pemikiran yang hampir sama tentang pendidikan; pendidikan
diarahkan pada optimasi upaya pendidikan sebagai bagian integral dari proses
pembangunan bangsa.
Di samping itu, pendidikan memiliki peranan
strategis menyiapkam generasi berkualitas untuk kepentingan masa depan.
Pendidikan dijadikan sebagai institusi utama dalam upaya pembentuk sumber daya
manusia (SDM) berkualitas yang diharapkan suatu bangsa. Apalagi kini semakin
dirasakan bahwa SDM Indonesia masih lemah dalam hal daya saing (kemampuan
kompetisi) dan daya sanding (kemampuan kerja sama) dengan bangsa lain di dunia
(Anzizhan, 2004: 1).
Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang
ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana
keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau (Pidarta, 2007: 110).Demikian
juga halnya dengan bidang pendidikan.Sejarah pendidikan merupakan bahan
pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa.
Berikut ini adalah pembahasan landasan sejarah kependidikan di Indonesia
yang meliputi:1. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia
sekitar abad ke-5.Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda,
namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu
keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu
sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka
Tunggal Ika , secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut
(Mudyahardja, 2008: 215)
Tujuan pendidikan pada zaman ini sama dengan
tujuan kedua agama tersebut. Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran
dan pembinaan kehidupan bergama Hindu dan Budha (ibid.: 217)
2. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad
ke-13 dan mencakup sebagian besar Nusantara pada abad ke-16. Perkembangan
pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam di
Nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus kebudayaan (ibid.: 221).
Pendidikan Islam pada zaman ini disebut Pendidikan Islam Tradisional.
Tujuan pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan
hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran
yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. untuk mencapai kebahagiaan di dunia
dan akhirat. (ibid.: 223)
Pendidikan Islam Tradisional ini tidak
diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara perorangan
melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan terkoordinasi oleh para
wali di Jawa, terutama Wali Sanga.Sedangkan di luar Jawa, Pendidikan
Islam yang dilakukan oleh perseorangan yang menonjol adalah di daerah
Minangkabau (ibid.: 228-41).
3. Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita
menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan
laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah
strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008:
242).
Di samping mencari kejayaan (glorious) dan
kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia)
bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik (gospel).
Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat
rempah-rempah itu dihasilkan.Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan
dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun
1605 (Nasution, 2008: 4).Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan
para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu
pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari
orde Jesuit.
Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola
(1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih
besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243). Yang dicapai dengan tiga cara:
memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai
organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas untuk semua.
Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama
(Nasution, 2008: 4).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari
orang-orang Belanda yang datang pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan
Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah.Untuk menghindari
persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang
yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan
Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan
terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung
diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama
Kristen.Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di
bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta),
pusat administrasi colonial.Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan
menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
4. Zaman Kolonial Belanda
VOC pada perkembangannya diperkuat dan
dipersenjatai dan dijadikan benteng oleh Belanda yang akhirnya menjadi landasan
untuk menguasai daerah di sekitarnya. Lambat laun kantor dagang itu beralih
dari pusat komersial menjadi basis politik dan territorial. Setelah pecah
perang kolonial di berbagai daerah di tanakh air, akhirnya Indonesia jatuh
seluruhnya di bawah pemerintahan Belanda (ibid.: 3).
Pada tahun 1816 VOC ambruk dan pemerintahan
dikendalikan oleh para Komisaris Jendral dari Inggris.Mereka harus memulai
system pendidikandari dasar kembali, karena pendidikan pada zaman VOC berakhir
dengan kegagalan total. Ide-ide liberal aliran Ufklarung atau Enlightement,
yang mana mengatakan bahwa pendidikan adalah alat untuk mencapai kemajuan
ekonomi dan social,banyak mempengaruhi mereka (ibid.: 8).
Oleh karena itu, kurikulum sekolah mengalami
perubahan radikal dengan masuknya ide-ide liberal tersebut yang bertujuan
mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial.Pada
awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak Belanda selama setengah
abad ke-19.
Setelah tahun1848 dikeluarkan peraturan
pemerintah yang menunjukkan bahwa pemerintah lambat laun menerima tanggung
jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil
perdebatan di parlemen Belanda dan mencerminkan sikap liberal yang lebih
menguntungkan rakyat Indonesia (ibid.: 10-13).
Pada tahun 1899 terbit sebuah atrikel oleh Van
Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De Gids.Ia
menganjurkan agar pemerintahnnya lebih memajukan kesejahteraan rakyat
Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal dengan Politik Etis dan
bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui irigasi, transmigrasi,
reformasi, pendewasaan, perwakilan yang mana semua ini memerlukan peranan
penting pendidikan (ibid.: 16). Di samping itu, Van Deventer juga mengembangkan
pengajaran bahasa Belanda. Menurutnya, mereka yang menguasai Belanda secara
kultural lebih maju dan dapat menjadi pelopor bagi yang lainnya (ibid.: 17).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak
kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa
dekade.Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas
untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yanorang tuanya
adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru.
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang
merintis kemerdekaan melalui pendidikan.Perjuangan yang masih bersifat
kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada
tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928.
Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah
Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar
Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan
Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa
merdeka (Pidarta, 2008: 125-33).
5. Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan
Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai.Walaupun bangsa
Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak
pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat 45 di hati mereka.
Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari
penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus
dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan
yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas
diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di
kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa
Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka.Pada tanggal 17 Agustus 1945
cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan kepada dunia.
6. Zaman Kemerdekaan (Awal)
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa
Indonesia tidak berhenti sampai di sini karena gangguan-gangguan dari para
penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia dating silih berganti sehingga
bidang pendidikan pada saai itu bukanlah prioritas utama karena konsentrasi
bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih
dengan perjuangan yang amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu
undang-undang yang mengatur pendidikan.Sistem persekolahan di Indonesia yang
telah dipersatukan oleh penjajah Jepang terus disempurnakan.Namun dalam
pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang diharapka bahkan banyak
pendidikan di daerah-daerah tidak dapat dilaksanakan karena faktor keamanan
para pelajarnya.Di samping itu, banyak pelajar yang ikut serta berjuang
mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.
7. Zaman ‘Orde Lama’
Setelah gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan
untuk mengisi kemerdekaan mulai digerakkan.Pembangunan dilaksanakan serentak di
berbagai bidang, baik spiritual maupun material.
Setelah diadakan konsolidasi yang intensif,
system pendidikan Indonesia terdiri atas: Pendidikan Rendah, Pendidikan
Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan pendidikan harus membimbing para siswanya
agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab.Sesuai dengan dasar keadilan
sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap penduduk negara.
Di samping itu, Pendidikan Nasional zaman ‘Orde
Lama’ adalah pendidikan yang dapat membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat
menyelesaikan revolusinya baik di dalam maupun di luar; pendidikan yang secara
spiritual membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan
merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol
yaitu membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang
sampai Merauke, menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan
makmur, lahir-batin, melenyapkan kolonialisme, mengusahakan dunia baru, tanpa
penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan
nasional yang sejati dan abadi (Mudyahardjo, 2008: 403).
8. Zaman ‘Orde Baru’
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada
tahun 1965 dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan
pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan
perguruan tinggi.
Menurut Orde Baru, pendidikan adalah usaha sadar
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan
rumahtangga, sekolah dan masyarakat(Ibid.: 422, 433). Pendidikan pada masa
memungkinkan adanya penghayatan dan pengamalam Pancasila secara meluas di
masyarakat, tidak hanya di dalam sekolah sebagai mata pelajaran di setiap
jenjang pendidikan (ibid.: 434).
Di samping itu, dikembangkan kebijakan link
and match di bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini
dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan
kebutuhan pasar (Pidarta, 2008: 137-38).Inovasi-inovasi pendidikan juga
dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan.Sistem
pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa
ini masih memiliki beberapa kesenjangan. Buchori dalam Pidarta (2008: 138-39)
mengemukakan beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara
pendidikan dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang
diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari), (3)
kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada pengetahuan
klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi),
dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan
wawasan dunia terkini).
Namun demikian keberhasilan pembangunan yang
menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kenagsaan meningkat
dengan pesat, (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan
ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta, 2008: 141).
9. Zaman ‘Reformasi’
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa
sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani
melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik
yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu.
Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk
kebebasan untuk berbicara dan menyaampaikan pendapatnya (ibid.: 143).
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat
merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya yang telah
membelenggunya selama bertahun-tahun.Masa Reformasi ini pada awalnya lebih
banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin
terpuruk, pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk
miskin.Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian,
dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang
Pendidikan yang baru dan mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi
desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan
meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional
mereka.Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga
diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima
Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management).
B. IMPLIKASI SEJARAH TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA.
Masa lampau memperjelas pemahaman kita tentang
masa kini. Sistem pendidikan yang kita miliki sekarang adalah hasil
perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa kita pada
masa yang telah lalu (Nasution, 2008: v).
Pembahasan tentang landasan sejarah di atas memberi implikasi konsep-konsep
pendidikan sebagai berikut:1. Tujuan Pendidikan
Pendidikan diharapkan bertujuan dan mampu
mengembangkan berbagai macam potensi peserta didik serta mengembangkan
kepribadian mereka secara lebih harmonis.Tujuan pendidikan juga diarahkan untuk
mengembangkan aspek keagamaan, kemanusiaan, kemanusiaan, serta kemandirian
peserta didik.Di samping itu, tujuan pendidikan harus diarahkan kepada hal-hal
yang praktis dan memiliki nilai guna yang tinggi yang dapat diaplikasikan dalam
dunia kerja nyata.
2. Proses Pendidikan
Proses pendidikan terutama proses
belajar-mengajar dan materi pelajaran harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan peserta didik, melaksanakan metode global untuk pelajaran bahasa,
mengembangkan kemandirian dan kerjasama siswa dalam pembelajaran, mengembangkan
pembelajaran lintas disiplin ilmu, demokratisasi dalam pendidikan, serta
mengembangkan ilmu dan teknologi.
3. Kebudayaan Nasional
Pendidikan harus juga memajukan kebudayaan
nasional.Emil Salim dalam Pidarta (2008: 149) mengatakan bahwa kebudayaan
nasional merupakan puncak-puncak budaya daerah dan menjadi identitas bangsa
Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya global.
4. Inovasi-inovasi Pendidikan
Inovasi-inovasi harus bersumber dari hasil-hasil
penelitian pendidikan di Indonesia, bukan sekedar konsep-konsep dari dunia
Barat sehingga diharapkan pada akhirnya membentuk konsep-konsep pendidikan yang
bercirikan Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
Dari rangkaian masa dalam sejarah yang menjadi
landasan historis kependidikan di Indonesia, kita dapat menyimpulkan bahwa
masa-masa tersebut memiliki wawasan yang tidak jauh berbeda satu dengan yang
lain. Mereka sama-sama menginginkan pendidikan bertujuan mengembangkan individu
peserta didik, dalam arti memberi kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan
potensi mereka secara alami dan seperti ada adanya, tidak perlu diarahkan untuk
kepentingan kelompok tertentu.Sementara itu, pendidikan pada dasarnya hanya
memberi bantuan dan layanan dengan menyiapkan segala sesuatunya.Sejarah juga
menunjukkan betapa sulitnya perjuangan mengisi kemerdekaan dibandingkan dengan
perjuangan mengusir penjajah.
Dengan demikian mereka berharap hasil pendidikan
dapat berupa ilmuwan, innovator, orang yang peduli dengan lingkungan serta
mampu memperbaikinya, dan meningkatkan peradaban manusia.
Hal ini dikarenakan pendidikan selalu dinamis
mencari yang baru, memperbaiki dan memajukan diri, agar tidak ketinggalan
jaman, dan selalu berusaha menyongsong zaman yang akan datang atau untuk dapat
hidup dan bekerja senafas dengan semangat perubahan zaman.
Akhir kata, pendidikan mewariskan peradaban masa
lampau sehingga peradaban masa lampau yang memiliki nilai-nilai luhur dapat
dipertahankan dan diajarkan lalu digunakan generasi penerus dalam kehidupan
mereka di masa sekarang. Dengan mewariskan dan menggunakan karya dan pengalaman
masa lampau, pendidikan menjadi pengawal , perantara, dan pemelihara peradaban.
Dengan demikian, pendidikan memungkinkan peradaban masa lampau diakui
eksistensinya dan bukan merupakan “harta karun” yang tersia-siakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anzizhan, Syafaruddin. 2004. Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan. Jakarta:
PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.Buchori, Mochtar. 1995. Transformasi Pendidikan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press.
Dardjowidjojo, Soenjono. 1991. Pedoman Pendidikan Tinggi. Jakarta: PT. Gramedia Widisarana Indonesia.
Dardjowidjojo, Soenjono. 1992. PTS dan Potensinya di Hari Depan: Memoir Seorang PUrek I. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Nasution, S. 2008. Sejarah Pendidikan Indonesia.Jakarta: Bumi Aksara.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sigit, Sardjono. 1992. Peranan dan Partisipasi Perguruan Swasta di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
Wiiliams, Gareth. 1977. Towards Lifelong Education: A New Role for Higher Education Institutions. Paris: UNESCO.
Komentar
Posting Komentar